Kisah Tuan Guru Diancam Parang Saat Hentikan Perkawinan Anak

Tuan Guru L Abus Sulkhi Khairi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bimo Aria

VIVA – Selain masih minimnya perangkat hukum positif yang mengatur tentang perkawinan anak, budaya dan tradisi di beberapa daerah di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab perkawinan anak sulit untuk ditekan. Sebut saja budaya merarik atau 'menculik' perempuan agar bisa dinikahkan.

Kisah Inspiratif Influencer Amelinda Sanjaya Respons Cibiran Netizen Soal Ketiak Basah

Seperti dikisahkan oleh tokoh masyarakat dari Desa Kuta, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru L Abus Sulkhi Khairi. Dia mengatakan bahwa dalam budaya masyarakat Lombok, banyak orangtua yang merasa malu ketika anak perempuannya masih berada di rumah laki-laki selepas Magrib. Sebagai penebus rasa malu, banyak orangtua yang akhirnya menikahkan keduanya.

"Jadi ketika tidak dipulangkan sebelum Magrib, maka harus dinikahkan karena mereka lebih baik mati daripada melawan adat," kata Khairi saat ditemui di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.

Kisah Diego Berel, Pelukis Muda Down Syndrome Hasil Karyanya Sampai ke London

Hal inilah yang kemudian membuat Khairi tergerak untuk mengedukasi tentang budaya tersebut dan dampak dari perkawinan anak. Bersama dengan Lembaga Perlindungan Anak Desa Kuta, ia terus berupaya mengubah budaya tersebut, yang menurutnya memberikan dampak negatif bagi anak, khususnya anak perempuan.

Namun, saat ia pertama kali terjun ke masyarakat, banyak tantangan yang dihadapi. Bahkan banyak ancaman yang datang kepadanya dengan tuduhan melawan adat istiadat.

Kisah Muiz Bocah 12 Tahun yang Rawat 7 Adiknya, Rela Jualan Demi Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

"Jujur saja, kami tidak mudah diterima. Kami disambut dengan parang, dengan golok, kami disambut dengan cacian. Tapi bagi kami, kalau mati tidak apa karena memperjuangkan jalan yang benar," tutur dia.

Usahanya pun tidak sia-sia. Selama kurang lebih dua tahun mengedukasi masyarakat tentang bahaya perkawinan anak, kini ia berhasil mendampingi 22 kasus dan anak-anak bisa kembali bersekolah. Bahkan banyak pula yang akhirnya bisa kembali lagi bersama dengan orangtuanya.

"Jadi LPA (Lembaga Perlindungan Anak) ini kami anggap sangat penting karena kami merasakan sebelum terbentuknya (LPA) tidak ada yang berani menyelesaikan permasalahan. Tapi setelah itu, semua kalangan datang dan memberikan informasi," kata Khairi. (art)

Kisah perjuangan Mia, siswa yang belajar untuk juara sambil berjualan

Belajar Sambil Berjualan, Kisah Mia yang Berjuang jadi Juara untuk Bantu Ibunya

Mia bercerita dengan polos bahwa ia sedih karena sebelumnya gagal menjadi juara pada lomba matematika yang ia ikuti, padahal ia sangat menyukai pelajaran matematika.

img_title
VIVA.co.id
10 Desember 2024