Arsitek Indonesia Terima Penghargaan Internasional di Italia
- Dokumentasi Bekraf
VIVA – Arsitek Indonesia Andra Matin Ahmad atau lebih populer disebut Andra Matin, mendapat award Special Mentions dalam pameran arsitektur terbesar dunia 16th International Architecture Exhibition of La Biennale di Venezia, Italia, yang bertajuk FREESPACE dan diselenggarakan mulai 25 Mei 2018 hingga 25 November 2018 yang akan datang.
Karya Andra Matin berjudul Elevation, menggambarkan ragam rumah khas nusantara yang secara spesifik memiliki elevasi atau ketinggian tertentu, sebagai buah kearifan lokal masyarakat indonesia dalam menyikapi dan berinteraksi dengan situasi dan tantangan alam sekitarnya, demikan ungkap Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam siaran pers hari ini.
Andra mengatakan, dalam membuat karyanya Ia berusaha sebesar mungkin agar pengunjung dapat mengalami sebuah perjalanan yang menarik dan menyenangkan, dengan melihat sekaligus memahami bahwa rumah tradisional Indonesia memiliki ketinggian yang berbeda-beda di setiap daerah mulai dari Nias, Jawa, Kalimantan, Sumba, Toraja dan Papua,” ujarnya.
Karya Andra Matin terbuat dari kayu sebagai kerangka tulang dan dinding anyaman serat kayu dengan mengambil pola tenun kain tradisional Indonesia, menghasilkan tekstur dan kesan imaji tiga dimensi. Untuk menikmati karyanya, pengunjung dapat masuk dan menaiki tangga-tangga kayu dimana sesuai skala ketinggian tertentu, Andra menampilkan sajian model rumah tradisional khas Indonesia yang disertai dengan informasi nama daerah dan nama bangunan tradisional tersebut.
Dewan juri yang diketuai oleh Sofia Von Eellrichchausen dari Argentina dan beranggotakan Frank Barkow dari Amerika Serikat, Kate Godwin dari Australia, Patricia Patkau dari Kanada serta Piere Paolo Tamburelli dari italia memberikan penghargaan Special sebab karya instalasi arsitekturnya dianggap sensitif sekaligus mampu menghadirkan kerangka dan merefleksikan material, bentuk dan struktur kekayaan vernacular tradisional.
Kepala Bekraf Triawan Munaf mengatakan Indonesia merasa terhormat dan bangga karena arsitek Indonesia diundang secara khusus untuk menampilkan karyanya oleh panitia La Biennale dalam arena prestisius tersebut.
Paviliun Indonesia 10 Best National Paviliun
Sementara itu Paviliun Indonesia bertema Sunyata yang diprakarsai oleh Badan Ekonomi Kreatif Nasional (Bekraf) hasil karya tim kurator dan desainer dengan ketua Ary Indrajanto dan anggota team David Utama Setiadi, Adwitya Dimas Satria, Ardy Hartono Kurniawan, Jonathan Aditya Gahari serta Johanes Adika Gahari, disebut oleh Metropilis Magazine-sebuah majalah bulanan arsitektur yang berpusat di New York , Amerika Serikat, sebagai 10 Best National Pavillion diantara 65 negara yang hadir dalam acara tersebut.
Berdampingan dengan 100 peserta dari 65 negara, 17 collateral events, dan 1 special project, paviliun Indonesia berdiri di lahan seluar 300 meter persegi bertempat di Arsenale Venezia, Italia
Sunyata : The Poetics of Emptiness, menempati ruang seluas 19,1 m x 15,1 m dan tinggi 6 meter dengan instalasi yang terbuat dari 16 helai material kertas sepanjang 17 m untuk melingkupi luas ruangan sebanyak 13 meter dengan tinggi 4,5 meter.
Instalasi dibuat dengan jahitan tangan sebanyak 9600 jahitan dan 150 buah kancing kertas, memberikan efek visual yang berbeda pada sebuah konsep arsitektur namun mampu menghadirkan citra tentang bangunan tradisional Indonesia dan sekaligus memperlihatkan kemampuan Indonesia dalam keahlian seni kerajinan (craftmanship).
Ary Indrajanto ketua kurator mengatakan karyanya dibuat sebagai jawaban pada tantangan tema ruang kosong atau freespace, dimana Indonesia memiliki konsep kekosongan ruang yang berbeda-beda di setiap daerah dan karyanya berusaha merepresentasikan perbedaan tersebut dalam karya yang tidak lagi berpatokan pada bentuk.
“Sesuai dengan tagline paviliun Indonesia 2018 ini, bahwa kita harus membebaskan arsitektur dari bentuk dan rupa, supaya pencarian kita terhadap karya arsitektur Indonesia yang selama ini tersendat karena jebakan bentuk dan rupa ini bisa hilang dan kita bisa menangkap esensi yang lebih dalam terhadap arsitektur Indonesia yang selama ini dihalangi oleh bentuk dan rupa ini, “ ujarnya.
Ketua dewan juri dari Bekraf dan juga Presiden Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara, IAI mengatakan Sunyata lolos dan dianggap layak dipamerkan pada paviliun indonesia karena kemampuannya merepresentasikan karya arsitektur dalam konsep yang tak biasa.
“Karya ini sangat tepat dan lugas menyampaikan sesuatu hal tentang ruang yang sangat abstrak, yang sangat sulit untuk disampaikan bahkan dengan pesan tulisan. Karya Ary mampu menyampaikan pesan Freespace dengan cara yang berbeda, yaitu dengan kertas, timnya mampu menyampaikan pesan arsitektural dengan karya non arsitektural dan kami sangat menghargai ini. Terlihat jelas bahwa paviliun Indonesia ini langsung mencuat dibandingkan dengan paviliun bangsa lain,” ujarnya.