Sesat? ini 7 Cendekiawan Muslim paling Kontroversial di Dunia

Ilustrasi cedekiawan muslim
Sumber :
  • wikipedia

VIVA – Berikut ini merupakan tujuh cendekiawan muslim yang kontroversial di dunia karena pemikirannya yang dianggap berbeda. 

1. Aminah wadud 

Amina Wadud

Photo :
  • flickr

Amina Wadud lahir pada tanggal 25 September 1952 adalah seorang teolog Muslim Amerika. Wadud menjabat sebagai Profesor Emeritus Studi Islam di Virginia Commonwealth University dan juga seorang sarjana tamu di Starr King School for Ministry. Wadud telah banyak menulis tentang peran wanita dalam Islam.

Lahir dan dibesarkan sebagai seorang Methodist di Bethesda, Maryland, Wadud masuk Islam pada tahun 1972 saat belajar di University of Pennsylvania. Dia melanjutkan untuk belajar bahasa Arab dan studi Islam, pertama di Amerika Serikat dan kemudian di Mesir. Wadud menjadi berita utama internasional pada tahun 2005 ketika dia memimpin salat Jumat di sebuah jemaah campuran di New York, menimbulkan kontroversi di beberapa bidang dunia Islam. Terlepas dari itu, Wadud terus memimpin doa di berbagai jemaah di seluruh dunia.

2. Fatima Mernissi

Fatima Mernissi

Photo :
  • flickr

Fatima Mernissi adalah lulusan Universitas Muhammad V Rabath, Universitas Sorbone Paris, dan Universitas Brandein. Fatima juga seorang profesor  sosiologi di Universitas Muhammad V Rabath. Lahir tahun 1940, Fatima adalah seorang cendikiawan feminis yang sering menelaah hadist yang dianggap bertentangan dengan perempuan. Pengujian hadist yang dilakukan oleh Fatima Mernissi dengan menggunakan 3 metode, yaitu analisis historis, analisis gender, dan kritik hadist.

Dua Warga Jakarta Gugat Aturan ke MK agar Dibolehkan Tak Beragama

Karena analisis hadistnya ini yang membuat Fatima dikenal sebagai penafsir hadist yang memberontak terhadap hadist yang mendiskriminasi perempuan. Fatima juga berkata kalau perempuan memiliki hak yang sama dan dapat menjadi seorang pemimpin.

3. Sayyed Hassan Hanafi

Jadi Wakil Menlu, Anis Matta Akan Lanjut Memperjuangkan Kemerdekaan Palestina

Hassan Hanafi

Photo :
  • seenews

Cedekiawan yang bernama Hassan Hanafi Hassain lahir di Kairo, Bani Suwayf, Mesir pada tanggal 13 Februari 1935. Hasan sering kali mengkritik karya teologi lebih dulu. Menurutnya “Teologi para cendekiawan atau ulama itu sudah jauh jauh dari etos progresivitas kemanusiaan, dan sudah mensuboordinasikan manusa terlalu jauh” ucap Hanafi. Hanafi mengkritik kitab teologi yang selalu mengagungkan Allah dan pernyataan kelemahan manusia di hadapan kebesaran Tuhan. Menurut Hanafi, hal ini berpengaruh pada psikologis yang membuat manusia pasif dan pasrah serta tidak berdaya untuk mengubah keadaan hidupnya. Hanafi 

Masih Makan Babi, Amanda Manopo Tepis Gosip Mualaf

4. Mohammed Arkoun 

Mohammed Arkoun

Photo :
  • bloranews

Lahir pada tanggal 1 Februari 1928, Arkoun adalah seorang sarjana dan pemikir Aljazair. Dia dianggap sebagai salah satu cendekiawan sekuler paling berpengaruh dalam studi Islam yang berkontribusi pada reformasi intelektual Islam kontemporer. Dikutip dari goodreads.com, Dalam karir lebih dari 30 tahun, ia telah menjadi kritikus ketegangan yang tertanam di bidang studinya, menganjurkan modernisme Islam, sekularisme, dan humanisme. Selama karir akademisnya, ia menulis banyak bukunya sebagian besar dalam bahasa Prancis, dan kadang-kadang dalam bahasa Inggris dan Arab. 

5. Fazlur Rahman 

Fazlur Rahman

Photo :
  • islamlib

Fazlur Rahman Malik lahir di Hazara District pada tanggal 21 September 1919. Umumnya dikenal sebagai Fazlur Rahman, adalah seorang sarjana modernis dan filsuf Islam dari Pakistan saat ini. Fazlur juga mengagumi Ibnu Rusyd dan Al Farabi. Fazlur Rahman terkenal sebagai reformis liberal Islam terkemuka, yang mengabdikan dirinya untuk reformasi pendidikan dan kebangkitan penalaran independen.

6. Ali Abdul Al-Raziq

Ali Abdul Al-Raziq

Photo :

Lahir di provinsi al-Minia di Mesir pada tahun 1887, Ali Abdul al-Raziq adalah keturunan dari keluarga pemilik tanah yang berpendidikan tinggi dan berpengaruh. Sejak masa kanak-kanak, Abdul al-Raziq dihadapkan pada pandangan modernis Muhammad 'Abduh dan elit politik lainnya, yang sering menggunakan rumah ayahnya sebagai tempat pertemuan. Sebagai seorang pemuda, ia menghadiri al-Azhar, salah satu lembaga Islam paling bergengsi dan bersejarah di dunia, di mana ia lulus dengan sertifikat tertinggi dalam hukum Islam dan gelar syariah qadi, atau hakim Islam.

Dilansir dari jadaliyya.com, secara sederhana, perspektif Abdul al-Raziq adalah bahwa Islam adalah murni agama, dan bukan kerangka kerja untuk representasi politik. Analisis kitab suci dan sejarahnya memisahkan kepemimpinan ke dalam alam spiritual dan temporal dan berpendapat bahwa Nabi Muhammad mewujudkan kepemimpinan yang sangat spiritual di alam. Mengutip ayat Al-Qur'an dan Hadits, Abdul al-Raziq berpendapat bahwa tidak ada preseden kitab suci yang eksplisit untuk penciptaan sistem pemerintahan Islam, dan bahwa pemisahan identitas agama dan identitas politik tidak hanya diperbolehkan tetapi didorong pada umat Islam. Secara singkat Abdul al-Raziq beranggapan bahwa agama tidak bias digabungkan dengan pemerintahan. 

7. Qassim Amin 

Qassim Amin

Photo :
  • iqra.id

Lahir di Aleksandria, Mesir pada tanggal 1 Desember 1863. Disadur dari beberapa sumber, Qassim memberontak ketika melihat keadaan perempuan-perempuan di Mesir yang tidak dimuliakan sebagaimana di agama Islam. Dia menggelorakan semnagat pembebasan perempuan, bias dibilang Qassim adalah feminis laki-laki. Menurut analisis Qossim, perempuan Mesir menurutnya jauh tertinggal karena tradisi-tradisi yang tertutup. Pada 1899 menerbitkan buku berjudul “Emansipasi Perempuan”, dalam buku ini berisi penghapusan adat hijab yang berbeda hakikat dalam ajaran agama Islam. Tidak hanya itu Qassim juga menuntut agar perempuan di Mesir mendapatkan Pendidikan yang layak dan setara dengan kaum laki-laki. Dia juga menuntut perubahan dalam praktik poligami da perceraian yang banyak merugikan perempuan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya