Sebelum Virus Corona, Warga China Hobi Ternak dan Konsumsi Tikus Besar

Tikus bambu yang dikembangbiakan warga China
Sumber :
  • Rex Features

VIVA – Sebelum virus corona jenis baru ditemukan di kota Wuhan, China, akhir 2019 lalu, warga Negeri Tirai Bambu itu diketahui banyak mengembangbiakkan tikus ukuran sangat besar untuk dikonsumsi. Tikus-tikus itu mereka yakini sangat bernutrisi sehingga layak untuk sering dikonsumsi.

Bahkan saking dinilai bergizi, para pengguna internet mengutarakan '100 alasan untuk memakannya'. Hal itu terjadi setelah sejumlah video orang-orang yang mengembangbiakkan dan memasak tikus tersebut menjadi populer di dunia maya.

Dikutip dari laman The Sun, para peternak telah mengembangbiakkan tikus bambu China, yang diyakini menjadi pembawa virus corona, dan para juru masak memasaknya dalam berbagai cara berbeda sebelum terjadi pandemi COVID-19.

Tikus-tikus superbesar ini bisa memiliki berat 5 kilogram dan tumbuh hingga 45 centimeter. Menurut pengobatan tradisional China, daging tikus itu bisa membersihkan racun di dalam tubuh manusia dan meningkatkan fungsi perut dan limpa.

Diyakini bahwa mengonsumsi tikus bambu sudah menjadi hal yang biasa pada masa Dinasti Zhou. Tikus-tikus itu menjadi cukup populer di China pada tahun 2018 ketika dua pemuda mulai mengunggah video mereka mengembangbiakkan tikus tersebut.

Dalam videonya, mereka menunjukkan bagaimana mengembangbiakkan, memotong, dan memasak hewan itu. 

Menurut sebuah forum untuk para peternak tikus, tikus bambu bisa dihargai hingga 1.000 yuan atau sekitar Rp2,2 juta untuk dua ekor tikus yang masih hidup. Tapi, jika sudah dipotong dan dipanggang bisa dijual dengan harga 280 yuan atau sekitar Rp617.000.

Sejak pandemi virus corona muncul pertama kali di Wuhan, para ahli telah mencoba mengidentifikasi sumber dari virus itu. Banyak yang meyakini bahwa virus itu berasal dari binatang liar yang dijual sebagai makanan. Beberapa pakar pernah menyebut kelelawar, ular, atau trenggiling sebagai sumber virus.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Dr Zhong Nanshan, ahli epidemiologi terkemuka China, mengatakan bahwa epidemi itu kemungkinan berkaitan dengan konsumsi tikus bambu atau musang. Pada Februari, komite legislatif tertinggi China melarang semua jual beli dan konsumsi hewan liar setelah merebaknya COVID-19.

Saat ini, diyakini ada sekitar 25 juta tikus bambu yang berada di berbagai peternakan di China. Menurut laporan China News Weekly, provinsi selatan China, Guangxi dipercaya memiliki stok 18 juta tikus, menyumbang 70 persen jumlah dari seluruh negara itu.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih
Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan

Impor Ilegal Dituding Jadi Biang Kerok PHK Ratusan Ribu Buruh Tekstil, Wamenaker Buka Suara

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyoroti keluhan dari pihak Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI), soal PHK buruh karena impor ilegal.

img_title
VIVA.co.id
20 Desember 2024