Dianggap Tak Prioritas, Kelompok Ini Paling Sulit Dapat Vaksin

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang luas terhadap masyarakat, tidak terkecuali masyarakat adat. Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid, pun menyatakan demikian. 

Panja Haji 2025 Usulkan Kemenag Terbitkan Surat Edaran Biaya Cek Kesehatan Jemaah

Menurut dia, bukan hanya di Indonesia tapi seluruh dunia, kondisi masyarakat adat di masa pandemi COVID-19, bisa dikatakan sulit, karena termasuk kalangan yang sangat rentan. 

"Dan salah satu alasan kerentanannya itu karena keterbatasan akses pada berbagai macam fasilitas sosial dan kesehatan. Testing, vaksin, dan semua layanan-layanan yang sifatnya fisik di masa pandemi itu sangat terbatas aksesnya," ujarnya dalam acara bertajuk ‘Usulan Masukan Peta Jalan & Strategi Aksi Pemulihan Dampak Pandemi COVID-19 Bagi Kelompok Masyarakat Adat', yang digelar virtual oleh Yayasan Bina Swadaya baru-baru ini.

Sidak Dukcapil, Pemkab Tangerang Bakal Delegasikan Layanan ke Kecamatan

Hilmar lebih lanjut memaparkan, keterbatasan akses tersebut ada yang dikarenakan jarak fisik, namun ada pula yang disebabkan karena jarak sosial. 

"Karena dianggap jauh dan bukan kalangan yang dianggap prioritas untuk diberikan berbagai macam layanan kesehatan, seperti tenaga kesehatan dan lain-lain, sehingga kadang itu luput," ungkap dia. 

China Diserang Virus Baru HMPV yang Menyebar Cepat, Bakal Sama Seperti COVID-19?

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Hilmar Farid mengaku sudah merangkul beberapa komunitas, untuk membantu percepatan vaksinasi pada kelompok-kelompok masyarakat adat. 

"Tetapi tetap kita mencatat bahwa layanan-layanan ini masih jauh dari memuaskan. Pada saat bersamaan, kita juga melihat bahwa masyarakat adat ini kerentanannya dari banyak studi dan pengamatan kita sehari-hari adalah perjumpaannya dengan kehidupan modern. Industri kreatif, masuknya ekonomi pasar, yang pengaruhnya sangat besar dalam tatanan sosial-kultural dari masyarakat adat ini," terang dia. 

Lebih lanjut, menurutnya, tak sedikit wilayah yang mengeluhkan tentang melemahnya tatanan, pegangan pada adat, nilai budaya, dan lain sebagainya. Untungnya di saat bersamaan, Hilmar melihat ada pergerakan atau kebangkitan dari masyarakat adat ini. 

"Saya kira itu adalah salah satu manifestasinya, yang saya sendiri hadir dalam kongres AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), yang pertama tahun 1999. Sekarang di tahun 2021, kita lihat perkembangannya 20 tahun sudah banyak sekali yang dicapai," ucapnya. 

"Di banyak tempat kita mulai melihat bagaimana tatanan sosial berbasis pada adat ini diperkuat kembali. Ada juga upaya untuk sekarang ini mempelajari potensi yang dimiliki. Nah, peta jalan (program 10 tahun ke depan untuk masyarakat adat) ini dibuat, menurut saya membantu kita melihat langkah-langkah yang kemudian perlu diambil," pungkas Hilmar Farid.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya