Kisah Istri Dubes Rusdi Kirana Ikut Masak di Warung TKI
- VIVA/Rintan Puspitasari
VIVA – Beberapa kamar tidur berjajar rapi mirip kamar kos-kosan, lorong bertegel warna oranye yang memberi kesan cerah menjadi pemisah antara kamar dan dinding di salah satu sisi Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Menyusuri hingga ujung ruang, terdapat sederet keran air untuk mencuci atau keperluan wudhu. Mengintip lebih dalam, ada dapur cukup luas yang bisa memuat hingga sekitar 10 orang untuk memasak dengan nyaman.
Ada yang menarik perhatian ketika awak media berkunjung ke shelter (penampungan) para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tengah bermasalah dan akan dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Seorang wanita terlihat memasak bersama para TKI berseragam, mencuri perhatian karena menjadi salah satu dari beberapa wanita yang tidak berseragam. Â
Hanya mengenakan setelan warna putih bermotif, rambut panjangnya juga diikat ke belakang dengan acak, polos tanpa riasan di wajah, namun tetap terpancar aura berbeda dari lainnya. Siapa sangka wanita yang membaur dan ikut memasak dengan para TKI tersebut adalah istri Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Iesien Rusdi Kirana.
"Untuk mendukung program KBRI, kami Dharma Wanita Persatuan, istilahnya kita ibu-ibu mendukung program bapak-bapak," kata Iesien saat ditemui di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, beberapa waktu lalu.
Iesien menuturkan, bahwa kantin itu baru dibuka sebulan. Kantin itu untuk mendukung program Dubes KBRI, Rusdi Kirana. "Untuk membantu adik-adik (TKI) ini yang bermasalah. Jadi program Pak Dubes, kiranya mereka bisalah membuka warung seperti ini saat pulang kampung, punya warung, menunya yang sederhana saja," kata dia.
Menunggu tanpa tahu kapan akan pulang, tentu jadi hal membosankan bagi para TKI itu sehingga baik dari konselor ataupun Dharma Wanita Persatuan (DWP) berinisiatif membuka Warung Saya Mau Sukses yang dikelola para TKI. Hasil yang didapat akan diberikan kepada para TKI yang ikut mengelola saat pulang kampung nanti.
Dari Senin hingga Jumat, Iesien dan beberapa anggota DWP aktif membantu para TKI dalam menyiapkan makanan yang akan dijual di kantin yang baru dibuka Maret 2018 lalu untuk mereka yang mengurus berbagai keperluan dari visa hingga paspor di KBRI.
"Iya Senin sampai Jumat. Cuma kami gantian, memang ada beberapa saja yang bisa aktif sekali. Karena ibu-ibu (DWP) itu kan ada anak, keluarga, jadi memang itu diberi prioritas. Tapi semua anggota kami sudah pernah terjun ke dapur," ujarnya.
jangan sepelekan hasilnya. Karena meski baru buka sebulan, penghasilan yang bisa dibawa pulang para TKI dengan pembagian 80-20 persen dengan DWP itu cukup lumayan.
"Minggu pertama 500 ringgit (sekitar Rp1,8 juta) untuk 10 anak, minggu kedua kami dapat 1.800 ringgit (sekitar Rp6,4 juta) tapi tim 15 (dibagi 15 anak). Lumayan, tapi ya memang tujuannya hanya untuk membantu adik-adik ini selama di shelter daripada enggak melakukan sesuatu. Sebagian sudah pulang bawa uang. Kemarin ada seorang bawa pulang 692 ringgit (Rp2,5 juta)," katanya.
Penghasilan mereka selama ikut aktif di Warung Saya Mau Sukses tersebut hanya bisa diambil saat para TKI akan kembali pulang ke kampung halamannya. Hal ini karena mereka dilarang membawa uang selama di shelter. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan ditanggung konselor.
Menghadapi TKI bermasalah hingga ditampung di shelter dengan jumlah yang tak sedikit dan selalu berubah-ubah jumlahnya tentu bukan tugas mudah bagi wanita berparas ayu ini. Tapi baginya hal itu sudah menjadi keseharian yang menyenangkan, karena bisa berbagi dan meringankan beban para TKI.
"Senang-senang saja ngajarin mereka, karena bisa memberikan sesuatu untuk adik-adik yang kekurangan dari kita. Mereka belum terlalu terbuka, cuma saya tanya masalah mereka bisa sampai shelter," kata Iesien dengan mata berkaca-kaca. (mus)