Kisah Pilu Umat Muslim Jalani Ramadan di Jalur Gaza
- Istimewa
VIVA – Jika momen berbuka puasa di banyak tempat biasanya dirayakan dengan beragam makanan dan berkumpul bersama keluarga, hal berbeda dirasakan oleh para penduduk di jalur Gaza.
Mereka memulai Ramadan 2018 di Gaza dengan kondisi yang tak berbeda dengan bulan biasanya. Penduduk Muslim Jalur Gaza terancam menghabiskan waktu Ramadan tanpa listrik sama sekali, terutama bagi keluarga miskin yang tak mampu menebus satu hingga dua liter bensin untuk menyalakan generator.
Krisis inilah yang makin hari makin dirasakan oleh 2 juta penduduk di Jalur Gaza, Palestina. Setiap hari mereka hidup dengan keterbatasan listrik. Sahur dan berbuka Ramadan tahun ini pun terancam dalam kegelapan.
Dalam rilis yang diterima VIVA, Senin 21 Mei 2018 dilaporkan bahwa penduduk Jalur Gaza yang diblokade oleh Israel telah berjuang menghadapi kelangkaan listrik sejak tahun 2006. Mereka mengalami krisis energi, tak ada daya listrik yang dipasok lebih dari lima jam sehari. Akibat paling fatal mengancam aspek kehidupan mereka, khususnya pelayanan medis.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB menyebutkan, Jalur Gaza pada tahun ini membutuhkan 7,7 juta liter bahan bakar untuk mencegah jatuhnya berbagai layanan kesehatan di sana. OCHA memperkirakan bahwa untuk menghidupkan fasilitas penting di Gaza dibutuhkan 1,4 juta liter bahan bakar per hari.
Kekurangan pasokan listrik ini telah memicu beberapa rumah sakit dan pusat medis menangguhkan layanan mereka. Rumah Sakit Beit Hanoun di Jalur Gaza Utara misalnya, menghentikan operasinya dalam rentang waktu tertentu. Rumah Sakit anak-anak Al-Durra juga mengurangi layanan kesehatannya, imbas kurangnya bahan bakar untuk menyalakan generator.
“Semua rumah sakit menderita krisis listrik. Dengan sumber daya seadanya mencoba menyediakan bahan bakar untuk menjalankan rumah sakit. Namun, karena harga bahan bakar yang mahal, seringnya mereka tidak mampu menyediakan bahan bakar,” ujar Muhammad Najjar, mitra Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan, tiga rumah sakit dan 10 pusat medis di Jalur Gaza telah menghentikan layanan akibat kehabisan bahan bakar. Najjar menyebut bahwa pasokan listrik hanya tersedia selama 3 hingga 4 jam per hari. Artinya, sebagian besar kehidupan mereka dihabiskan tanpa bantuan listrik.
Sementara itu, persentase kemiskinan di Gaza tetap melambung. Saat ini, sekitar 42 persen warga Palestina di Gaza menderita kemiskinan, 58 persen kaum mudanya pengangguran, dan sekitar 80 persen penduduk Gaza bergantung pada bantuan internasional, terutama makanan.
“Di Gaza, 80 persen orang bergantung pada bantuan kemanusiaan yang disediakan oleh organisasi amal. Ramadan ini, ribuan keluarga tidak akan mampu memenuhi kebutuhan mereka mulai makanan dan barang-barang Ramadan. Pegawai pemerintah tidak menerima gaji penuh mereka sejak berbulan-bulan,” tutur Najjar. (fk)