Kisah Imigran Muslim Jadi Wali Kota hingga Anggota Parlemen Eropa
Penampilan Magid Magid tak seperti politisi kebanyakan. Ia mengenakan kaus oblong, sepatu bot warna hijau, dan topi warna kuning menyala. Tak heran, dengan penampilan seperti ini, ia ditolak masuk di hari pertama sebagai anggota Parlemen Eropa.
"Saya sadar saya berbeda (dengan kebanyakan politisi lain). Saya tak punya cara untuk menyembunyikan identitas. Saya berkulit hitam dan nama saya Magid. Saya tak akan menyesuaikan diri (menjadi anggota Parlemen Eropa)," demikian jawaban Magid setelah ia tak dibolehkan masuk ke kompleks parlemen.
Parlemen Eropa membantah staf "mengusir" Magid. Magid sendiri meyakini orang yang mengusirnya adalah "pegawai Parlemen Eropa".
Seperti itulah gaya Magid, ia selalu berbicara lugas, ke pokok persoalan, dan tak mencoba menutup-nutupi perasaan. Ia mengatakan insiden yang menimpa dirinya mencerminkan pandangan publik tentang apa yang mereka bayangkan sebagai politisi di Eropa: berkulit putih dan berjas rapi.
Pendapatnya bisa dipahami karena dari 751 anggota Parlemen Eropa, yang berkulit hitam seperti dirinya kurang dari 12 orang.
Bagi warga Sheffield, Inggris, Magid dan pernyataannya yang lugas bukan hal yang aneh. Di Sheffield inilah ia menjadi wali kota selama satu tahun, sebelum terpilih sebagai anggota Parlemen Eropa dalam pemilihan pada Mei lalu.
Bagaimana anak dari imigran Muslim asal Somalia ini menjadi politisi populer di Inggris?