Nasib Pedagang di Balik Larangan PNS Terima Parsel Lebaran
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA – Cikini sejak lama terkenal sebagai kawasan yang menjual dan menawarkan jasa pembuatan parsel pada momen-momen seperti Ramadan, Idul Fitri maupun Natal. Di sepanjang tepi jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Anda akan dengan mudah menemukan parsel-parsel yang dipajang oleh pedagang, menunggu untuk dibeli. Ukuran dan bentuknya pun beragam, dari kecil hingga besar, dan berisi makanan maupun perabot rumah tangga.
Di Indonesia, mengirim parsel ke kerabat dan relasi sudah menjadi tradisi yang menandai perayaan hari-hari besar. Tradisi ini juga tumbuh subur di kalangan pegawai pemerintah, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan BUMN. Maka tidak heran, jika pedagang parsel ikut bersiap menawarkan dagangan, untuk mendulang rezeki dari pembelian parsel.
Namun, baru-baru ini berlaku aturan dari pemerintah bahwa PNS dan pegawai BUMN dilarang untuk menerima bingkisan parsel. Alasannya, parsel dianggap sebagai bentuk gratifikasi. Hal ini tentu berdampak pada bisnis parsel yang dilakoni sejumlah pedagang. Bagaimana pengakuan mereka?
"Pengaruhnya itu lumayan, itu tidak boleh dikirimkan instansi. Itu sebetulnya sudah dari jaman SBY, instansi tidak boleh menerima parsel. Tapi justru waktu itu Pak SBY yang ke sini untuk memberi parsel. Tapi itu kan bentuk silaturahmi, penghargaan terhadap relasi," ungkap Ali, yang berdagang parsel di kawasan Cikini sejak 7 tahun lalu, kepada VIVA, Kamis 31 Mei 2018.
Meski demikian, Ali mengatakan walaupun ada kehilangan pendapatan akibat aturan tersebut, tidak memengaruhi pemasukannya secara keseluruhan.
Hilangnya pelanggan dari para pegawai pemerintahan dan juga BUMN, kata Ali, bisa tergantikan dengan pemasukan dari pembeli lainnya yang telah menjadi pelanggannya selama beberapa tahun belakangan. Tahun lalu saja, Ali mengaku mampu menjual 200 paket parsel dengan rentang harga antara Rp200ribu hingga Rp700ribu.
"Itu masih belum termasuk dengan yang cuma jasa. Kalau jasa yang mereka bawa sendiri makanannya itu bisa Rp70 ribu sampai Rp100 ribu tergantung bahannya," kata dia.
Tak Signifikan
Tak berbeda dengan Ali, Iyus yang berdagang hanya beberapa blok di samping tempat Ali berjualan, juga mengatakan hal yang tak jauh berbeda. Menurutnya aturan yang melarang pemberian parsel ke sejumlah instansi pemerintahan tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penghasilannya.
"Enggak begitu sih ya, tetap masih ada saja yang beli. Karena kita di sini kan juga sudah dari lumayan lama, jadi pelanggan ya ada saja," ungkap Iyus.
Selama Ramadan tahun ini, Iyus mengaku sudah menjual puluhan parsel. Ia mengatakan pesanan baru akan ramai dua minggu menjelang Hari Raya Idul Fitri.
"Biasanya sih H-15 ya, tapi kadang pas hari Lebaran juga masih ada saja yang beli. Mereka biasanya kan dikasih parsel, dan enggak enak kalau enggak balas ngasih, pas lihat di sini masih buka, mereka beli, deh," kata Iyus.
Baik Iyus dan Ali, berharap bahwa penjualan parselnya tahun ini akan terus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (ren)