Di China, Kalau Diputusin Pacar Bakal Dapat Uang Berlimpah
- bbc
Pada awal bulan ini, kepolisian kota Hangzhou di Cina mendatangi sebuah bar setelah seorang pegawai melaporkan temuan sebuah koper yang mencurigakan.
Koper tersebut berisi uang tunai sebanyak dua juta yuan (Rp4,4 miliar) - jumlah menggiurkan, yang mungkin bisa mengubah hidup orang.
Mereka berhasil melacak pemilik koper berisi uang tersebut, yang sebelumnya telah berencana bertemu mantan kekasihnya di bar tersebut.
Lalu untuk apa uang sebesar itu? Ternyata uang tersebut merupakan semacam `ongkos putus` yang sedang tren dalam hubungan asmara di Cina.
Harga cinta sejati?
Semua orang paham bahwa menjalin hubungan asmara membutuhkan biaya yang mahal. Mulai dari membeli minuman dan makanan pada tahap awal kencan, hingga membeli hadiah serta liburan di kemudian hari.
Tapi apa yang terjadi ketika suatu pasangan memutuskan hubungan?
Cara konvensional dengan mengembalikan hadiah yang pernah diberikan satu sama lain sudah kuno.
Di Cina, selama beberapa tahun terakhir muncul "ongkos putus hubungan " sebagai bentuk kompensasi kepada mantan kekasih.
Meskipun belum dilegalkan secara hukum, cara ini merupakan semacam bentuk `kesepakatan cerai`.
Pihak yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan lah yang kemudian bertanggung jawab memberi biaya perpisahan kepada pihak yang ditinggalkan.
Mungkin menjalin hubungan asmara penuh dengan romansa, tapi siapa yang membayar `biaya putus` jika api asmara telah padam? - AFP
Jumlah uang ditentukan berdasarkan waktu yang telah dilalui serta usaha dan uang yang telah dikeluarkan selama menjalin hubungan.
Beberapa orang melihat secara pragmatis jumlah yang telah dikeluarkan oleh mantan pasangan mereka dalam menjalin suatu hubungan, sedang yang lain menetapkan jumlahnya berdasarkan seberapa parah dampak emosional dari perpisahan yang terjadi.
`Biaya perpisahan` umumnya diberikan oleh pihak pria karena merasa bersalah atau berupaya meredam kesedihan mantan pasangannya.
Bagaimanapun, makin banyak perempuan yang membayar `ongkos putus` mengingat secara tradisional di Cina, pihak pria yang selalu mengeluarkan uang untuk membayar makan serta hadiah dalam jalinan hubungan.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa `biaya putus` bagian dari fenomena urban yang dipicu oleh meningkatnya konsumerisme.
Namun, pihak lain melihatnya sebagai sisa budaya dari zaman sebelumnya - ketika perempuan Cina lebih bergantung kepada pria.
Sikap khalayak Cina terhadap pacaran umumnya bersifat pragmatis dan berujung ke pernikahan. Jadi, `ongkos putus` dibayar dengan tujuan mencegah pihak yang ditinggalkan mengalami kerusakan emosional dan membantu mereka memulai lembaran baru.
Sejumlah laporan menunjukkan bahwa biaya tersebut secara khusus memberi kompensasi kepada perempuan lebih tua yang mungkin merasa kehilangan kesempatan untuk memprioritaskan karier atau bertemu "orang yang tepat".
Kasus-kasus mengenai biaya perpisahan yang muncul ke media cukup beragam, dari yang remeh sampai melibatkan proses pengadilan.
Beberapa kasus agak menggelikan, seperti ketika seorang perempuan menyuruh mantan kekasihnya membuat daftar setiap restoran dan hotel yang pernah mereka kunjungi.
Dia mencoba mencari tahu berapa besar uang yang pernah dikeluarkan mantan pasangannya, dan kemudian membayar pengeluaran tersebut.
Pada bulan Januari, seorang pria di Kota Ningbo meminta kompensasi dari mantan pasangannya setelah perempuan tersebut mencampakkannya karena kepalanya telah botak.
Kasus lain lebih serius. Pada November 2014, seorang pria di Provinsi Sichuan meminta kompensasi dari pasangannya setelah mendapati bahwa dia berselingkuh dengan pria lain.
Mereka berdua telah menikah dan sebelumnya telah berpacaran selama lima tahun. Dalam kurun waktu itu, sang pria sering memberikan uang dan membelikan baju untuk pasangan perempuannya.
Setelah mereka berpisah, sang perempuan menolak untuk membayar "biaya putus". Setelah menolak beberapa kali, sang pria mendatangi rumah mantan pasangannya tersebut dan melemparkan cairan asam kepada keluarganya.
Dia kemudian ditangkap karena dituduh melakukan penganiayaan. Akan tetapi dia berpendapat bahwa peristiwa itu bisa saja dihindari jika mereka berpisah baik-baik.
`Mainan bagi pria?`
Pada kasus uang yang ditinggalkan di bar Kota Hangzhou, harian melaporkan bahwa sang perempuan menilai uang yang diberikan "kurang beberapa juta yuan".
"Saya tidak mengambilnya, dan kemudian pergi. Saya mengatakan kepada dia untuk membawanya lagi. Hanya itu saja," sebut sang perempuan sebagaimana dikutip harian itu.
Perempuan itu tidak menyadari bahwa mantan pasangannya telah meninggalkan bar. Keduanya kemudian mendatangi kantor polisi seraya berharap uang tersebut masih bisa kembali.
Uang tersebut kemudian diserahkan ke pihak pria, yang diwanti-wanti oleh polisi supaya tidak terlalu ceroboh dengan uangnya. Bagaimanapun, dia masih bertanya-tanya apakah uang yang diberikan kepada mantan pasangannya telah mencukupi.
Pria berusia 20-an tahun itu mengatakan: "Apakah dua juta yuan merupakan jumlah yang cukup besar?"
Salah satu pengguna mikroblog Weibo berkomentar: "Dua juta dapat Anda belikan sebuah rumah yang layak di Hangzhou."
"Mengapa kamu memberikannya uang untuk memutuskan hubungan?" tanya pengguna Weibo lainnya.
Ada pula yang mempertanyakan sikap sang perempuan. "Bagaimana perempuan memandang dirinya? Sebagai sebuah produk atau mainan bagi seorang pria?"
Para pengguna Weibo berpendapat bahwa biaya semacam itu memberi tekanan kepada pria-pria di Cina, apalagi adanya ketidakseimbangan gender yang terjadi di negara tersebut.
"Mengapa pria harus selalu menjadi pihak yang memberi uang dan barang kepada perempuan? Apakah pria dan perempuan tidak setara?" seorang pengguna bertanya.
Hal ini juga membuat beberapa orang bertanya-tanya mengenai korelasi antara uang dan cinta, dan apakah kebiasaan tersebut menambahnya tekanan pada orang miskin di Cina dalam hal menemukan pasangan.