Pingsan Saat Dengar Adzan, Ini Perjalanan Mualaf Deni Sanusi
- Tangkapan layar
VIVA – Hidayah dari Allah datang tidak terduga. Hal ini dirasakan oleh PLT Ketum Persatuan Tionghoa Islam Indonesia, Deni Sanusi. Dilahirkan di keluarga yang memeluk agama Budha dan sempat menjadi seorang katholik, Koh Deni Sanusi mendapat hidayah saat duduk di bangku kuliah.
Menjadi mualaf juga bukan hal yang mudah bagi Koh Deni Sanusi. Sebab, dirinya menerima kenyataan ketika menjadi mualaf dirinya dibuang oleh keluarganya. Lantas bagaimana kisahnya?Â
Dikutip dari channel YouTube Hidayatullah TV, Koh Deni Sanusi yang sempat bersekolah di SMA katholik memutuskan untuk menjadi seorang katolik sebelum akhirnya mendapat hidayah dari Allah. Meski telah dibaptis, diakui koh Deni dirinya masih merasa gelisah.
"Dulu awalnya sama seperti keluarga Tionghoa lain itu leluhur, karena lingkungan saya SMA di Budaya Matraman itu katolik saya belajar katolik, akhirnya saya tertarik kemudian dibaptis Katolik. Tapi namanya panggilan hati, nurani saya tetap gelisah. Saya masih muda SMA berpikir ke arah agama. Saya inget saya selalu penasaran dengan kepercayaan," katanya.
Hingga akhirnya dia sempat bertemu dengan seorang ustaz dan mengutarakan kegelisahannya kala itu. Dia bercerita, meski telah menganut agama terdahulunya, masih malas untuk beribadah. Mendengar itu, ustaz yang ditemuinya itu meminta Koh Deni untuk berdoa. Â
"Saya ketemu sama orang bapak agamanya apa, mayoritas islam. Sampai suatu saat saya ketemu orang dialog saya nyambung, saya utarakan kegelisahan saya, saya katolik tapi kenapa saya malas ke gereja. Dia kemudian bilang, gini aja berdoa. Saya bilang saban hari saya berdoa gak kurang-kurang," kata dia bercerita.
Ustaz itu memberikan masukan kepadanya, berdoa sebelum tidur agar diberi petunjuk. Doa yang dipanjatkannya pun menyebut nama Tuhan secara universal.
"Dia kasih masukan, 'gini aja berdoa sebut Ya Tuhan, jangan ya Alah, itu kan agama kamu, jangan ya Allah itu agama saya'. Ya Tuhan aja netral, sebelum tidur kamu berdoa 'Ya Tuhan tolong tunjukan agama mana yang dibenarkan di dunia dan akhirat dan agama mana yang bisa menyelamatkan saya di dunia dan akhirnya," kata dia menceritakan kembali.
Diakui oleh Koh Deni, momen bertemu dengan ustaz itu juga berdekatan dengan bulan Ramadhan. Bertepatan dengan momen itu, dia berinisiatif untuk menjalankan puasa Ramadhan satu bulan penuh.Â
Pengalaman Spiritual
Di tengah pencarian jati diri di bulan Ramadhan itu, dia menemukan tiga kejadian spiritual dalam hidupnya. Pertama saat koh Deni mendengar suara adzan, kala itu dia sempat merinding bahkan pingsan saat mendengar adzan. Yang sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal tersebut.
"Sebelum tidur saya ikutin nasehat. Setelah itu saya dapat hidayah dan petunjuk. Pertama saya puasa buka biasa, suatu saat saya puasa di ramadhan saya nunggu maghrib setel radio tiba-tiba adzan saya kaget setengah mati, kaget gemeter, pingsan satu menit, sebelumnya kalau denger adzan saya biasa aja saya kaget kok begini," kata dia.
Mendapati kejadian itu, koh Deni kemudian menceritakan pengalaman tersebut kepada ustaz yang ditemuinya kala itu. Dia juga diminta untuk terus berdoa minta diberikan petunjuk. Setelah itu dia kemudian mendapat pengalaman spiritual kedua.
"Saya ngomong lagi sama orang itu, 'pak ini kenapa', 'oh mungkin itu petunjuk tapi mungkin kamu masih bingung kan? terus doa'. Saya makin semangat. Waktu ramadhan itu saya tidur saya mimpi nonton tv liat orang main rebana," kata dia menceritakan.
Tidak sampai di situ, Koh Deni juga kembali mendapat pengalaman spiritual ketiganya. Kala itu bertepatan dengan malam ke-27 ramadhan. Ustaz tersebut meminnta koh Deni untuk meramaikan 10 malam terakhir di bulan ramdhan itu untuk berdoa.
"Ketiga yang buat saya merinding orang itu panggil saya kalau bisa ini malam jangan tidur kalau saya jelasin kamu ga ngerti, tapi menurut islam di malam Ramadhan ada malam istimewa mungkin ini malam, saya ingat itu malam ke-27 yaudah deh saya ikut-ikutan," ungkap koh Deni.
Dilanjutkannya, pada malam itu dia kemudian pulang ke rumahnya dan melakukann tafakur. Saat itu pukul 01.30 Koh Deni yang tengah berdiam diri di atas sajadah tiba-tiba saja merasa ada yang memegang tangannya. Dia kemudian menutun koh Deni turun untuk mengambil wudhu dan sholat.
"Tangan saya ada yang megang saya dituntun dibawa turun, saya wudhu, tangan kaki kayak dibersihin. Saya naik lagi ke atas solat dua rakaat saya pas jadi islam blank saat itu solat gerak-gerak doang, wudhu juga semua gaib," kata dia.
Pengalaman itu lantas diungkapnya lagi ke ustaz yang ditemui kih Deni sebelumnya. Mendengar itu, ustaz tersebut menasehati koh Deni untuk kembali berfikir ulang jika ingin masuk islam. Sebab islam bukan agama ajakan. Mendapati itu, koh Deni semakin mantap, dua hari setelah Idul Fitri dia pun melakukan khitan.
"Saya datang lagi ke ustaz cerita kejadian itu, dia bilang wudhu itu simbol islam, solat itu juga simbol islam, saya islam tapi saya enggak mungkin ajak kamu karena islam bukan agama ajakan kamu mikir aja deh sendiri. Saya mikir bener kejadian itu membekas udah selesai ramadhan idul fitri dua hari saya khitan waktu kuliah 19-20 tahun," kata dia.
Setelah khitan, koh Deni kemudian belajar mengaji. Dari sanalah pandangan tentang islam semakin terbuka luas bagi koh Deni.
"Sebabnya itu saya bulat, khitan, saya belajar ngaji, makin terbuka tentang islam. Doa saya dibuktikan padahal sebelumnya namanya etnis Tionghoa yang namanya islam itu negatif semua karena saya alami saat dibilang china lo makan babi lo saya alamin. Ternyata salah ajaran islam itu luar biasa sampai saya ngaji segala macam dan saya temukan kebenaran di islam," kata dia.
Namun sayangnya, di tengah keputusannya untuk menjadi mualaf itu mendapat tentangan besar dari keluarganya. Dia bahkan dimusuhi oleh kelurga besarnya.
"Pas saya masuk islam orang tua saya marah. 95 persen orang etnis Tionghoa masuk islam akan dimusuhi intern keluarganya termasuk saya. ada lebih dari 10-15 tahun saya diusir sampai tidak dianggap. pertama dia kaget, disangka saya kena sihir saya dibujuk udah enggak usah, tapi itu hidayah susah," kata dia.
Sempat dibujuk untuk meninggalkan islam, namun dirinya tidak mau akhirnya membuat ayah koh Deni mengusirnya. Dia bahkan tidak bisa menerima fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh sang ayah, termasuk semua pabrik atas namanya pun dikembalikan ke orang tuanya.
"Sampai saya ngumpet-ngumpet sampai terakhir saya ga bisa goyah dari islam ya saya ditekan semua fasilitas enggak boleh, sampai penekanan itu keluarga ga boleh hubungan sama saya. Diusirnya bener karena dia anggap saya nentang kemaun orang tua termasuk fasilitas ekonomi saya anak paling besar, orang tua saya punya pabrik semua pabrik atas nama saya, saya masuk islam semua diambil lagi ya silahkan," kata dia.
Namun seiring berjalannya waktu, lima tahun sebelum sang ayah meninggal, ayah dari koh Deni pun mulai menganggapnya lagi. Mengingat perilaku koh Deni yang berubah 100 persen menjadi lebih baik setelah menjadi mualaf.
"Saya dapat jodoh nikah secara islam dia melihat ternyata selidiki kamu rumah tangga aman-aman aja, gak pernah ribut, jujur lo masuk islam lo lebih sopan, akhirnya dia ngerasa islam yang selama ini dianggap negatif islam lo beda sama yang naik. Ajaran islam kan akhlak budi pekerti sama nabi, itu yang saya sampaikan sampai terakhir beliau berpikir dia khawatir saya masuk islam jadi jahat, makanya ditentang keras," kata dia.
Tidak hanya itu saja, sang ayah juga begitu terkesan dengan cucunya. Yang mana cucu terakhirnya bisa berkuliah dan berbahasa mandarin, mengingat sang ayah merupakan orang asli Tiongkok.
"Terakhir sebelum meninggal happy ending, cucunya anak terakhir bisa bahasa china karena yang terakhir kuliah di china dia berkesan kok islam pendidikannya di china kan orang tua saya guru tentara di Tiongkok," kata dia.