6 Fakta RA Kartini, Pejuang Wanita yang Meninggal di Usia Muda
- Tropenmuseum
VIVA – Hari ini, Rabu, 21 April 2021 diperingati sebagai Hari Kartini. Sejarahnya diperingati untuk mengenang sosok pahlawan wanita bernama Raden Adjeng Kartini atau biasa dikenal sebagai RA Kartini.
Aktif memperjuangkan hak-hak perempuan, RA Kartini dikenal sebagai sosok emansipasi wanita. Dia juga disebut-sebut sebagai pelopor kebangkitan perempuan.
Untuk mengenang perjuangannya, berikut beberapa fakta tentang RA Kartini, dihimpun VIVA dari berbagai sumber.
1. Lahir di Jepara
RA Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara. Dia adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari semua saudara sekandung, Kartini merupakan anak perempuan tertua.
2. Berasal dari keluarga bangsawan
Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ayahnya adalah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.
Sementara ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Kartini merupakan putri dari istri pertama tapi bukan istri utama.
3. Pintar bahasa Belanda
Berasal dari keluarga bangsawan, membuat RA Kartini diperbolehkan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) hingga usia 12 tahun. Dari sinilah awal mula Kartini belajar bahasa Belanda. Namun, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Setelah mahir berbahasa Belanda, Kartini mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.
4. Ingin memajukan perempuan pribumi
Berawal dari kegemarannya menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda, Kartini jadi tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa.
Dari situlah timbul keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
5. Membuat buku Habis Gelap Terbitlah Terang
Setelah Kartini wafat, Jacques Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan RA Kartini pada teman-temannya di Eropa.
Buku tersebut diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya 'Dari Kegelapan Menuju Cahaya'. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911, yang dicetak sebanyak lima kali dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Kemudian pada tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru.
6. Meninggal di usia muda
RA Kartini meninggal pada 17 September 1904. Ia meninggal di Rembang dengan usia yang masih sangat muda, yaitu 25 tahun. Kartini meninggal pasca melahirkan, tepatnya 4 hari setelah melahirkan.
Namun, kematiannya yang mendadak menimbulkan spekulasi negatif bagi sebagian kalangan. Ketika Kartini mengandung bahkan sampai melahirkan, dia tampak sehat. Hal inilah yang menimbulkan kecurigaan.
Efatino Febriana, dalam bukunya, Kartini Mati Dibunuh, mencoba menggali fakta-fakta yang ada tentang kematian Kartini. Bahkan dalam akhir bukunya, Efatino Febriana berkesimpulan, kalau Kartini meninggal karena sudah direncanakan.
Demikian pula Sitisoemandari dalam buku Kartini, Sebuah Biografi, menduga bahwa Kartini meninggal akibat permainan jahat Belanda, yang menginginkan Kartini bungkam dari pemikiran-pemikiran majunya yang ternyata berwawasan kebangsaan.