Perusahaan China Potong Gaji Karyawan yang Kurang Olahraga
- Istimewa
VIVA – Sebuah perusahaan real estate di China dituduh menerapkan kebijakan yang salah untuk mendorong karyawannya rajin berolahraga. Para karyawan mengaku mereka didenda sekitar Rp21 tiap satu langkah yang gagal mereka capai menuju target bulanan sebanyak 180 ribu langkah.
Masalah ini menjadi hal besar di China. Sebab, sejumlah perusahaan asuransi kesehatan menggunakan aplikasi untuk melacak langkah harian dari klien mereka dan menawarkan diskon masa depan jika mencapai target. Bahkan, banyak sekolah mengharuskan siswanya untuk berjalan atau berolahraga setiap hari dan memeriksa secara rutin aplikasi pedometer di teleponnya untuk memastikan mereka melakukannya.
Sejumlah perusahaan swasta juga ikut mendorong karyawannya melakukan hal yang sama setiap bulan. Namun ada beberapa perusahaan yang menerapkan kebijakan ini terlalu berlebihan, dengan memberikan denda bagi karyawan yang gagal mencapai target.
Menurut surat kabar China, Information Times, sebuah perusahaan real estate yang tidak disebutkan namanya di Guangzhou bagian selatan mengharuskan karyawannya berjalan setidaknya 180 ribu langkah tiap bulan. Tidak ada hadiah yang diberikan jika target tercapai, selain manfaat kesehatan, tetapi pekerja yang gagal mencapai target justru diwajibkan membayar setiap langkah yang tidak tercapai.
Dikutip dari Oddity Central, seorang karyawan dari perusahaan tersebut, yang diidentifikasi sebagai Xiao C mengatakan bahwa dia kurang 10 ribu langkah pada bulan lalu untuk mencapai target, sehingga bosnya memotong gajinya sebesar Rp210.000. Memang tidak begitu besar, tapi ada berapa orang yang tidak mencapai target itu seperti Xiao C?
“Ini sangat merugikan. Tugas bulanan kami adalah 180 ribu langkah. Menurut perhitungan, sebulan ada 30 hari, dengan rata-rata 6.000 langkah per hari. Ini tidak terlihat banyak, tetapi sebenarnya masalah besar bagi saya,” kata karyawati tersebut.
Xiao C mengklaim bahwa dia bekerja di bagian departemen sumber daya manusia dan menghabiskan sebagian besar waktunya di meja kerja. Fakta bahwa stasiun kereta bawah tanah terletak dekat dengan tempat kerjanya tidak menguntungkannya, sehingga hampir tidak mungkin baginya mencapai target itu. Dia menghitung jumlah langkah per harinya cuma 2.500, kurang dari setengah target 6.000 langkah per hari.
“Aku bisa mengerti bahwa perusahaan berharap karyawannya dapat berolahraga lebih banyak dan menjadi lebih sehat, tapi kita tidak bisa berjalan selama jam kerja, dan kami harus bekerja lembur di malam hari,” kata Xiao C.
Dia menjelaskan, setelah pulang ke rumah dan makan malam, sudah lebih dari pukul 21.00, sehingga jika memaksakan diri untuk mencapai target itu, dia merasa terbebani. Selain itu, juga bakal berpengaruh pada jadwal tidurnya. Target langkah pada akhirnya lebih sulit dari yang dibayangkan dan sebagian karyawan yang awalnya optimistis pun menyerah.
“Persyaratannya terlalu tinggi dan tidak ada imbalan. Ini adalah murni dilakukan supaya tidak mendapat sanksi. Semua orang merasa sangat lelah,” kata Xiao C.
Wanita itu menambahkan bahwa selain memberikan tekanan pada karyawan, kebijakan tersebut tidak membuat sebagian besar karyawan menjadi lebih sehat. Sebab, banyak karyawan yang malah menggunakan perangkat untuk menipu rekam langkah di ponsel demi mencapai target.
Cerita ini menjadi viral di China pada pekan lalu, di mana sebagian netizen mengkritik perusahaan yang menerapkan kebijakan tersebut. “Perusahaan ini hanya mencari alasan untuk mengurangi gaji karyawan,” tulis salah satu pengguna Weibo.