Belanja di UMKM, Banyak Orang Nyaman Bayar Pakai Dompet Digital
- Pixabay
VIVA – Hasil riset Deal Street Asia yang dipaparkan kepada lebih dari 1.000 UMKM di sejumlah provinsi di Indonesia dalam diskusi panel “Indonesia Private Equity Venture Capital (PE-VC) Summit 2022” menunjukkan, saat ini dompet digital (e-wallet) merupakan metode pembayaran kedua yang paling digemari, setelah uang tunai, oleh para konsumen bisnis UMKM masing-masing sebesar 25 persen dan 72 persen.
Sedangkan bagi pelaku UMKM sendiri, penggunaan dompet digital dianggap lebih nyaman ketimbang penggunaan layanan perbankan tradisional. Alasan terbesar karena penggunaan dompet digital memudahkan dalam pengadaan barang, penanganan transaksi dengan pelanggan, serta transfer uang dengan beban biaya yang lebih efisien dibanding penggunaan layanan bank.
Menyadari akan adanya peningkatan potensi penggunaan layanan keuangan digital membuat LinkAja semakin memperkuat dukungannya dalam memfasilitasi kebutuhan kedua sisi sekaligus, yaitu merchant dan konsumen di dalam suatu ekosistem rantai pasok yang merupakan mitra bisnis LinkAja. Saat ini LinkAja tengah memfasilitasi transaksi keuangan digital di dalam ekosistem rantai pasok pada bisnis DigiPOS (Telkomsel), Sampoerna Retail Community (SRC), dan akan mereplikasikannya ke sejumlah ekosistem mitra strategis lainnya, terutama rantai pasok BUMN.
“Dengan berfokus pada ekosistem tersebut, kami yakin bisa mewujudkan unit economics yang baik. Dalam beberapa bulan terakhir saja, kami melihat adanya peningkatan pada CLV (customer lifetime value) dan penurunan CAC (customer acquisition cost). Lalu, dengan menjadi penghubung antara merchant dan pelanggan, LinkAja tidak hanya memfasilitasi aktivitas transaksinya saja, tetapi juga memungkinkan principal untuk bisa mengetahui lebih jauh tentang para merchantnya, misalnya KYC dan kemampuan finansialnya. Hal ini akan memungkinkan LinkAja untuk memperluas fasilitas layanannya berupa pembiayaan," kata PLT CEO LinkAja Wibawa Prasetyawan, dalam keterangan tertulisnya.
Layanan pembiayaan yang direncanakan oleh LinkAja akan diwujudkan terlebih dahulu di dalam ekosistem rantai pasok bisnis yang dijalankan oleh bisnis BUMN, terutama di level UMKM. Ekosistem ini memiliki risiko yang lebih rendah karena ada visibilitas dari data transaksi pembayaran dan hubungan yang kuat dengan BUMN sebagai principal. Skema tersebut sejalan dengan strategi bisnis, dan fokus LinkAja untuk terus mewujudkan visi mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia melalui pelayanan finansial berbasis teknologi digital. Dengan visi besar tersebut dan fokus LinkAja dalam membenahi fundamental bisnis, akan membuat path to profitability menjadi lebih jelas dan memiliki dampak yang lebih besar.
Mengenai perkembangan pembayaran elektronik semenjak diregulasi oleh Bank Indonesia lebih dari satu dekade lalu, Chief of Executive Officer Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro memberikan pandangannya sebagai pelaku jasa sektor keuangan.
“Kecepatan pengadopsian jenis transaksi elektronik di tengah masyarakat Indonesia yang tinggal di kota-kota tier 1 tidak sama cepatnya dengan penduduk di wilayah lainnya. Teknologi serta infrastrukturnya sangat berpengaruh, misalnya dalam hal kepemilikan dan penggunaan ponsel pintar,” kata dia.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa dalam perspektif investor, besaran keuntungan yang didapatkan dari layanan pembayaran sangatlah kecil atau bahkan hampir nihil, namun menyadari bahwa layanan ini adalah kebutuhan sehari-hari, maka menjadi langkah yang tepat untuk menumbuhkan basis pelanggan.