Logo BBC

Ingin Mengakhiri Hidup Gara-gara Disfungsi Ereksi

Ilustrasi pria.
Ilustrasi pria.
Sumber :
  • pixabay/pexels

PERINGATAN: Tulisan ini mengandung banyak paparan seks yang tak cocok bagi sebagian orang.

Saya berusia 16 tahun saat pertama kali menyadari bahwa penis saya tak bisa berdiri tegak atau ereksi sempurna selama masturbasi.

Lantas penis saya pun tidak pernah lagi mengalami ereksi di pagi hari seperti biasanya. Itu adalah tanda-tanda awal bahwa ada sesuatu yang salah.

Selama satu tahun, keadaan semakin memburuk. Aktivitas masturbasi dan hubungan seksual menjadi semakin sulit - saat saya berhenti melakukan rangsangan, penis saya menjadi lembek. Saya yakin saat itu pacar saya menyadari ada sesuatu yang salah, namun dia canggung untuk membicarakannya.

Tak ada orang yang bisa saya ajak bicara - saya tumbuh tanpa ayah dan terlalu malu untuk membicarakan hal ini dengan teman-teman sekolah saya. Mereka akan mengejek saya. Malah akan mengolok-olok kehidupan seks saya.

Hidup dengan keadaan seperti ini membuat saya tertekan. Saya tadinya menyangka impotensi adalah sesuatu yang hanya akan menimpa para laki-laki yang lebih tua.

Namun hal ini ternyata semakin banyak terjadi di kalangan remaja pria. Menurut sebuah penelitian baru-baru ini, satu dari setiap empat pasien disfungsi ereksi belum lagi berusia 40 tahun. Dokter saya saat ini mengatakan bahwa satu dari 10 laki-laki suatu saat akan mengalami gejala ini pada tahap tertentu dalam kehidupannya - tetapi masih merupakan hal yang tabu.

Ilustrasi pria

Banyak menonton film porno

Saya banyak menghabiskan waktu untuk menonton film-film porno sewaktu remaja - kadang bisa beberapa kali dalam sehari - sehingga sulit bagi saya untuk terangsang dalam kehidupan nyata. Banyak laki-laki yang memiliki pengalaman serupa.

Kini usia saya 25 tahun. Pernah saya berkonsultasi dengan dokter, tapi malah membuat keadaan saya semakin buruk. Dia menyepelekan masalah dengan mengatakan mungkin saya terlalu banyak melakukan masturbasi. Saya merasa semakin kesal dan cemas.

Diam-diam saya mulai memesan Viagra secara daring dari India. Saya menyelinap masuk ke kamar mandi untuk minum pil itu sebelum berhubungan seks. Kemudian saya melakukan seks oral terhadap pasangan saya selama 20 menit hingga penis saya terasa cukup keras untuk penetrasi.

Pil yang saya beli harganya £1,50 (lebih Rp25.000) per butir dan harus dibeli dalam kemasan 20 butir. Saya harus menghabiskan ratusan pound (jutaan rupiah) selama bertahun-tahun. Kalau kebanyakan laki-laki menyimpan kondom di dompet mereka, maka saya menyimpan Viagra. Saya tidak mengerti mengapa hal ini terjadi pada saya ketika saya masih sangat muda - itu membuat saya sangat frustrasi.

Jika persediaan pil saya habis, saya pasti panik dan mencari-cari alasan untuk tidak berhubungan seks. Bahkan ketika saya sudah mengonsumsi pil pun, saya masih belum bisa menikmati hubungan seks.

Saya takut bila tiba-tiba penis saya lembek saat tengah berhubungan seks.

Suatu hari, pacar saya menemukan pil-pil tersebut dan bertanya apa itu. Saya merasa canggung dan pura-pura tidak mendengarnya. Terbongkarnya rahasia itu membuat hubungan kami tegang dan akhirnya kami putus.

Saya berharap bisa membicarakan masalah saya dengannya namun saya merasa malu.

Ingin mengakhiri hidup

Setelah beberapa tahun, saya hampir bunuh diri. Sulit bagi saya untuk memulai hubungan romantis dengan serius - bagaimana hubungan itu bisa bertahan jika penis saya tidak berfungsi dengan baik? Saya merasa sepertinya saya tidak akan pernah dapat menemukan cinta dan membina sebuah keluarga jika penis saya mengalami disfungsi, jadi apa gunanya mencoba?

Saya bisa menangis mengkhawatirkan penis sampai tertidur. Saya lalu mulai menggunakan narkoba. Saya hanya berpikir, toh tubuh saya juga sudah berantakan - mengapa saya harus peduli bila narkoba itu merusak lebih jauh?

Suatu hari, diri saya benar-benar sudah hancur lebur dan akhirnya memberitahu ibu saya tentang semua yang saya alami. Sambil duduk di dapur saya katakan kepadanya bahwa jika saya sampai usia ke 30 ini masalah saya belum terselesaikan, saya akan bunuh diri. Dia terkejut, namun dia membantu saya dengan langsung membuatkan janji dengan seorang dokter lain.

Saya dirujuk ke seorang ahli urologi yang merekomendasikan banyak pengobatan baru. Saya mencoba segalanya: pil, jeli, bahkan suntikan. Suntikan adalah yang terburuk dari semua itu. Rupanya, para bintang porno menggunakannya agar penis mereka tetap tegak selama syuting film berlangsung.

Tangan saya bergetar setiap kali jarum suntik dimasukkan ke penis. Memang metode suntik itu berhasil, tapi saya menghentikannya setelah 6 minggu menjalaninya; karena terlalu mengerikan. Saya tidak mengerti mengapa ada orang yang mau memasukkan jarum ke penis mereka.

Saya mengunjungi seorang konsultan juga dan mulai mengamati faktor kecemasan yang menyebabkan disfungsi ereksi. Saya menyadari bahwa saya sudah lama tak membicarakannya, dan hal itun menambah kekuatiran saya dan memperburuk keadaan.

Sungguh melegakan saat saya tidak usah lagi menyembunyikannya - saya akhirnya melakukan sesuatu yang membuat beban saya terangkat.

Saya menjalani berbagai tes dan akhirnya saya didiagnosis mengalami kebocoran vena. Ini pada dasarnya berarti darah tidak mengalir dengan baik di sekitar penis, tetapi ada kerumitan tentang apa yang menyebabkannya dan seberapa lazimnya itu.

Hal itu bisa dipicu oleh penyakit vaskular, cedera seksual dan masturbasi berlebihan yang merusak jaringan penis. Itu yang kemudian dapat menyebabkan depresi dan kecemasan.

Sepertinya tidak ada perbaikan jangka panjang untuk masalah ereksi saya. Saya akan mencoba obat-obatan baru dan itu akan berguna selama beberapa bulan. Tapi kemudian kekuatiran itu datang kembali dan ereksi saya akan menghilang lagi.

Ilustrasi pria.

Operasi implan penis

Akhirnya, dokter saya menyarankan melakukan operasi implan penis. Ini terdiri dari dua batang plastik yang masuk ke dalam penis dan kantong larutan garam yang akan ditaruh di dalam perut saya.

Plastik itu bekerja dengan pompa tersembunyi di dalam buah zakar. Sebelum berhubungan seks, saya memencetnya sekitar 10 kali dan alat itu akan membuat arteri mengembang hingga penis saya bisa tegak. Penis akan lembek ketika saya menekan tombol untuk lepas. Saya masih bisa mengalami ejakulasi seperti biasa.

Pacar saya sekarang, yang baru saya kenal tiga bulan setelah operasi implan, sudah tahu semuanya. Saya menjelaskannya sambil berkelakar, bahwa penis saya yang tadinya manual sekarang otomatis.

Dia sangat pengertian, itu membuat saya berpikir bahwa jika saya bertemu dengannya sebelumnya mungkin saya tidak akan memiliki masalah yang membuat saya begitu cemas.

Teman-teman saya juga sudah tahu. Saya memberitahu mereka dengan menyebut diri saya sebagai `manusia robot`. Saya sedang mengerjakan sebuah situs saat itu dan semua orang terus meminta saya untuk menunjukkan kepada mereka bagaimana cara kerjanya. Rasanya seperti memamerkan gawai baru.

Teman-teman dekat saya sangat mendukung. Saya sangat terkejut - selama bertahun-tahun saya membayangkan mereka hanya akan mengejek saya- tetapi sebenarnya mereka sedih karena saya tidak memberi tahu mereka sejak awal.

Mampu menikmati seks tanpa khawatir kehilangan ereksi saya adalah sesuatu yang luar biasa. Tetapi terkadang saya mempertanyakan apakah melakukan operasi implan ini adalah keputusan yang tepat. Ini sesuatu yang tak dapat dibalikkan, jadi jika obat untuk disfungsi ereksi muncul dalam waktu 20 tahun, tida ada gunanya untuk saya: saya sudah terjebak di dalam yang satu ini.

Saran saya kepada siapa pun yang memiliki masalah ini adalah menemukan seseorang yang dapat Anda ajak bicara secara jujur tentang hal itu sebelum menjalani perawatan apa pun. Dan, jika bisa, temukanlah pasangan yang mendukung dan membuat Anda merasa nyaman. Yang jelas, janganlah menyelinap diam-diam mengonsumsi Viagra seperti yang saya lakukan.