Bikin Tekor Tiap Bulan, Ini Tips Siasati Kebiasaan Belanja Receh
- Pixabay
VIVA – Pernah dengar istilah latte factor? David Bach, penulis buku Finish Rich sekaligus motivator keuangan di Amerika Serikat, mencetuskan istilah latte factor, yaitu kebiasaan kecil tetapi rutin menghabiskan penghasilan.Â
Istilah latte ini sebenarnya dimaksudkan untuk mengkritik kebiasaan masyarakat kota besar yang kerap menghabiskan waktu dan uang untuk menyeruput kopi di kafe atau restoran.Â
Istilah Latte factor sebenarnya tidak hanya soal ngafe atau minum kopi saja. Tetapi relevan juga untuk pengeluaran kecil lainnya, seperti beli air mineral kemasan, persediaan camilan, belanja online, menonton bioskop, dan lain-lain.Â
Setelah mengetahui apa saja pengeluaran latte factor, selanjutnya adalah menghitung berapa banyak uang yang telah kamu keluarkan untuk latte factor ini. Biasanya, tidak terlalu dipikirkan karena hanya hitungan receh. Apalagi, kalau penghasilan cukup besar dan belum punya tanggungan.Â
Tetapi, jika kebiasaan ini dibiarkan, tanpa disadari total pengeluaran bisa sangat besar. Coba kita hitung dengan cara sederhana. Anggap saja kopi kekinian yang termurah harganya Rp18 ribu. Karena ukuranya kecil rasanya perlu beli lagi untuk minum sore. Berarti, sudah Rp36 ribu keluar dari kocekmu.Â
Barista kadang menawarkan ekstra shot hanya Rp5 ribu saja. Jumlah uang yang dikeluarkan sudah Rp41 ribu. Masih angka yang kecil? Kalau begitu, kita beli camilan sore sebagai teman minum kopi. Kalau kemarin sudah beli donat Rp10 ribu, sekarang menu pisang goreng kekinian harganya lebih murah Rp8 ribu.Â
Kita beli dua karena satu tidak cukup. Uang yang sudah kita keluarkan Rp57 ribu. Untuk membelinya, manfaatkan jasa ojek online, toh biaya delivery hanya Rp7 ribu. Jadi total hari ini Rp64 ribu. Angka ini kecil bagi milenial yang sudah sukses berkarier.Â
Jumlah rupiah hari ini belum termasuk transport dan makan. Anggap saja naik taksi Rp100 ribu dan makan sehari Rp80 ribu. Berarti total pengeluaran Rp244 ribu. Apakah kamu masih menganggap ini angka yang kecil karena sebulan hanya keluar sekitar Rp4.880 ribu?Â
Angka ini tidak selalu sama setiap harinya. Ditambah lagi bagi yang memiliki cicilan KPR atau KPA, bisa jadi sepuluh juta habis begitu saja. Mereka yang peduli pada hari esok akan menyisihkan uang tidak sekadar untuk ditabung tetapi juga melengkapi diri dengan asuransi lalu berinvestasi. Jika pengeluaran latte factor dikurangi, tentu bisa membantu kamu mendapatkan hari esok yang lebih baik.
Chief Agency Officer Sequis, Franky Nayoan, mengatakan bahwa usia milenial adalah usia terbaik membeli asuransi karena biaya premi masih terjangkau dan memiliki kemampuan membayar di jangka panjang.Â
"Daripada uangmu habis sia-sia hanya untuk latte factor, lebih baik digunakan untuk asuransi jiwa dan kesehatan," ujarnya melalui rilis yang diterima VIVA, Kamis 17 Oktober 2019.Â
Salah satu perusahaan asuransi bahkan ada yang menyediakan perlindungan komplet, mencakup kesehatan, mental, kecelakaan, disabilitas, penyakit kritis, dan jiwa, termasuk perlindungan gangguan mental Obsessive Compulsive Disorder (OCD), bipolar, dan skizofrenia.
Jika belum tertarik menggunakan asuransi, uang yang kamu sisihkan dari kebiasaan latte factor bisa ditabung atau dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih bermanfaat.