Lima Fakta Usai Gempa dan Tsunami Palu-Donggala

Warga melintasi jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 2 Oktober 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Gempa bumi dengan magnitudo 7,4 terjadi di Palu, Donggala dan daerah sekitarnya pada 28 September 2018. Penyebab gempa di daerah Sulawesi Tengah ini akibat jalur sesar Palu Koro yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan struktur sesar mendatar miring.

ASR-Hugua ke Masyarakat Sultra: Kami Akan Memastikan Kesejahteraan Kalian

"Gempa Palu menyebabkan sebanyak 70.821 jiwa mengungsi di beberapa lokasi," ujar Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Susianah Affandy dikutip dari rilis KPAI, Jumat, 5 Oktober 2018.

Berikut beberapa fakta pascagempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, berdasarkan rilis KPAI, Jumat 5 Oktober 2018.

ASR-Hugua ke Warga: Kami Datang untuk Menyelesaikan Masalah di Sultra

1. Ribuan korban jiwa

Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah dan para relawan telah melakukan evakuasi dan penanganan pasca gempa. Saat rilis ini diterima, tercatat sebanyak 1.177 korban meninggal dunia di Kota Palu, 153 di Donggala, 65 di Sigi dan 12 jiwa di Parigi Montong.

Pasangan ASR-Hugua Dapat Pengaruh 'Prabowo Effect', Teratas di Survei Pilgub Sultra

Sebanyak 529 korban jiwa telah dimakamkan. Korban yang mengalami luka berat sebanyak 2.549 jiwa, 113 orang dilaporkan hilang dan ada 152 orang masih tertimbun dengan bangunan. Korban menyebabkan 65.733 rumah rusak.

2. Likuifaksi sebabkan sulit lakukan evakuasi korban

Gempa di Palu berbeda dengan gempa di daerah lainnya. Gempa dan tsunami di Palu menyebabkan likuifaksi, yakni berkurangnya kekuatan tanah sehingga menjadi lumpur dan kehilangan daya ikat. Fenomena likuifaksi terjadi saat gempa mengguncang wilayah yang tanahnya mengandung air dan pasir.

Fenomena likuifaksi membuat masyarakat menganggap hilangnya pemukiman penduduk ditelah bumi. Fenomena inilah yang menyebabkan masyarakat kesulitan melakukan evakuasi korban gempa dan tsunami di Palu.

3. Tindakan kriminal

Gempa menyebabkan layanan publik tak berfungsi, aktivitas ekonomi terhenti, listrik mati, kekurangan pasokan BBM. Dalam kondisi seperti ini, terjadi aksi penjarahan di minimarket, mal dan SPBU. Anak-anak menyaksikan beringasnya orang dewasa dalam aksi penjarahan dengan alasan kebutuhan pangan dan dahaga.
Namun dalam penjarahan, yang diambil bukan hanya makanan dan minuman tapi juga barang elektronik seperti TV dan sebagainya.

4. Ancaman penjarahan

KPAI menerima pengaduan masyarakat terkait sulitnya distribusi bantuan sosial yang dikirim para relawan dan organisasi sosial. Para relawan dan organisasi sosial maupun pihak keluarga dari luar Palu yang mengirim bantuan mendapat ancaman penjarahan di tengah jalan. Bantuan berupa logistik yang dikirim melalui kendaraan darat banyak dicegat oleh warga dan kemudian dilakukan penjarahan.

5. Korban anak alami trauma

KPAI menerima pengaduan masyarakat tentang anak-anak korban gempa Palu yang orangtuanya meninggal dunia saat gempa. Anak-anak tersebut mengalami trauma dan kehilangan sosok figur orangtua. Gempa juga menyebabkan anak-anak kehilangan tempat bermain, belajar dan rekreasi untuk mendukung tumbuh kembangnya menjadi generasi sehat dan cerdas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya