Urun Rembuk untuk Masa Depan Industri Kuliner Indonesia
VIVA – Kuliner tak lagi sekedar kebutuhan dasar, tapi telah menjadi lifestyle dan leisure. Seperti elemen gaya hidup lain, kuliner juga diwarnai pergantian tren. Pelaku industri kuliner kian kreatif menyajikan kuliner unik yang laris manis di pasaran. Sebut saja yang terbaru, es kepal Milo, salted egg chicken, bubble tea toast hingga Thai bun yang banyak berseliweran di media sosial.
Skalanya juga bervariatif, mulai dari jualan melalui media sosial, kios sederhana di pinggir jalan, stall modern di pusat perbelanjaan hingga dalam bentuk fancy resto. Kuliner dari yang harganya murah hingga mahal, tradisional hingga modern begitu mudah ditemui. Berdasarkan rilis yang diterima VIVA dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Republik Indonesia, industri kuliner merupakan subsektor ekonomi kreatif penyumbang kontribusi terbesar terhadap PDB ekonomi kreatif sebesar 41,40%. Selama tahun 2016, industri kuliner berhasil meraup keuntungan total sebesar Rp 382 triliun serta menghasilkan multiplying effect terbesar dalam subsektor ekonomi kreatif sebesar 1.91.
Data tersebut menjadi alasan kuat, industri kuliner memiliki prospek menjanjikan untuk bisa menjadi salah satu industri penopang perekonomian di masa depan. Apalagi dalam ekonomi kreatif, kuliner merupakan subsektor yang memiliki jumlah usaha terbanyak sebesar 5,550,960 di seluruh Nusantara.
Irfan Wahid, selaku Ketua Kelompok Kerja Industri Kreatif KEIN mengatakan, "Industri kuliner adalah salah satu industri yang potensial di masa depan. Industri ini akan terus berkembang seiring bertumbuhnya populasi masyarakat Indonesia dan kemajuan teknologi informasi."
Sayangnya, masih banyak hambatan dalam membesarkan industri kuliner. Sejumlah tantangan kerap dihadapi oleh pelaku industri kuliner di Indonesia.
Nah, untuk itu pada 26 April 2018, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyelenggarakan "Rembuk Kuliner Nusantara: Perumusan Strategi Tata Kelola Industri Kuliner Indonesia Berdaya Saing Global". Dihadiri oleh pelaku industri kuliner serta perwakilan kementerian terkait, acara ini dijadikan langkah awal pemerintah untuk menampung masukan, saran, pendapat sampai uneg-uneg berkaitan dengan industri kuliner. Para peserta bergantian mengutarakan pendapatnya sambil curhat seputar permasalahan yang mereka alami dalam mengembangkan usaha kuliner.
Seperti cerita Adhia, pengusaha muda yang punya sejumlah usaha seperti Umara Catering, Kedai Makan Lumpang Emas serta laukita yang menawarkan lauk siap saji dalam kemasan. Laukita yang mengusung konsep ready meal terbilang unik, karena Adhia mengklaim semua bahan yang ia gunakan segar, tanpa bahan pengawet. Agar lauk yang dibuatnya tetap segar dan siap disajikan dalam waktu 3 menit, ia mencari teknologi kemasan yang sesuai untuk 'mengawetkan' makanan. Susah payah berhasil menemukan teknologi yang sesuai, kini ia kesulitan menerbitkan izin usaha. Sudah 2 bulan ia berusaha menerbitkan SIUP TDP, semakin lama, modal yang harus dikeluarkannya jadi membengkak sementara usaha belum bisa berjalan. Isu sumber daya manusia yang tidak loyal dan higienitas juga menjadi tantangan.
Apa yang dialami oleh Adhia, tentu dialami juga oleh banyak pengusaha kuliner lain. Sejumlah permasalahan seperti seperti alur distribusi, bahan baku, logistik, teknologi, pemasaran, izin usaha, sumber daya manusia hingga sertifikasi standar perlu segera diatasi demi memajukan industri kuliner.
Teguh Anantawikrama, selaku Ketua Working Group Kreasi Fungsional KEIN mengingatkan kembali, "Potensi Industri kuliner sangat besar, karena bisa memberikan multiplier effect yang besar. Akan tetapi dibutuhkan dukungan multi stakeholder. Mulai dari kalangan finansial sebagai pendukung permodalan, pembuat kebijakan mulai dari kebijakan pengembangan industri dan pengembangan pasar melalui Departemen Perdagangan hingga BPOM yang mengawasi standar keamanan pangan. Tidak ketinggalan keterlibatan Kadin."
Teguh melanjutkan, "Melihat banyak kebijakan multi sektor, maka saya merasa perlu mendorong pertemuan lintas kementerian dan mengusulkan adanya shared KPI antar departemen agar keinginan meningkatkan daya saing industri kuliner bisa tercapai," tutupnya.