Mengenal Tradisi Seram Harakiri, Usus Terburai Hingga Penggal Kepala
- imdb.com
VIVA – Jepang dikenal tak melulu soal statusnya sebagai negara maju. Banyak tradisi di Jepang yang juga dikenal luas di seantero penjuru dunia, salah satunya Harakiri. Tak heran jika orang Jepang sangat ditakuti dalam lembaran sejarah dunia.
Mulai dari cerita ksatria Samurai hingga aksi bom bunuh diri lebih dari 4.000 pilot pesawat tempur yang tergabung dalam kesatuan Kamikaze di penghujung Perang Dunia II. Catatan sejarah yang menempatkan Jepang sebagai negara dengan tradisi menakutkan.
Nah, kali ini redaksi VIVA.co.id mencoba kembali mengangkat soal tradisi atau ritual orang Jepang yang sempat membuat dunia merinding. Harakiri atau ada yang menyebutknya dengan Seppuku semakin dikenal luas pada era restorasi Meiji tahun 1868.
Baca juga: Budaya Mundur Jabatan di Jepang, Mending Mati Harakiri Dibanding Malu
Ya, dari asal kata Harakiri cukup menggambarkan ritual mengerikan dari Jepang ini. Hara sendiri berarti perut, sedangkan Kiri dari kata Kuru berarti menusuk atau memotong. Lengkapnya Harakiri adalah ritual bunuh diri dengan mengeluarkan isi perut sendiri.
Dilansir dari berbagai sumber, termasuk wikipedia, ritual ini awalnya dipopulerkan kaum ksatria Samurai tempo dulu di Jepang. Aksi belah perut sendiri ini dilakukan sebagai ritual para samurai Jepang untuk mengembalikan kehormatan keluarganya.
Aksi Harakiri atau Seppuku juga dikenal sebagai bentuk hukuman mati atas sebuah kesalahan atau kelalaian para samurai Jepang. Singkatnya, lebih baik mati dibanding harus menanggung malu seumur hidupnya.
Bahkan aksi Seppuku ini juga menjadi tradisi para istri pejuang samurai tempo dulu. Hanya saja, tradisi para istri pejuang Samurai ini biasa disebut dengan Jigai, ritual dengan cara memotong lehernya agar cepat mati.
Orang pertama yang melakukan Seppuku atau Harakiri
Dari berbagai literatur yang ada saat ini, Seppuku atau Harakiri pertama yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh Minamoto No Yorimasa pada tahun 1180. Yorimasa tercatat dalam sejarah sebagai seorang penyair kenamaan yang telah melayani 8 kaisar berbeda.
Selain sebagai penyair, Yorimasa juga memimpin klan Minamoto di awal Perang Genpei yang saat itu memaksanya berhadapan dengan klan Taira, klan yang sempat menjadi sekutunya dalam beberapa tahun. Bertahun-tahun dua klan ini bermusuhan.
Puncaknya, pada tahun 1180 klan Minamoto yang dipimpin Yorimasa harus menelan kekalahan dari klan Taira. Kejadian ini yang memicu Yorimasa melakukan Seppuku dan tercatat sebagai aksi bunuh diri terhormat pertama yang tercatat dalam berbagai literatur.
Namun banyak juga yang menyebut bahwa sebelum Yorimasa, aksi Seppuku atau Harakiri ini juga telah dilakukan pendahulunya di klan Minamoto. Sosok Minamoto no Tametomo dikabarkan juga melakukan aksi serupa di tahun 1170, atau 10 tahun sebelum Yorimasa.
Ritual mengerikan Seppuku atau Harakiri
Berbicara prosesi, ritual mengerikan dari Jepang ini juga membutuhkan persiapan laiaknya ritual lain seperti acara pernikahan. Butuh waktu berbulan-bulan untuk persiapannya.
Tradisi yang sebenarnya mulai dilarang dilakukan di Jepang sejak tahun 1868 ini tak sekedar hanya menancapkan pisau ke dalam perut. Ada aturannya dan pantangannya.
Mulai dari pisau atau belati yang digunakan hingga algojo yang ditugaskan untuk memenggal kepala untuk mempercepat kematian.
Pisau atau belati yang di Jepang disebut dengan Wakizazhi atau Tanto ini punya ukuran 30 hingga 60 sentimeter. Dalam ritualnya, pisau ini diletakkan di lantai dengan dibungkus kertas atau kain putih. Pisau tersebut ditusukan keperut (6 cm di bawah pusar) yang disebut Tanden.
Menurut ajaran Zen, posisi itu menjadi pusatnya Chi atau jiwa manusia. Setelah menusuk perutnya, pelaku Harakiri akan menggerakkan pisaunya ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah hingga ususnya terburai.
Baru sang algojo yang juga populer disebut Kaishaku-Nin akan menjalankan tugasnya dengan memenggal kepala orang yang melakukan Seppuku. Tujuannya tentu akan cepat mati.
Yang tak kalah menarik, seseorang yang melakukan harakiri juga dilarang mengeluh, menggerang, mengaduh ataupun memperlihatkan wajah nyeri ataupun takut apalagi mohon ampun. Ia harus mati dengan tabah dan gagah laiaknya seorang ksatria Jepang.