Kisah Perjalanan WNA Cari Jati Diri di Jakarta
- Ist.
VIVA – Novel fiksi bertajuk She Smells of Turmeric besutan Natasha Sondakh ini bercerita tentang seorang gadis keturunan Indonesia, Cecilia Poetry, sebagai tokoh utama yang hidup di Amerika. Namun, tak lama memutuskan untuk pindah ke Jakarta, demi mencari jati dirinya. Bagaimana keseruannya?
Berawal dari kematian sang ayah yang keturunan Indonesia, Cecilia memutuskan pindah ke Jakarta. Keputusan ini didorong oleh keinginan untuk mengenang dan melihat langsung keindahan Indonesia yang selalu diceritakan sang ayah semasa hidupnya. Saat menginjakkan kaki di Indonesia maka dimulailah petualangan Cecilia dalam pencarian nilai-nilai asli Indonesia dan juga jati dirinya.
Natasha Sondakh mengungkapkan bahwa ini adalah karya novel pertamanya. Ia membutuhkan waktu selama 4 bulan untuk menyusun serpihan-serpihan pemikirannya yang ia tulis dalam kertas-kertas kecil lalu mengembangkan ceritanya untuk menjadi sebuah novel.
“Buku fiksi ini terinspirasi dari kehidupan nyata, apakah itu tempat yang pernah saya datangi di Jakarta atau pernah didatangi oleh teman-teman,” kata dia, dalam keterangan persnya, Jumat 18 Juni 2021.
Ia mengatakan, hadirnya buku ini sebagai upaya Natasha untuk mendekatkan Indonesia ke dunia sastra Barat. “Kurangnya representasi dan pengetahuan tentang Indonesia yang berujung banyak dari kita menjadi sasaran mikroagresi, stereotip, dan sikap merendahkan ketika berada di luar negeri. Hal ini karena ketidaktahuan mereka akan kompleksnya kehidupan di Indonesia,” lanjutnya.
Dan setiap sosok yang berusaha dimunculkan oleh Natasha dalam novelnya ini memiliki karakter sendiri dan berbeda. Menurutnya, ia mencoba untuk menjaganya senyata mungkin karena buku ini merupakan pandangan WNA ke kehidupan dari orang Indonesia.
Menggandeng New Degree Press yang beralamat di kota Washington, DC, Amerika, “She Smells of Turmeric” telah terbit perdana di Amerika Serikat dalam Bahasa Inggris pada 30 April 2021 lalu. Setidaknya 450 eksemplar buku telah laku terjual dan buku tersedia pula dalam bentuk digital dan cetak. Untuk pasar Indonesia, “She Smells of Turmeric” telah hadir di beberapa toko buku seperti Kinokuniya dan Books N Beyond.
Tentang kesempurnaan dan pencarian jati diri
Percampuran budaya dalam kehidupan seorang individu menjadi hal yang sangat umum terjadi di tengah era globalisasi. Individu-individu ini pun terpanggil untuk menemukan jati dirinya dan keinginan itu semakin menguat tak sanggup untuk diredam. Bagian dari identitas mereka yang membuat mereka otentik seakan begitu mendesak untuk ditemukan. Hal inilah yang berusaha dijawab oleh Natasha yang kemudian tertuang dalam buku ini.
Natasha pun tergerak untuk menantang gagasan universal tentang kesempurnaan dan mendorong orang untuk mencintai diri mereka sendiri terlepas dari standar dunia. Dan iapun akan menemani bagi siapa saja untuk menjelajahi persimpangan identitas.
Dalam novel fiksi ini juga diceritakan bagaimana Cecilia Poetry harus bertahan dalam menghadapi suatu keadaan yang sangat berbeda di negara baru dengan modal identitas yang dimilikinya sosial, kekeluargaan, dan profesionalnya.
“She Smells of Turmeric” mengundang setiap pembaca untuk bergabung dengan Cecilia dalam perjalanannya untuk menemukan dan mencintai dirinya sendiri saat dia menavigasi apa artinya menjadi orang Indonesia dan apa artinya menjadi manusia.
Di tengah pencarian jati dirinya, karakter utama juga menghadapi berbagai pengalaman pelik dalam proses pendewasaan dan juga cinta. Kisah dan intrik-intrik serta plot yang meruncing dalam novel yang terdiri atas 28 bab ini akan menarik pembaca untuk ikut menerka jawabannya. Buku ini juga memamerkan 12 foto tempat-tempat di sekitar kota Jakarta oleh Summertime Studios dan sebuah glosarium kosakata Bahasa Indonesia untuk pembaca WNA. Foto dan kosakata tersebut telah ditampilkan dalam naskah novel “She Smells of Turmeric.”
Melalui novel ini, Natasha berharap agar orang-orang lebih ramah pada diri mereka sendiri dan orang lain karena pada akhirnya semua begitu sempurna dan dicintai dengan cara masing-masing. “Saya juga ingin pembaca saya memahami bahwa orang-orang begitu dinamis, yang berarti bahwa kenyataan tidak selalu dangkal seperti yang terlihat. Jadi teruslah tumbuh, tetap berpikiran terbuka, dan selalu berlatih empati, baik itu terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri,” kata dia.