KPAI Ingin Kurikulum Sekolah Darurat dan Kebencanaan Segera Dibuat
- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
VIVA – Kejadian bencana alam yang terjadu beruntun sepanjang tahun 2018, mulai dari Lombok, Palu, Sigi, Donggala, Lampung, hingga Pandeglang, berdampak pada pendidikan anak di lokasi bencana. Hal ini membuat banyak sekolah roboh dan banyak hak anak yang terenggut.
Pemerintah telah mengupayakan agar hak anak tersebut tetap terpenuhi. Salah satunya dengan mendirikan sekolah darurat. Namun, menurut Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, hal tersebut tidaklah cukup.
Pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, menurut Retno, juga perlu membuat kurikulum sekolah darurat. Ini karena anak di lokasi bencana kesulitan dalam segi fasilitas, sehingga sulit untuk tetap mengimbangi pendidikan anak-anak di sekolah pada umumnya.
"Karena pembangunan ruang kelas baru membutuhkan waktu lama, karena bangunan sekolah banyak yang mengalami kerusakan berat. Apalagi sebentar lagi juga akan Ujian Nasional, jadi perlu ada penyesuaian secara kurikulum," ucap Retno saat ditemui di kantornya, di Jakarta, Kamis, 27 Desember 2018.
Selain itu, mengingat letak Indonesia yang berada di lokasi rawan bencana, Retno juga menambahkan bahwa penting juga untuk memasukkan pendidikan kebencanaan dan mitigasi mulai dari sekolah. Hal ini, kata dia, untuk meminimalisir risiko yang terjadi jika timbul bencana.
"Mitigasi bencana itu menjadi materi yang penting. Itu termasuk bagian membaca alam. Anak juga harus tahu melakukan apa ketika bencana tiba. Ini penting betul, tidak harus harus IPA atau IPS jadi tahu menyelamatkan diri," kata Retno.
Ia juga berjanji akan menemui pihak Kemendikbud RI untuk membahas secara serius terkait dengan kurikulum sekolah darurat dan kurikulum kebencanaan. (mus)