Kisah Haru Bule Islandia Atheis dan Depresi hingga Jadi Mualaf
- YouTube Barat Bersyahadat
VIVA – Islam membuat seorang perempuan muda asal Islandia ini merasakan kedamaian usai depresi tak berkesudahan yang berkecamuk di hatinya. Bahkan, sebelum memutuskan mualaf, ia sempat menjadi atheis lantaran enggan mengenal Tuhan.
Gadis asal Islandia yang baru belajar memakai hijab itu menuturkan kisah haru nan inspiratif di kanal YouTube Barat Bersyahadat. Diakuinya, menjadi muslim sudah ia yakini sejak 3 Januari 2017 lalu di saat usianya masih 21 tahun. Gadis ini menuturkan bahwa perjalanannya mengenal Islam lantaran merasa 'berbeda' dengan masyarakat sekitar.
"Mayoritas di Islandia beragama Kristen dan kebanyakan 'sama' dan baik. Tapi yang saya tahu, orang Islandia suka minum dan pesta. Hampir setiap pekan mereka ke kota untuk pesta. Tapi saya bukan tipe gadis yang suka pesta dan saya merasa berbeda dari orang lain. Saya tidak menyukai hal-hal demikian. Saya enggak pernah minum alkohol seumur hidupku," bebernya.
Lebih dalam, ia melanjutkan bahwa keluarganya sendiri cukup taat beragama meski kedua orangtuanya memiliki agama yang berbeda. Sang ayah menganut Kristen, sementara ibunda meyakini agama Saksi Yehowah.
"Karena umurku masih muda, saya belum memahami agama dan Tuhan. Saya putuskan saya tidak percaya Tuhan. Sama halnya dengan saudara laki-laki dan perempuan, kita semua atheis," imbuhnya.
Sang ibu kerap kali membicarakan akan pemahaman Tuhan kepada ia dan saudara-saudaranya. Namun, ia tak pernah percaya keberadaan Tuhan. Terlebih, situasinya yang baru beranjak remaja justru mendapat perundungan sehingga makin tak mempercayai adanya Tuhan.
"Saat usia 12-13 tahun, saya tidak bahagia karena mendapat perundungan di sekolah. Saya merasa beda dengan orang lain dan merasa tidak dipahami. Saya tidak paham bagaimana mungkin ada Tuhan dengan keadaan dunia ini. Saya tidak mengerti ini dulu," jelasnya.
Selama mendapat perundungan, gadis itu merasa bahwa Tuhan tak menyelamatkannya sehingga ia tak percaya keberadaan-Nya. Ia merasa tak diselamatkan saat mendapat perundungan serta hal buruk lainnya.
"Saya tidak merasa damai dengan diriku. Semakin dewasa saya tidak berpikir tentang Tuhan. Saya hanya hidup untuk bekerja dan belajar. Dan saya sangat depresi di saat itu dan coba sembunyikan. Saya merasa hidup ini tak memiliki arti. Dan menunggu hidup ini berakhir. Merasa tidak ada kepentingan di dunia dan merasa kesepian," kenangnya.
Di saat terpuruk, gadis Islandia ini dipertemukan dengan seorang pria muslim usai selesai studi musim panas. Awalnya, mereka hanya mengobrol seputar kehidupan namun lambat laun gadis ini merasa terpanggil untuk mengenal Islam lebih dalam. Timbul perasaan damai menyertai, sehingga ia pun memutuskan menjadi mualaf.
"Hanya tahu hal-hal dasar seperti mereka solat 5 waktu dan puasa, tidak makan babi. Kita ngobrol. Awalnya tidak ngobrol banyak soal agama lalu kita ngobrol banyak soal agama. Jadi dia pria yang kenalkan saya pada islam. Saya mau belajar islam karena pikiran saya terbuka dan tidak merasa rugi. Dan saya lihat Islam cocok untukku," pungkasnya.