Kisah di Balik Karya I Made Ada, Seniman Patung Garuda Wisnu
- Viva.co.id/Bobby Andalan Bali
VIVA – Salah satu kekuatan Bali adalah nilai seni budayanya. Ya, keduanya tak bisa dipisahkan. Seni merepresentasikan nilai-nilai budaya orang Bali yang berlandaskan ajaran agama Hindu.
Tak dimungkiri, ada sentuhan teologis dalam setiap karya seniman Bali. Hal itu diakui oleh maestro seni ukir asal Banjar Pakudui, Desa Kedisan, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, Bali, I Made Ada.
Karya I Made Ada telah mendunia. Ia terkenal dengan ciri khas seni ukir patung Garuda Wisnu. Hampir setiap karyanya berupa patung Garuda Wisnu. Ukirannya detail mencirikan seni ukir Pulau Dewata. Pada acara Media Workshop 'Mengukir Keindahan Seni Ukir Kayu Bali' yang disponsori Mowilex Indonesia, I Made Ada bercerita jika ia mulai menggeluti seni ukir pada tahun 1966. Seni ukir yang mengalir dalam dirinya diturunkan oleh ayah dan kakeknya yang memang menggeluti seni ukir.
"Saya mulai mengukir pada tahun 1966. Tiga tahun sebelumnya, tahun 1963, Gunung Agung meletus. Orang Bali sangat sengsara. Banyak yang merantau ke luar Bali. Hanya sebagian kecil yang bertahan salah satunya saya," kata I Made Ada di museumnya, Jumat 10 Mei 2019.
Orang Bali, kata dia, hidup turun temurun dari keindahan seni. Seperti dirinya yang diwarisi tradisi mengukir dari ayah dan kakeknya, kini anaknya pun diwarisi hal serupa.
"Bali hidup dari tradisi yang membudaya. Di museum kami menggali, mengembangkan dan melestarikan kesenian," papar dia. Tahun 2002, galeri milik I Made Ada ditetapkan sebagai museum oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Ia pun memiliki julukan sebagai maestro Garuda Wisnu. "Filosofi Garuda itu penyelamat segala isi alam bersama Wisnu. Pemelihara alam beserta isinya," katanya yang sejak tahun 2000 membuka sekolah memahat untuk turis mancanegara.
Untuk material kayu yang digunakan, I Made Ada biasanya menggunakan kayu jati, nangka, sonokeling dan kenanga. "Semuanya butuh pelapis baik warna maupun transparan untuk menambah keindahan karya. Sejak tahun 2005 saya menggunakan cat Mowelix untuk semua karya saya agar tak jamuran dan tahan lama," ujarnya.
Sebelum menggunakan Mowilex, saban enam bulan sekali I Made Ada harus membersihkan kembali karya-karyanya dari jamur yang menyerang karyanya.
COO Mowilex Indonesia, Nico Safavi menjelaskan awalnya tak mengkhususkan cat produknya untuk para seniman. Namun, ia akhirnya memilih memfokuskan kepada mereka lantaran seni ukir memberikan kontribusi besar bagi pendapatan Bali.
Ada cerita manusiawi di balik ini semua. 85 persen pemasukan Bali berasal dari seniman kayu. Yang sangat menyenangkan, seniman mendapat tempat untuk penghidupan mereka. Itu jarang terjadi di negara lain," katanya.
Ia bangga pengrajin menggunakan produknya. Meski begitu, ia menegaskan karya brilian mereka menjadi mahal di pasaran bukan karena cat, namun proses pengerjaan yang membutuhkan waktu lama.