Pedasnya Omzet Ayam Penyet Everest, Sehari Kantongi Rp20 Juta

Dewi Aryani
Sumber :
  • VIVA/Jujuk Erna

VIVA – Hobinya bereksperimen dengan bumbu hingga mendapat rasa yang pas berhasil mengantarkan Dewi Ariyani sukses berbisnis kuliner. Owner Rumah Makan (RM) Ayam Penyet Everest ini pun bisa menghasilkan omzet ratusan juta dalam sebulan.

Ditemui VIVA beberapa waktu lalu di salah satu cabang RM Ayam Penyet Everest di kawasan Depok, Jawa Barat, pengusaha muda berusia 34 tahun ini berbagi kisahnya sejak awal merintis usaha kuliner delapan tahun silam hingga kini punya empat cabang di wilayah Jakarta dan Depok.

Siang itu, dalam balutan busana sederhana dengan wajah manisnya tanpa make-up, Dewi mengatakan berani membuka bisnis terkait perut karena memiliki pengalaman bekerja di bidang kuliner selama tujuh tahun lamanya, mulai dari Jawa, Sumatera hingga Nusa Tenggara Timur (NTB).

Saat di Lombok, NTB, keinginan itu semakin kuat. Setelah melakukan diskusi dengan keluarga, dan modal Rp20 juta dari hasil pinjaman bank serta orangtua, Dewi yang kala itu berusia 26 tahun akhirnya membuka rumah makan ayam penyet dengan nama Abi & Ummi di Pondok Gede, Jakarta Timur pada tanggal 10 Oktober 2010. Modal tersebut dia gunakan untuk sewa tempat, membeli peralatan dan bahan baku hingga mencetak brosur.

Tahun pertama membuka bisnis ini menjadi momen terberatnya. Dia memegang kendali untuk semua urusan inti dan melakukannya dengan totalitas. Dewi juga yang membeli bahan baku demi memastikan yang didapatnya adalah kualitas terbaik. Akibatnya, dia hanya tidur paling lama lima jam sehari.

"Closing jam 10 malam dan paling cepat tidur jam 12 malam karena harus prepare apa yang mau dibeli besok, lalu bangun jam 4 pagi. Start belanja jam setengah 5 dan buka jam 8 pagi," kata wanita berhijab ini.

Sayangnya hari pertama Abi & Ummi dibuka tak ada pemasukan sepeser pun. Tidak ada pembelian sama sekali, baru di hari kedua ada konsumen datang meski jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Omzetnya pun tak sampai Rp100 ribu. Seiring waktu, omzet bertambah hingga bisa mencapai nominal Rp800 ribu kala ramai.

Dia sadar lokasi itu kurang strategis hingga akhirnya memutuskan hengkang dari sana setelah enam bulan bertahan. Instingnya tepat. Lokasi baru di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan memberinya hoki besar.  

Perubahan nama dari Abi & Ummi menjadi RM Ayam Penyet Everest, dengan filosofi agar bisnis kulinernya bisa terus mendaki setinggi gunung tertinggi di dunia, perlahan terbukti. Bisnisnya makin ramai hingga di jam makan siang, konsumen terpaksa waiting list alias mengantre.

Hal itu memaksanya melebarkan tempat RM Ayam Penyet Everest di sana. Dan hingga kini, cabang di Mampang menjadi yang teramai dengan kontribusi omzet paling banyak bagi RM Ayam Penyet Everest secara keseluruhan.  

Sukses dengan RM Ayam Penyet Everest di Mampang, Dewi membuka cabang di kawasan perkantoran Jalan Jenderal Sudirman pada 2013 lalu. Dan empat tahun kemudian, dia buka satu lagi cabang di kompleks perumahan Grand Depok City (GDC), Depok, Jawa Barat. Tak berhenti di sana, ekspansi kembali dilakukan pada awal tahun ini dengan menghadirkan food court di kawasan Cawang, dengan target pelanggan mahasiswa dan dosen.

Dari awalnya hanya tiga karyawan, kini RM Ayam Penyet Everest telah membuka lapangan pekerjaan untuk 40 orang. Adapun omzetnya dalam sehari minimal Rp10 juta hingga bisa menembus Rp20 juta saat ramai.

Omzet banyak disumbang dari menu andalan ayam, namun menu lainnya juga tak kalah populer, di antaranya ikan lele dan nila, bebek, satai ati ampela, tahu pong hingga beragam sayuran dan minuman. Harga paket di sini mulai Rp18 ribu hingga Rp35 ribu, dengan tambahan sambal superpedas yang terkenal dan menjadi magnet bagi pecinta pedas. Ada juga paket nasi tumpeng dan nasi kotak.

Dalam sehari, dibutuhkan 100-200 ekor ayam kampung. Begitu juga dengan ayam negeri dengan jumlah yang hampir sama. Sementara ikan lele dan nila masing-masing 5-10 kilogram (kg), sedangkan tahu pong sekitar 800 piece.

Hubungan emosional

Kendati kian hari makin ramai dagangan kulinernya, namun seiring makin banyaknya karyawan, tugas ibu dua anak ini pun menjadi tidak sesibuk sebelumnya. Tak lagi tidur cuma lima jam sehari. Tetapi untuk kontrol dan resep semua menu masih dilakukannya demi standar dan mutu masakannya tetap terjaga dan terjamin.

Meski demikian, dia tak akan keberatan membantu jika rumah makannya dalam kondisi ramai. Dewi bahkan rela pergi ke pasar jika bahan baku habis saking ramainya.

"Kondisi lagi crowded (aku bantu) atau aku harus ke pasar karena kehabisan bahan baku akan aku lakukan. Enggak ada alasan sudah habis. Aku enggak mau menyerah," ujar wanita kelahiran Jakarta ini.

RM Ayam Penyet Everest di GDC, Depok

Dalam menjalankan bisnisnya pun Dewi mengedepankan hubungan emosional. Dia memperlakukan pekerjanya bukan sebagai karyawan, melainkan sebagai tim. Untuk mendekatkan hubungan dengan karyawan, Dewi rutin melakukan makan bereng sekali atau dua kali dalam sebulan. Selain itu, ada acara gathering bersama karyawan sekali dalam setahun.  

Dengan dukungan keluarga dan karyawan, dia pun bisa menjalankan bisnisnya dengan baik meski ada ‘kerikil-kerikil kecil’ dalam perjalanannya. Ke depan, dia bertekad mengembangkan cabang yang sudah ada sekaligus berencana melebarkan sayap bisnisnya ke beberapa daerah dan menambah varian menu baru.

Unilever Luncurkan Future Menu 2024, Intip Tren Kuliner yang Bakal Hits Sepanjang Tahun

Untuk varian baru, dia mengaku perlu melakukan eksperimen berulang kali. Sebab, dia harus memastikan rasa yang didapat harus pas. Dan untuk itu dibutuhkan waktu mingguan hingga bulanan. Untuk sambal andalannya saja dibutuhkan waktu selama sepekan demi mendapatkan rasa yang banyak disukai pelanggannya seperti saat ini. Meski lama dan tidak mudah, namun dia menikmati prosesnya.

"Ribet tapi asyik," tutur wanita yang ternyata tak hobi masak ini, mengakhiri ceritanya.

Dulunya Tukang Cuci Piring, Pengusaha Ini Kini Punya Harta Rp1.900 Triliun
Kisah perjuangan Mia, siswa yang belajar untuk juara sambil berjualan

Belajar Sambil Berjualan, Kisah Mia yang Berjuang jadi Juara untuk Bantu Ibunya

Mia bercerita dengan polos bahwa ia sedih karena sebelumnya gagal menjadi juara pada lomba matematika yang ia ikuti, padahal ia sangat menyukai pelajaran matematika.

img_title
VIVA.co.id
10 Desember 2024