Menguak Fakta Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

RA Kartini.
Sumber :
  • Tropenmuseum

VIVA – Hari ini, Rabu, 21 April 2021 diperingati sebagai Hari Kartini. Sejarahnya diperingati untuk mengenang sosok pahlawan wanita bernama Raden Adjeng Kartini atau biasa dikenal sebagai RA Kartini.

Aktif memperjuangkan hak-hak perempuan, RA Kartini dikenal sebagai sosok emansipasi wanita. Dia juga disebut-sebut sebagai pelopor kebangkitan perempuan.

Sosok Kartini pun tidak bisa lepas dari sebuah karya berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan kumpulan surat-surat yang ditulis Kartini. Berikut ini sejumlah fakta mengenai buku Habislah Gelap Terbitlah Terang.

1. Berisikan surat surat R.A. Kartini

Setelah Kartini wafat, Jacques Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.

2. Hanya memuat 87 surat R.A Kartini

Surat-surat Kartini diketahui pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. 

Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. 

Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. 

3. Diterjemahkan Sulastin Sutrisno

Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. 

Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun terbit. Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya.

Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah: "Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa". Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia. Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht.

4. Diterjemahkan oleh Joost Cote

Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 oleh Joost Cote. Tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon dia juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. 

Semangat Kartini, Kesetaraan dan Pemberdayaan Perempuan Terus Didorong

Pada buku terjemahan Joost Cote, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap. 

5. Isi surat R.A Kartini

Maknai Semangat RA Kartini, Shandy Purnamasari: Perempuan Tak Cuma Jadi Istri dan Ibu

Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Selain itu, surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. 

6. Menginspirasi W.R Supratman

Cara Taspen Perkuat Srikandi Jadi Penggerak Finansial

Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul "Ibu Kita Kartini". Lagu tersebut menggambarkan inti perjuangan wanita untuk merdeka.

7. Terungkap Kartini ingin bersekolah di Eropa

Dalam surat yang dikirimkan Kartini, terungkap keinginannya untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa. Namun sayangnya, hal itu dibatalkannya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.

Saat berusia 24 tahun, R.A. Kartini juga sempat berniat melanjutkan studi menjadi guru di Betawi namun sayangnya hal itu pupus lantaran dia harus menikah. Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.Hal ini terungkap dari surat yang dikirimkannya kepada Nyonya Abendanon. 

"...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..."

8. Kontroversi surat-surat Kartini

Ada sejumlah kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Hal ini lantaran mereka menduga, J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. 

Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya