Bule Inggris Ini Mualaf Usai Ragu Makan Babi

Kisah Mualaf wanita asal Inggris
Sumber :
  • Tanggapan layar video YouTube

VIVA – Kisah perjalanan seorang mualaf perempuan dari Inggris begitu berliku hingga menemukan agama yang tepat di hatinya saat dikenalkan dengan Islam. Bahkan, mualaf ini begitu terharu saat mengucapkan dua kalimat syahadat seolah merasakan kehadiran Allah SWT.

Menteri Rosan Pastikan Gerak Cepat Realisasikan Komitmen Investasi US$8,5 Miliar dari 10 Perusahaan Inggris

"Saya mengejar semua doa saya dan kemudian saya berlutut di doa dan saya mengucapkan syahadat. Itu pengalaman di mana Anda telah merasakan kehadiran Tuhan," tutur mualaf itu saat membuka cerita, dikutip dari kanal Youtube Barat Bersyahadat.

Diakui sang mualaf bahwa ia tak menemukan kedamaian di agama sebelumnya sehinhha bertekad untuk mencari agama yang cocok. Singkat cerita dia memperoleh isyarat bahwa Islam lah agama yang selama ini dia cari-cari, hingga akhirnya dia putuskan untuk memeluk agama ini.

Momen Lucu Presiden Prabowo dan Wakil PM Inggris saat Bahas 'Kucing'

Awalnya, perempuan asal Inggris itu menuturkan bahwa ia tumbuh dengan tanpa agama yang kuat. Kedua orang tuanya pun bercerai di usianya yang masih muda yakni 10 tahun. Selama masa kecilnya, ia tak merasakan kehadiran agama di hatinya.

Namun ketika ia tinggal bersama ayah dan ibu tirinya, mereka mengajari tentang Saksi Jehovah, yakni salah satu sekte kekristenan. Ayah dan ibu tirinya kerap memberikannya pengetahuan soal agama tersebut, termasuk mengenai perilaku sehari-hari. Di sini, ia percaya akan Tuhan tetapi merasa belum menyatu dengan agama tersebut.

Presiden Prabowo dan PM Inggris Kompak Suarakan Perdamaian di Gaza

"Saya percaya pada tuhan sejak usia itu. Saya hanya tidak yakin di mana saya akan cocok, di agama mana bagi saya yang tidak tahu," tuturnya.

Memasuki libur musim panas, ia mencoba berbaur dengan kaum muda lain untuk menjadi sukarelawan. Saat itu menjadi momen pertamanya berkenalan dengan teman-teman beragama Islam. Ia bahkan mengaku berteman baik, namun hanya sebatas itu dan merasa tak perlu melanjutkan perihal pembicaraan soal agama lantaran masih memandang buruk soal Islam.

Pengalaman tersebut menjadi kenangan pertamanya dalam berkenalan dengan Islam. Di sisi lain, ia mulai merasakan perbedaan dari teori dan penerapan pada agama yang ia yakini. Salah satunya soal pola makan. Dalam kesehariannya, ia dan keluarga mengonsumsi daging babi yang mana seharusnya tak diperbolehkan dalam agama tersebut.

"Saya membaca dalam Alkitab bahwa tuhan telah jelas mengatakan kepada Musa bahwa kita tidak boleh makan babi dan itu tidak benar -benar masuk akal. Bagi saya, ketika saya bertanya tentang itu kepada saksi-saksi Yehuwa, mereka berkata 'oh ya', tapi kemudian seperti itu diabaikan saja karena perjanjian baru mengatakan ini," kenangnya.

Lebih dalam, ia juga kerap berpikir bahwa agama berkaitan erat dengan warna kulit. Sebab, ia cenderung melihat bagaimana muslim kerap berkulit cokelat dan sebaliknya pada nasrani didominasi mereka yang berkulit putih.

"Saya masih berpikir itu bukan agama bagi saya. Saya benar-benar berpikir bahwa orang kulit coklat adalah muslim dan orang kulit putih adalah kristen. Dan begitulah cara kerjanya dari membaca Alkitab dengan orang tua saya," jelasnya lagi.

Lagi-lagi, ia menemukan hal yang tak masuk akal saat ayahnya menyebutkan bahwa Al-Kitab turun lebih dulu sebelum Al-Quran. Saat ia meminta penjelasan pada ayahnya, ia tak mendapat jawaban sama sekali. Hingga akhirnya ia masuk ke perguruan tinggi dan berusia 21 tahun serta menemukan agama yang tepat baginya.

Hal itu bermula saat ia bermain hoki dengan gabungan tim yang didominasi orang muslim. Ia merasakan kehangatan dari cara berteman tersebut. Percakapan yang seru berubah menjadi serius saat membicarakan soal Islam.

"Saya sudah memutuskan pada titik ini saya percaya pada Muhammad SAW, bahwa dia adalah seorang nabi dan bahwa dia berada di urutan terakhir," kenangnya.

Sela berbulan-bulan ia masih terus mencari tahu soal Islam. Ia akhirnya memutuskan untuk bertemu lagi dengan temannya dari grup hoki es dan pembicaraan itu membuahkan hasil.

"Benar-benar memantapkan bahwa sebenarnya Islam mungkin adalah satu (tepat) untuk saya," terangnya.

Kembali hati kecilnya masih dibingungkan soal warna kulit dan agama yang harus diyakininya. Sebab, ia merasa penampilan fisiknya dengan warna kulit putih dan rambut pirang tak cocok untuk agama Islam.

Tetapi akhirnya ia menemukan kisah perjalanan seorang mualaf bule lainnya yang mengetuk pintu hatinya.

Ia pun lantas memutuskan bersyahadat dengan bantuan teman sesama Muslim. Meski saat itu pandemi melanda, keyakinan hatinya untuk memeluk agama Islam sudah menguat dan menjadi tekadnya.

"Saya merasa Tuhan di sana. Saya merasa dia melihat saya, mengatakannya dan saya merasa dia menerima saya. Tidak masalah Anda tahu apa warna kulit saya apa warna rambut saya dari mana saya berasal ini dia, ini agama saya," tegasnya.

"Memiliki pengalaman di mana Anda telah merasakan kehadiran Tuhan dengan Anda, Anda akan mengerti bahwa perasaan itu tidak ada apa-apanya yang bisa saya samakan dan itu persis apa yang saya cari. Dan saya selalu kembali ke saat itu ketika saya memiliki goyah dalam iman," pungkasnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya