Merawat Tegangan yang Asyik Puisi dan Pantun Chairil Anwar
- bbc
"Ini kan versi yang biasa dikerjakan Chairil Anwar. Bagaimana inversi atau pembalikan sususan kalimat menjadi sangat penting bagi puisi Chairil Anwar karena salah satu tujuannya adalah menjaga kestabilan rima atau persajakan akhir," jelas Zen.
Bentuk seperti ini dikerjakan juga oleh Chairil pada puisi-puisinya yang lain seperti "1943" (1943), "Buat Gadis Rasid" (1948), "Yang terampas dan Yang Putus" (1949) dan "Derai-Derai Cemara" (1949).
Puisi bebas yang bermuara pada semangat kedararemajaan ini lalu mempengaruhi karya-karya sajak modern di kemudian hari, seperti "Pada Sebuah Pantai: Interlude" karya Goenawan Muhammad pada 1973.
Lebih lanjut, Zen menuturkan, watak kedararemajaan ini pada masanya sangat revolusioner, tapi juga dilematis.
Setidaknya dua orang yang terbilang dekat dengan Chairil Anwar, yaitu H.B Jassin dan Asrul Sani, pernah mengkritik khazanah puisi Chairil Anwar dengan wataknya yang dara-remaja dan teramat mengandalkan emosi.
"Artinya begini, puisi yang ditulis berdasarkan keharuan yang teramat besar. Pada Chairil sebetulnya sama, meskipun sebenarnya dia menggunakan ungkapan langsung, tapi keharuan itu tetap ada, emosi penyair tetap di depan,"
"Dalam kritik sastra tidak boleh begitu, ada namanya dunia intrinsik sajak, aku dan kau dalam sajak adalah sendiri, tapi pengarang dan pembaca itu dunia di luar sajak. Tapi dalam sajak-sajak Chairil Anwar, atau sajak pujangja baru, itu masih sangat bisa dihubungkan."
Kendati demikian, sastrawan Goenawan Muhammad tak sepenuhnya sependapat dengan pandangan Zen.