Cerita Pilu Putri Dokter yang Meninggal Akibat COVID-19
- Twitter IDI
VIVA – Setelah Dokter Hadio Ali, Dokter Djoko Judodjoko, Dokter Laurentius, Dokter Adi Mirsaputra, Dokter Ucok Martin, dan Dokter Toni D Silitonga, kini giliran Guru Besar Epidemologi FKM Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, yang meregang nyawa akibat berjuang menangani pasien virus corona.
Anggota IDI Jakarta Timur itu dilaporkan meninggal dunia pada Senin, 23 Maret 2020 di rumah sakit Persahabatan, Jakarta Timur, pada pukul 08.30 WIB.
Meski penyebab kematian dokter Bambang tidak disebutkan, namun melalui akun Instagram, sang putri yang juga berprofesi sebagai dokter, Leonita Triwachyuni AS, MD, turut mencurahkan isi hatinya sepeninggal sang ayah.
Melalui Instagram Story, Leonita memprotes orang-orang yang mengabaikan bahkan menjadikan lelucon imbauan pemerintah untuk berdiam diri rumah guna memutus penyebaran COVID-19. Karena hal itulah yang menjadi air mata bagi keluarga Leonita.
"Ya memang, ayah saya bisa dibilang bandel, disuruh jangan praktek bilangnya kasian orang dari jauh. Ternyata pasien yang dibilang kasian itu adalah suspek COVID dengan rontgen paru2 uda putih semua. Pasien tersebut yang pulang paksa dari RS Bintaro karena ini dan itu," tulisnya dalam akun @nonznonz mengawali ceritanya, dikutip VIVA, Senin 23 Maret 2020.
Lebih lanjut Leonita bercerita, efeknya sang ayah mengalami demam dan sesak napas. Padahal, dokter Bambang dikenal sebagai orang yang tidak pernah mengeluh.
"Patah kaki aja masih jalan, batuk2 masih ngajar dari rumah. Jadi ketika mengeluh sesak, itu ga main2. Dibawa ke RS, sesak ga membaik, saturasi terus turun, RJP, intubasi dan meninggal," lanjut Leonita.
Wanita itu mengungkapkan, ia hanya ingin meminta tolong, bagi yang punya pilihan untuk #dirumahaja agar bisa patuh. Dan bagi pasien positif virus corona yang sudah ada di rumah sakit, jangan memaksa untuk pulang.
"Yang menyedihkan buat pasien suspek covid adalah meninggal sendirian, sesak sendirian. Mau minta tolong? ga ada perawat berjaga, ruangan isolasi tertutup, keluarga ga bisa lihat. Tahu apa yg papa lakukan pas sesak tadi malam? telepon anak dan menantunya, minta tolong. Saya sampai menelpon rs utk kasih tau, karena keluarga ga bisa masuk," kata dia.
Leonita juga memohon jika kamu masih menghargai hidupmu, masih memiliki keluarga yang kalian kasihi, jangan menambah penyebaran virus. Dan tujuan ia mengatakan semua ini, bukan semata-mata untuk menakut-nakuti.
"Sungguh bukannya mau nakut2in tapi kalian bayangkan kalo keluarga kalian sesak nafas dan telepon2 kalian sambil minta tolong karena sesak, gimana perasaan kalian? Ato kalo kalian sendiri akhirnya tumbang karena covid dan diisolasi, sendirian, sesak juga dinikmati sendirian, gimana perasaan kalian?" tuturnya.
Ia juga terang-terangan mengatakan kalau dirinya marah, sebab masih banyak orang-orang yang egois yang tidak patuh dan akhirnya menularkan virus pada keluarga Leonita. Bahkan, profesinya sebagai dokter terpaksa membuatnya tidak bisa pulang, karena dia takut keluarganya terpapar COVID-19.
"Jujur saya 2 minggu ini bahkan ga pulang, takut ketemu orang tua, kenapa? karena saya kerja di RS, dan saya paham betul di rumah saya ada 2 orang berusia di atas 60 tahun yg harus dilindungi. Saya ga punya pilihan untuk #dirumahaja karena saya masih jaga. Saya ga dapat jatah swab dari RS karena terbatas. Ya saya telan aja sendiri semuanya," tutup Leonita.