Derita Sindrom Langka, Wanita Ini Terserang Kanker Bertubi-tubi

Lauren Marler
Sumber :
  • Dokumen Gini Reed, MD Anderson Cancer Center

VIVA – Seorang wanita bernama Lauren Marler memiliki kisah yang sangat menginspirasi dan mengharukan. Itu karena dia harus berjuang menghadapi empat jenis kanker sebelum usianya mencapai 28 tahun.

Tak cuma itu, Lauren juga mengidap sindrom langka yang secara dramatis meningkatkan risiko kankernya seumur hidup. Namun dia mampu berjuang menghadapinya dengan dukungan keluarga dan humor.

Saat Lauren mulai mengalami gejala yang mengganggu pada usia 15 tahun, dia yakin bahwa itu adalah kanker. Setelah itu, remaja yang tinggal di Texas, Amerika Serikat ini melakukan riset sendiri dan menyadari hal itu benar. Tapi, itu hanyalah awal dari perjalanan kankernya yang mengerikan.

Dokternya menemukan dia sangat tidak beruntung, tapi masih sanggup menceritakan kisahnya. Pada tahun 2005, Lauren melihat ada darah di kotorannya, dia ketakutan tapi terlalu malu untuk menceritakan ke orang lain. Dua tahun dia menyembunyikannya sampai gejalanya bertambah parah.

"Saya mencari tahu gejala-gejala itu dan tahu saya punya semua tanda kanker usus besar. Saya ketakutan tapi tetap tidak bisa mengatakan pada ibu secara langsung, jadi saya menulis surat kepadanya, memberitahunya bahwa saya tahu saya mengidap kanker. Ibu saya mengira saya berlebihan, bahkan dokter yang saya temui bersamanya mengatakan itu adalah sembelit," ujarnya, seperti dikutip dari Reader's Digest.

Setelah menjalani diet tinggi serat, gejala-gejala kanker tetap ada sehingga dokter melakukan endoskopi dan kolonoskopi. Dan pada usia 17 tahun, dia didiagnosis mengidap kanker usus besar parah.

"Ketika saya saat bangun, ibu saya terlihat seperti baru melihat hantu. Dokter yang melakukan tes menangis. Dia mengatakan belum pernah melihat kasus yang separah saya, dan bahwa saya harus segera ke University of Texas MD Anderson Cancer Center," ujarnya.

Di sana, Lauren bertemu dengan Miguel Rodriguez-Bigas, MD, FACS, FASCRS, yang mengangkat seluruh usus besar dan hampir semua rektumnya, membuat ia hanya memiliki sedikit. Namun masih dengan fungsi cerna yang normal dan menghindari kantung ileostomy seumur hidup.

Kendati demikian, sembilan bulan kemudian, kankernya muncul lagi. Lauren diberi tahu ibunya saat sedang membersihkan kamar. "Saya merasa 'ibu pasti bercanda. Saya hanya ingin menjadi anak normal'," kata dia.

Setelah melakukan operasi, tiga bulan kemoterapi, dan radiasi, Lauren yakin kankernya sudah hilang. Lalu, saat melakukan scan rutin untuk memastikan dia masih dalam masa lima tahun remisi di usia 23 tahun, Lauren justru mendapat kabar yang tidak pernah dibayangkannya.

"Saya sedang di kantor dan dokter menelepon memberitahu kalau hasil scan menunjukkan ada titik di rahim saya. Biopsi dari polip tersebut mengungkapkan itu adalah kanker endometrial dan agresif. Kami kembali ke MD Anderson Cancer Center untuk bertemu dengan dr Pedro T. Ramirez yang merekomendasikan histerektomi penuh," cerita Lauren.

Beruntung, saat itu kankernya di dalam polip sehingga ia tidak perlu kemoterapi. Sementara dr Rodriguez-Bigas yang bingung dengan penyakit Lauren merekomendasikan agar dirinya melakukan uji genetik. Tes tersebut pun mengungkapkan berita buruk, Lauren memiliki sindrom langka yang disebut dengan constitutional mismatch repair deficiency (kelainan ini baru saja diidentifikasi oleh peneliti Australia).

Dr Rodriguez-Bigas menjelaskan, gangguan itu membuat seseorang rentan terhadap beberapa kanker berbeda, dikarenakan tubuh gagal memperbaiki mutasi sel yang memicu kanker. Kedua orangtua Lauren punya sindrom Lynch, sebuah mutasi gen yang disebut dengan PMS2, membuat mereka sangat rentan terhadap kanker usus besar, endometrial, dan kanker jenis lainnya.

Saat Lauren mewarisi dua salinan buruk gen ini, artinya dia sangat-sangat rentan mengadapi berbagai jenis kanker. Tidak ada pengobatan untuk kelainan ini, hanya upaya pencegahan, terutama scan untuk menangkap kanker yang berkembang secara dini.

Mendapatkan jawaban atas duka dan penderitaan yang dialaminya selama 10 tahun terakhir, Lauren merasa sedikit lega. "Ini menyedihkan, tapi setidaknya saya punya jawaban. Kurang dari 100 orang di Amerika Serikat memilikinya, dan saya salah satunya," ucap Lauren.

Lawan Kanker Kulit dan Otot, Ini Cerita Bams Eks Samsons

Tiga tahun kemudian, dia mengalami apa yang dikiranya adalah infeksi sinus. Lauren terus batuk, mulai dan mengalami demam tinggi. Dia mendapat obat untuk mual dari rumah sakit dan disarankan untuk meminum Tylenol untuk demamnya. Keesokan paginya, ibu Lauren tahu sesuatu tidak beres saat putrinya menolak kembali ke rumah sakit karena rasa sakit yang dirasakan.

Lauren dirawat di rumah sakit dan menjalani scan. Dokter menemukan titik mencurigakan di kelenjar getah beningnya dan la langsung dibawa kembali ke MD Anderson Cancer Center.

Awas! 5 Kebiasaan yang Diam-Diam Memicu Risiko Kanker

"Saya tidak percaya ini terjadi lagi. Biopsi menunjukkan kalau itu limfoma, salah satu jenis kanker yang sulit diobati. Dokter mengatakan kalau perawatannya akan sangat melelahkan hingga saya akan membencinya begitu sudah berakhir. Mereka benar," tutur Lauren.

Dia akhirnya menjalani enam jenis kemoterapi berbeda secara berturut-turut, salah satunya diberikan melalui saraf tulang belakang. Dia diharuskan dirawat di rumah sakit setiap minggu selama enam hari.

Deteksi Dini Kanker Payudara dengan 5 Cara Ini, Perempuan Wajib Tahu

"Saya sangat lemah hingga tidak bisa bangun. Saya kehilangan semua rambut, dan tubuh saya sakit luar biasa," ucapnya.

Saat ini, Lauren berusia 28 tahun, sekali lagi dalam masa remisi. Sesuatu yang tidak boleh diremehkan. Dia berterima kasih kepada keluarganya untuk kemampuannya bertahan melalui perjuangan tak henti dengan senyuman.

"Saya banyak tertawa. Itu salah satu yang dilakukan keluarga saya dengan baik, kami bisa menemukan humor dalam situasi apapun. Saya selalu menemukan cara untuk tertawa. Saya tetap khawatir akan apa yang terjadi selanjutnya, tapi saya tidak membiarkannya menelan saya. Saya belajar hidup dengannya," tutur dia.

Lauren memberikan saran kepada mereka yang mungkin masih muda dan malu meminta pertolongan untuk gejala yang tidak nyaman. Menurutnya, carilah cara mencari bantuan yang dibutuhkan, Anda harus memberi tahu seseorang, meski dengan menulis surat seperti apa yang dilakukannya.

"Carilah seseorang yang membuat Anda nyaman bercerita. Jika saya menunggu lebih lama, saya mungkin sudah meninggal di usia 20-an. Carilah cara mendapat bantuan."  (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya