14 Fakta Menarik Ki Hajar Dewantara yang Jarang Diketahui

Ki Hajar Dewantara
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Ki Hajar Dewantara atau lebih dikenal dengan Bapak Pendidikan Nasional merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Lewat perjuangannya di bidang politik dan pendidikan inilah, kemudian pemerintah Republik Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan RI. Ada banyak fakta menarik dari sosok Ki Hajar Dewantara yang mungkin masih jarang kita ketahui. Simak fakta-faktanya berikut ini.

Peringatan Hardiknas 2024 Menag Yaqut Menegaskan Merdeka Belajar Harus Dilanjutkan

14 Fakta Ki Hajar Dewantara

1. Profil Ki Hajar Dewantara

Sosok Maria Montessori yang Menginsipirasi Ki Hajar Dewantara dalam Dunia Pendidikan

Bapak Pendidikan Nasional ini lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Nama Ki Hajar Dewantara ternyata bukanlah nama asli. Nama asli beliau yaitu Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Namun, pada tahun 1922 namanya menjadi Ki Hajar Dewantara hingga selanjutnya disingkat sebagai Soewardi atau KHD.

2. Melepas Gelar Bangsawan Demi Pendidikan Anak Indonesia

Google Mengajar Guru

Terlahir sebagai pria berdarah biru dengan gelar bangsawan dari Kadipaten Paku Alaman, Ki Hajar Dewantara lebih memilih keluar dari istana untuk berbaur dengan rakyat jelata. Di usia 40 tahun, pria bernama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat itu mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara dan tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan. 

3. Makna Nama Ki Hajar Dewantara

Nama Ki Hajar Dewantara memiliki makna yang mendalam. Ki adalah sebuah panggilan untuk orangtua yang dihormati dan diteladani. Sedangkan Hajar berarti guru dan Antara ialah dewa penghubung bumi dengan dunia yang lebih tinggi. Dengan nama barunya, Ki Hajar Dewantara makin aktif memajukan pendidikan bagi rakyat jelata.

4. Menciptakan Semboyan

Ki Hajar Dewantara memiliki semboyan yang sangat terkenal hingga sekarang. Semboyan itu berbunyi “Tut wuri handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso”. Di mana arti dari Ing Ngarso Sung Tulodo yaitu menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan. 

Ing Madyo Mbangun Karso, artinya seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Sedangkan Tut Wuri Handayani, seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Semboyan Tut Wuri Handayani ini kini menjadi slogan dari Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.

5. Menjadi Seorang Wartawan Karena Gemar Membaca

Ki Hajar Dewantara menamatkan pendidikan dasarnya di ELS, sekolah dasar Eropa atau Belanda khusus untuk kaum bangsawan. Ia pernah melanjutkan pendidikan ke STOVIA, sekolah dokter Bumiputera, namun tidak tamat. Selama mengenyam pendidikan, beliau gemar membaca buku. 

Ia sangat menyukai membaca buku-buku sastra, politik dan ekonomi. Pengetahuannya dan pemikirannya menjadi luas dan terbuka dengan dunia luar karena sering mendapatkan berbagai informasi. Kegemarannya itulah membuat ia tertarik menjadi wartawan. Tercatat ia pernah menjadi wartawan di sejumlah surat kabar, yaitu Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Karena hobi membacanya ini, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai wartawan andal dengan tulisan-tulisan kritis dan penuh kritikan. Salah satu tulisan pedas Ki Hajar Dewantara yaitu “Seandainya Aku Seorang Belanda” yang dimuat di harian De Express pada 13 Juli 1913. Tulisannya itu pun berhasil membuat pejabat Hindia Belanda kepanasan yang akhirnya ia dihukum dan diasingkan ke Belanda pada 1913.

6. Lekat Dengan Budaya

Ki Hajar Dewantara lahir di keluarga ningrat yang membuatnya lekat dengan kebudayaan. Sejak kecil, ia gemar dan menguasai beragam kesenian tradisional Jawa seperti seni tari, musik dan sastra. Menurutnya, budaya merupakan ujung tombak dan hal terpenting dalam pendidikan. Tak heran jika budaya menjadi hal utama yang selalu ia bawa dan tanamkan dalam pendidikan serta kehidupan sehari-hari.

Di sela-sela aktivitasnya sebagai wartawan dan aktivis, ia kerap memperkenalkan tari-tarian serta tembang Jawa tradisional kepada anak-anak muda Indonesia. Kecintaannya pada seni bisa terlihat dalam ornamen dalam rumahnya yang kini sudah menjadi Museum Dewantara Kirti Griya. Dalam museum, lukisan karya Affandi terpajang di dinding kamar sang anak. Tak hanya pintar menulis, Ki Hajar Dewantara juga jago main alat musik piano.

7. Jago Main Piano

Karena kecintaan dengan budaya, ia jago bermain alat music piano yang dibuktikan dengan adanya sebuah piano klasik mewah miliknya yang hingga kini tertampang rapi di Museum Dewantara Kirti Griya. Menurut salah seorang penjaga Museum tersebut, piano klasik berwarna coklat yang dipajang di Museum Dewantara Kirti Griya tersebut berasal dari Jerman. Ki Hajar Dewantara senang bermain piano di waktu luangnya sebagai wartawan dan aktivis. Kegiatan ini ia lakukan sebagai pelepas penat sekaligus untuk menghibur sang istri dan anak-anaknya.

8. Masuk Penjara Demi Memajukan Pendidikan Bangsa

Tak pernah kapok, meski dalam pengasingan di Belanda Ki Hajar Dewantara justru semakin bersemangat untuk memajukan pendidikan kaum pribumi. Ki Hajar Dewantara kembali bersekolah dan meraih ijazah Europeesche. Ki Hajar Dewantara pun kemudian mendirikan Kantor berita Indonesia (Indonesisch Pres Bureau) di Belanda pada tahun 1913.

Ki Hajar Dewantara juga bergabung di sejumlah organisasi para pelajar asal Indonesia dan mengajak mereka kembali ke Tanah Air untuk memajukan pendidikan. Kembali dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara makin berani untuk melawan pemerintahan Belanda melalui tulisan kritisnya. Selama berjuang memajukan pendidikan, ia kerap kali keluar masuk penjara. Baju tahanannya kini dipajang di Museum Dewantara Kirti Griya Yogyakarta.

9. Pendiri Taman Siswa

Berawal dari keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara akhirnya mulai berfikir untuk mengembangkan pendidikan yang layak bagi bumiputra. Ki Hajar Dewantara mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada 3 Juli 1922, yaitu Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. 

10. Organisasi yang Diikuti Ki Hajar Dewantara

Organisasi Budi Utomo berdiri pada tanggal 20 Mei 1908, sebagai organisasi sosial dan politik. Setelah organisasi Budi Utomo berdiri, kemudian ia tergabung di dalamnya. Di organisasi ini, ia berperan sebagai propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia.

Pada tahun 1912 Ki Hajar Dewantara diajak oleh Douwes Dekker ke Bandung untuk mengasuh Suratkabar Harian “De Express”. Douwess Dekker kemudian mengajak untuk mendirikan organisasi yang bernama Indische Partij yang terkenal, yaitu partai politik pertama yang berani mencantumkan tujuan ke arah “Indonesia Merdeka”.

Selanjutnya pada Juli 1913 Ki Hajar Dewantara bersama dr. Cipto Mangunkusumo di Bandung, mendirikan “Comite Tot Herdenking van Nederlandsch Honderdjarige Vrijheid”, dalam bahasa Indonesia disingkat Komite Bumi Putera, yakni Panitia untuk memperingati 100 tahun Kemerdekaan Belanda. Komite tersebut bertujuan untuk memprotes akan adanya peringatan 100 tahun Kemerdekaan Belanda, dari penjajahan Perancis yang diadakan pada 15 Nopember 1913.

11. Dianugerahi sebagai Bapak Pendidikan Nasional

Pada tahun 1959, Ki Hajar Dewantara dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Indonesia karena jasa-jasanya yang telah memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Maka tak heran jika setiap tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional karena ingin merayakan dan memperingati hari lahirnya “Sang Bapak Pendidikan Indonesia”. 

12. Ditolak Karena Penghargaan Sebagai Bapak Pendidikan Nasional

Setelah penetapan sebagai Bapak Pendidikan Nasional, pemerintah pun mulai memperingati Hari Pendidikan Nasional setiap tahun. Biasanya, pihak-pihak lembaga yang terkait dengan pendidikan mulai mengadakan serangkaian acara termasuk lomba.

Presiden Soeharto juga menekankan pentingnya merayakan Hari Pendidikan Nasional untuk menyatakan penghargaan pada perjuangan Ki Hajar Dewantara. Namun, pada masa Orde Baru, ada beberapa pihak yang merasa keberatan dengan perayaan tersebut.

Presidium Pusat KAGI dan PB PGRI menolak perayaan itu. Mereka berpendapat bahwa Ki Hajar Dewantara bukanlah satu-satunya tokoh pendidikan nasional di Indonesia. Masih ada tokoh lain yang mempunyai andil dalam sistem pendidikan di Indonesia. 

13. Dibuang ke Belanda

Akibat pemikirannya yang revolusioner terhadap pemerintahan kolonial, ia menjadi sorotan pemerintah Hindia Belanda waktu itu. Akhirnya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan pada 18 Agustus 1913 untuk mengasingkan Ki Hajar Dewantara ke Belanda. Ia menjalani masa pembuangan selama enam tahun. Pada 6 September 1919 akhirnya ia kembali ke Indonesia.

14. Menjadi Menteri Pengajaran Indonesia Pertama

Pada kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia pertama. Pada tahun 1957, ia pun mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya