Umbi Langka Bunga Bangkai Raksasa Bermanfaat untuk Diet Kolesterol

Bunga Bangkai
Sumber :
  • VIVA/ Muhammad AR/ Bogor

VIVA – Bunga Amorphophallus titanum atau umum dikenal di Indonesia bernama bunga bangkai termasuk suku talas-talasan (Araceae) sehingga memiliki umbi. Umbinya juga berukuran raksasa. Beratnya yang dapat mencapai 117 kilogram itu ternyata kaya manfaat dapat menjadi makanan diet kolestrol.

Sudah Jaga Pola Makan, Kok Tekanan Darah dan Kolesterol Masih Tinggi? Ini Sebabnya!

"LIPI saat ini telah meneliti kandungan umbi bunga bangkai. Umbinya bermanfaat karena kandungan glucomannan yang memiliki kegunaan sebagai zat pengental, jelly kaya serat (dietary fibers) dan suplemen untuk diet kolesterol, gula darah, dan agen control berat badan,” kata Peneliti bunga bangkai Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI, Dian Latifah kepada wartawan, saat acara Bunga Bangkai Mekar di Kebun Raya Bogor, Sabtu 4 Januari 2020.

Dian menjelaskan, Amorphophallus titanum sendiri masuk dalam kategori tumbuhan langka berdasarkan klasifikasi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan keberadaannya dilindungi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999.

Kolesterol Adalah Lemak Penting yang Bermanfaat untuk Tubuh, Asalkan...

Baca Juga: Sebelum Meninggal Mantan Istri Sule Sempat Dirawat Akibat Penyakit Lambung

Oleh karennya, kata Dian, berdasarkan penelitian yang dilakukan Poerba dan Yuzammi (2008), kelestariannya memerlukan bantuan manusia dalam bentuk pembibitan massal dan cepat, misalnya kultur jaringan, dan diikuti reintroduksi di alam.

Skrining Kesehatan Bisa Deteksi Diabetes Hingga Kolesterol Tinggi, Harus Cek Berapa Bulan Sekali?

"Konservasi yang kita lakukan secara eksitu proses mekarnya. Secara sejarahnya ditemukanya pertama kali oleh Kebun Raya Bogor oleh Odoardo Beccari seorang ahli botani Italia pada tahun 1878, di Lembah Anai, atas kegiatan Kebun Raya Bogor ke daerah Bengkulu, dan kemudian berlanjut melakukan upaya konservasi eksitu pertama kali tahun 1915 di Kebun Raya Bogor," katanya.

Usia bunga dengan nama Kibut ini dipamerkan dalam proses mekar 54 hari dan akan kembali layu sepekan ke depan. Bunga raksasa ini memiliki tinggi 194 cm, diameter 115 cm, sementara umbi hanya seukuran 12,8 kilogram.

"Kecil ya. Jadinya di bawah dua meter, paling tinggi di sini dua meter dengan umbi sekitar 20 kilo, tahun 2011, dan 2012. Iya karena memang agak sulit tadi, harus bisa menyesuaikan dengan mikroklimat, dan tanah di sini," jelas Dian.

Baca Juga: Al Quran Tetap Bersih Padahal Ditemukan di Tengah Banjir

Setiap enam bulan sekali, umbi diangkat untuk dilihat, adakah hama penyakitnya atau tidak. Setelah itu, tanaman ini akan digemburkan kembali. "Kita jaga porositasnya lagi, kita tambah dengan pasir. Satu banding satu lah dengan tanah, kemudian kita tambahkan Inteksisida atau fungisida untuk mencegah hama penyakitnya. Saat ini ada dua tanaman dewasa dan lima buah tanaman berusia enam tahun.

"Ini yang tertinggal sejak 1915, ada yang mati. Kemudian kita ganti lagi, kita bawa lagi dari hutan kita kerja sama daerah Kebun Raya Liwa.”

Dian Latifah menjelaskan Amorphophallus titanum berbeda dengan Rafflesia meski keduanya dikenal masyarakat dengan sebutan bunga bangkai.

“Rafflesia merupakan tumbuhan parasit dengan pohon inang Tetrastigma spp atau anggur hutan,” ujar Dian.

Dian menjelaskan, Amorphophallus titanum memiliki fase daun dan fase bunga yang tidak bersamaan. “Fase daun dapat mencapai satu sampai dua tahun. Setelah itu umbi akan memasuki masa istirahat atau dorman yang bisa lebih dari satu setengah tahun, kemudian berbunga,” ujar Dian.

Dian juga menjelaskan, perbungaan Amorphophallus titanum merupakan sekelompok bunga kecil jantan dan betina yang menempel di bagian dasar tongkol.

“Tongkol atau spadiks yang berwarna kuning dikelilingi oleh seludang (daun pelindung) bunga yang berwarna merah keunguan. Tinggi spadiks dapat mencapai tiga meter menjadikan Amorphophallus titanum dijuluki Bunga Raksasa,” ujar Dian.

Dian menjelaskan, bunga jantan dan betina tidak masak bersamaan. “Bunga betina masak di malam hari dan mengeluarkan bau busuk seperti bangkai. Pada proses ini terjadi peningkatan suhu di bagian tongkolnya sehingga kadang- kadang dapat mengeluarkan asap,” papar Dian.

Sementara bunga jantan, tambah Dian, masak keesokan harinya. “Secara alami bunga bangkai sulit menyerbuk sendiri. Penyerbukan dapat terjadi dengan bantuan serangga penyerbuk atau manusia,” terangnya.

Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI, R. Hendrian menambahkan, Bunga bangkai merupakan tumbuhan asli Indonesia. Populasinya hanya ditemukan di hutan-hutan Sumatera. Saat ini habitatnya di alam banyak mendapat tekanan dan gangguan dari pengambilan ilegal di hutan, kerusakan habitat, dan penurunan jumlah serangga penyerbuk serta binatang penebar biji.

Kegiatan konservasi dan penelitian yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya berperan penting dalam mengupayakan pembudidayaan bunga bangkai untuk pemanfaatan berkelanjutan dan kelestariannya.

“Umbi dari individu yang akan mekar ini diperoleh dari kerjasama LIPI dengan Kebun Raya Liwa, Lampung,” kata Hendrian.

Hendrian menjelaskan, konservasi jenis-jenis tumbuhan terancam di Indonesia akan menjadi salah satu fokus utama kegiatan penelitian LIPI di tahun ini. “Beberapa kegiatan eksplorasi juga akan dilakukan untuk meningkatkan secara signifikan jumlah jenis tumbuhan terancam yang terkonservasi secara ex-situ di Kebun Raya Indonesia,” terangnya.

Dirinya menambahkan, fasilitas penelitian di Kebun Raya Bogor terus dioptimalisasi dan direvitalisasi. “Awal tahun ini pembangunan rumah kaca dan laboratorium anggrek segera dimulai," kata Hendrian.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya