Cerita Mualaf Italia, Beratnya Tantangan Sebagai Muslim di Sana
- Tangkapan layar
VIVA – Rosana Maryam, wanita asal Italia ini memutuskan untuk jadi mualaf. Dirinya menjelaskan bagaimana awal mula belajar mengenai Islam dan akhirnya memutuskan untuk menjadi mualaf.
Diungkapnya kala itu, dia belajar tentang Islam saat menginjak usia 18 tahun. Dia mengambil studi D3 jurusan bahasa Arab.
“Saya belajar Islam karena saya penasaran tentang akar Mediterania saya ingin melihat sisi luar dari Mediterania. Di usia 18 tahun saya mulai D3 bahasa Arab studi Islam di universitas Naples program studi Oriental,” kata dia dikutip dari tayangan YouTube Barat Bersyahadat.
Dia menjelaskan sejak saat itu, pandangan tentang Islam dan dunia Arab berubah, terlebih setelah berkenalan dengan seorang muslim hubungannya dengan kaum muslimin sangat mengubah tanggapannya terhadap Islam. Selain itu, sebagai suatu sistem agama juga sebagai budaya dan bisa dibilang dirinya sangat tertarik dialog agama sebelum dia memutuskan untuk menjadi mualaf.
“Saya termasuk generasi membangun anggapan terhadap muslim setelah tragedi WTC 11 September. Saya termasuk yang meyakini bahwa Islam tidak terkait dengan tragedi tersebut karena begitu indah dan suci agama ini tapi memang tragedi itu jadi mimpi buruk bagi yang menyaksikannya,” kata dia.
Tidak hanya itu saja, Rosana juga menceritakan pengalaman setelah menjadi seorang mualaf. Salah satunya tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh petugas bandara ketika melihatnya menggunakan hijab.
“Saya dicegat di airport sementara orang lain dibiarkan lewat petugas airport memberitahu saya bahwa saya perlu pemeriksaan ekstra dan membawa saya ke suatu ruangan, dimana saya disuruh buka baju untuk penggeledahan, mencari cari kalau saya bawa barang berlebihan,” kata dia.
Peristiwa itu kata dia mengubah total caranya bersosialisasi.
“Pertanyaan pertamanya bukan siapa namamu dan apa kabar. Hanya karena berhijab dan saya dianggap orang Arab saat saya berbahasa Italia dan menunjukkan KTP Italia mereka kaget,” ungkap dia.
Dia melanjutkan, meski tau Rosana adalah warga asli Italia pihak petugas bandara di sana mencari-cari pembenaran atas tindakan mereka.
“Ujung-ujungnya petugas itu mencari cari pembenaran sebab pikiran mereka dipenuhi dengan Prasangka. Menganggap bahwa mustahil Italia tulen memeluk Islam hal itu buat saya berpikir tentang Italia selama ini,” kata dia.
Tidak sampai di situ saja, Rosana juga menjelaskan tentang persepsi negatif dari sejumlah pihak terkait dengan wanita muslim. Yang mana tidak sedikit dari mereka yang beranggapan bahwa wanita muslim tidak diperbolehkan sekolah, bekerja dan harus tunduk pada suami, saudara laki-laki dan ayah mereka.
“Agama Islam tak mengatakan hal demikian tapi itu adalah perkataan dan penafsiran manusia saja. Agama memang bisa dijadikan sebagai alat penindasan dan ketidakadilan tapi tak berlaku untuk Islam saja agama lain pun bisa apapun bisa dijadikan alat penindasan dan ketidakadilan,” ujarnya.
“Kita harus berhati hati sebab masing masing kita bertanggung jawab dalam permasalahan ini. Sebab jika agama membawa penderitaan ada yang salah dengan agama itu,” sambugnya lagi.
Selain itu Mariana juga mengungkapkan pandangannya hubungan feminisme dan agama Islam. Dia menjelaskan bahwa membanding feminisme dan agama Islam baginya sudah bermasalah. Sebab Islam adalah hal yang menyangkut keimanan.
“Penyerahan diri pada Sang Khalik sedangkan Feminisme adalah istilah yang terkait dengan fenomena di masyarakat.. Apa yang terjadi masyarakat dan bahwa sebenarnya ada ketidakseimbangan kekuatan antara pria dan wanita,” kata dia.
Dia menambahkan, wanita saat ini masih dikecualikan di beberapa bidang. Selain itu, di setiap budaya di banyak negara dan ada sedikit perbedaan. Sedangkan muslim meyakini Islam adalah sistem yang mencakup keseluruhan dimensi manusia.
“Secara pribadi saya tertarik dengan pemikiran ini dan yang terpenting ada menilainya dengan cara yang benar dan sebagai muslim dalam menyikapi Feminisme ini tentu saya memakai cara yang sesuai Islam. yang saya tekankan adalah untuk selalu membuka pintu diskusi,” kata dia.
Dia juga menjelaskan, masih banyak hal yang harus dibenahi yang jadi alasan muslim sedikit berjarak dengan feminisme di Italia dan umat muslim merasa disalahpahami. Sebab berhadapan dengan feminis berpikiran sempit dan menolak pemikiran lain bahwasanya ada cara lain untuk menolak label maskulin atau feminin.
“Hubungan maskulin, feminim dan menjaga hak-hak wanita serta isu Kesetaraan dengan definisi yang berbeda. Dan kami memahami Feminisme haruslah bersifat Interseksi Ronal sebab jika tidak begitu Feminisme tak akan bisa merangkul keragaman yang adalah kondisi nyata manusia,” kata dia.