Ngaku Lebih Baik Lihat Kotoran daripada Islam, Pria Ini Mualaf

Deni Sanusi.
Sumber :
  • Tangkapan layar Youtube.

VIVA – Plt Ketum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Chong Bun Fi atau kini dikenal dengan nama Deni Sanusi, memutuskan untuk menjadi mualaf ketika duduk di bangku kuliah. Sejak lahir, pria yang akrab disapa Koh Deni ini menganut agama Buddha. 

Kisah Mualaf Diego Michiels, Pemain Naturalisasi yang Kritik Timnas Indonesia

Hingga akhirnya saat duduk di bangku SMA, Deni memutuskan untuk pindah ke agama Katholik. Namun, dia mengaku masih mengalami kegelisahan, hingga akhirnya dia bertemu dengan guru agama Islam, yang dia anggap cocok untuk diajak berdiskusi. 

Deni pun diminta untuk berdoa agar diber petunjuk atas kegelisahannya. Sejak saat itu, dia mulai belajar Islam hingga ikut berpuasa sebulan penuh. Dia pun mendapat petunjuk berulang kali. Mulai dari gemetar hingga pingsan saat mendengar Azan, hingga pada suatu malam dia merasa dituntun untuk wudhu dan salat. 

Kemenag Selenggarakan Forum Sharia Internasional yang Dihadiri 14 Negara, Ini yang Jadi Pembahasan

Akhirnya, Deni mantap memeluk Islam, dua hari setelah Idul Fitri. Padahal diakui Deni, dulu dia adalah sosok yang sangat membenci Islam. Saking bencinya, dia mengatakan, lebih baik melihat kotoran daripada melihat Islam. 

Ilustrasi puasa

Photo :
  • pixabay
Nadia Siswi Kristen 9 Tahun di Madrasah Islam Kini Dapat Bantuan

"Akhirnya saya bulet masuk Islam, saya khitan, saya belajar, saya ngaji. Pas saya belajar makin terbuka kebenaran Islam. Jadi doa saya tolong tunjukkan agama itu dibuktikan," ujarnya dalam video yang diunggah di Youtube Hidayatullah TV, dikutip VIVA, Kamis 14 April 2022. 

"Padahal sebelumnya namanya etnis Tionghoa, saya sama Islam itu negatif semua. Kan dulu saya ngalamin. Apa yang tertarik? Dulu sebelum saya masuk Islam, saya lebih baik liat kotoran daripada liat Islam," tambahnya. 

Namun, setelah Deni mempelajari Islam, dia mengakui pandangannya tentang Islam semuanya salah. 

"Ajaran Islam itu luar biasa. Sampai saya ngaji segala macem, saya menemukan kebenaran di agama Islam," kata dia. 

Ilustrasi salat.

Photo :
  • U-Report

Deni lebih lanjut bercerita, setelah masuk Islam, dia pun masih harus menghadapi cobaan berat, di mana orangtuanya sangat menentang Deni menjadi mualaf. 

"Ayah ibu Buddha, kan agama leluhur. Saya dibaptis, keluar sendiri, gak ada masalah. Tapi pas saya masuk Islam, orangtua saya marah. 95 persen orang etnis Tionghoa kalo masuk Islam pasti dimusuhin sama keluarga, termasuk saya. Ada lebih dari 10-15 tahun, saya sendiri diusir," ungkapnya. 

Selama kurun waktu kurang lebih 15 tahun, Deni tak dianggap oleh keluarganya. Bahkan, dia dikira telah kena sihir karena mau masuk Islam. 

"Dibujuk, udah lah gak usah (masuk Islam). Sampe saya ngumpet-ngumpet segala macem. Terakhir, dia (ayah) ngeliat saya udah gak goyah lagi dalam Islam, saya ditekan. Semua fasilitas gak boleh, padahal orangtua saya lumayan ada usaha, ada pabrik. Sampe keluarga-keluarga pun gak boleh berhubungan sama saya," pungkasnya. 

Alhamdulillah, semua itu sudah berlalu. Kisahnya tak direstui keluarga untuk masuk Islam, berakhir bahagia.

"Ending-nya pas 5 tahun sebelum orangtua saya meninggal. Happy ending. Kalo ibu saya sebelum saya Muslim udah meninggal. Ini ayah," tutur Deni Sanusi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya