Cerita Bule Mualaf Dihina Habis-habisan oleh Sang Ayah

Stijn.
Sumber :
  • YouTube Osmanli Media

VIVA – Namanya Stijn. Pria asal Brussel, Belgia yang telah menetap di Turki ini memutuskan untuk menjadi seorang mualaf. Sebelum memeluk agama Islam, Stijn merupakan seorang Atheis

Jadi Mualaf, Wanita Muda Ini Sibuk Hafalan Sholat dan Tidak Sempat untuk Galau

Stijn mengungkap bahwa alasan dirinya memilih agama islam sebagai agamanya lantaran menurutnya Islam merupakan agama yang benar.

"Saya dulu tidak percaya pada apa pun. Saya sepenuhnya Atheis. Tapi alasan mengapa Islam bagi saya adalah agama yang benar adalah kita memiliki sesuatu yang disebut tauhid, itu semacam Keesaan Tuhan dan konsep tentang Islam sangat jelas. Itulah mengapa Islam bagi saya adalah agama yang paling murni karena paling dekat dengan sumber dari mana ia berasal," kata dia, dikutip dari YouTube Osmanli Media, Rabu, 15 Desember 2021.

Respons Deddy Corbuzier saat Disinggung soal Penyesalan Mualaf usai Gus Miftah Olok-olok Sunhaji

Lebih lanjut, keputusannya untuk menjadi muslim itu sempat ditentang oleh orang tuanya terutama sang ayah. Mengingat kedua orang tua Stijn adalah seorang Atheis tulen. Beruntungnya, ibu Stjin memberikan kebebasan kepada sang putra.

"Setelah satu hari saya masuk Islam, saya memberi tahu ibu saya secara langsung dan dia menerimanya dengan sangat baik , arena saya paham betul ibu saya adalah wanita yang berpikiran terbuka. Dia dulu tinggal dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Dia dulu juga belajar di luar negeri,” jelasnya.

Kisah Mualaf Clara Shinta, Selebgram yang Kini Viral karena Diduga Penyebar Pertama Video Gus Miftah Hina Penjual Es Teh

Ilustrasi Ramadhan/berdoa.

Photo :
  • Freepik/jcomp

“Jadi saya tahu dia memiliki perspektif yang luas dan dia berkata dengan sangat lembut seperti, ‘Oke anda tahu saya tidak percaya pada Islam. Saya tidak menerimanya, tapi kamu tetap selalu jadi anak saya dan saya akan selalu mencintaimu apa pun yang kamu yakini’. Jadi 50 persen dari ujian mualaf sudah selesai," ungkap Stijn.

Namun, tidak demikian untuk sang ayah. Stijn mengaku butuh waktu satu tahun sebelum akhirnya dia memberi tahu sang ayah bahwa dia telah menjadi seorang mualaf. Stijn bercerita, momen dirinya mengungkap identitasnya sebagai seorang muslim ketika dia dan keluarganya berkendara menuju Prancis untuk berlibur. Betapa marahnya ayah Stjin yang mengetahui sang putra menjadi seorang mualaf.

"Saya menatap matanya dan saya mengatakan bahwa saya masuk Islam saya seorang muslim. Selama 10 detik dia tidak mengatakan apa-apa. Setelah 10 detik ayah mulai seperti gunung berapi yang meledak berteriak menghina. ‘Apa yang kamu lakukan? Bagaimana kamu bisa jadi muslim? Kita adalah orang Belgia, orang Flemish (etnik Jerman). Kita bukan muslim. Anda tidak bisa menjadi orang Arab',” ucap Stijn menceritakan.

Mendengar respons sang suami yang seperti itu, ibu Stijn kemudian membela sang anak. Lima menit kemudian sang ayah akhirnya berbicara lagi dengan Stjin.

"Dia berkata kepada ayah saya, 'Lihat, kamu seorang Atheis dan orang- orang Atheis mengklaim bahwa mereka menghormati semua agama. Tetapi jika anak saya beragama, kamu tidak bicara dengannya lagi. Jadi saya tidak akan berbicara dengan kamu sampai kamu berbicara lagi dengan putra kita’. Setelah 5 menit dia berbicara lagi dengan ibu saya, alhamdulillah" kata Stijn.

Tidak hanya dari keluarga, Stijn juga sempat dijauhi oleh teman-temannya setelah dirinya memutuskan menjadi mualaf. Meski demikian, teman-teman Stijn pun kembali kepadanya dan mengaku bahwa Stijn berubah menjadi orang yang lebih baik setelah menjadi mualaf.

"Beberapa dari mereka menjaga jarak, kemudian mereka kembali karena melihat bahwa saya tidak berubah. Saya tidak melakukan halal-h gila dan meledak. Tetapi mereka mengatakan bahwa saya malah berubah menjadi lebih baik. Jadi ya hari pertama agak canggung. Mereka mengambil jarak pas melihat saya, tetapi alhamdulillah sekarang semuanya baik-baik saja dan seperti tidak terjadi apa-apa bahkan mereka menghargainya," ungkap Stijn.

Kesulitan beribadah

Ilustrasi masjid.

Photo :
  • Freepik/wirestock

Lebih lanjut, Stijn juga mengungkap beberapa kesulitan beribadah yang dihadapinya setelah menjadi mualaf. Itu lantaran dia tidak memiliki pengetahuan tentang sholat, puasa hingga pergi haji.

"Yang paling kritis karena ketika seseorang menjadi muslim seperti yang kita bilang, apa yang paling penting pengetahuan anda tidak bisa beribadah kepada Allah tanpa memiliki ilmu. Kadi jika tidak ada pengetahuan, ada dua pilihan atau anda memiliki orang-orang yang sangat baik di sekitar anda dan hidayah dari Allah sehingga anda berjalan ke arah yang baik. Kebanyakan orang justru ke arah yang buruk karena kurangnya praktik dan pengetahuan. Dan mereka akan jatuh kembali ke tempat agama mereka sebelumnya,” jelasnya panjang lebar.

Untuk beribadah sholat misalnya, Stijn pun mulai melakukannya secara bertahap. Di mana Stijn menanaang dirinya dalam sepekan untuk menjalankan sholat satu kali, dan seterusnya.

"Jadi saya mulai sholat lima kali sehari misalnya dengan cara yang sangat menantang. Saya mulai sholat satu minggu satu kali, minggu kedua dua kali, minggu ketiga tiga kali, minggu keempat dan seterusnya," kata dia.

Dia menambahkan bahwa, selama dirinya solat lima waktu, itu seperti oksigen baginya. Dia pun tidak dapat membayangkan bagaimana dirinya akan hidup tanpa sholat.

"Saya bahkan tidak dapat membayangkan bagaimana saya akan hidup tanpa sholat. Mustahil. Begitu pula dengan Ramadhan pertama. Jujur saya mikirnya orang-orang muslim ini gila. Bagaimana mereka melakukan ini (puasa)? Setelah hari pertama memang berat. Tapi alhamdulillah kalau sudah paham betul konsepnya dan nyata begitu baik semuanya jadi mudah," kata dia.

Stijn juga mengungkapkan bahwa usai memutuskan untuk menjadi mualaf dirinya pun merasa lebih damai.

"Karena dalam islam kita memiliki apa yang disebut Qadr. Jadi apapun yang terjadi dalam hidup kita kita harus tahu bahwa rencana Allah lebih baik daripada keinginan kita dan kita harus menerima semuanya," ungkap dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya