Ratusan Kostum Gods of Egypt Hanya Dibuat Sembilan Orang
- VIVA.co.id/Putri Firdaus
VIVA.co.id – Jika Anda penyuka film mitologi atau fantasi, mungkin Anda pernah menyaksikan film Gods of Egypt, garapan sutradara Australia, Alex Proyas yang tayang di Indonesia pada 24 Oktober 2016 lalu. Film bergenre action/fantasy ini menceritakan perseteruan dewa-dewa Mesir terutama antara Set dan Horus.
Mengambil latar peradaban Mesir kuno, tentu busana dan kostum yang digunakan oleh para pemain memerlukan rancangan khusus demi menyesuaikan karakter dan jalan cerita film. Meskipun tidak seluruh elemen film murni menceritakan peradaban Mesir kuno, seluruh atribut tetap memasukkan elemen negeri Fir'aun tersebut.
Sang desainer kostum, Elizabeth Keogh Palmer yang berkesempatan menceritakan sedikit pengalamannya menciptakan kostum-kostum unik bagi setiap karakter, mengaku harus mendesain ratusan kostum untuk para pemain dalam waktu cukup singkat sekitar 14 minggu dengan tenaga sembilan orang.
"Saya rasa tantangan bekerja di pembuatan film ini adalah waktu dan harus membuat banyak kostum di waktu yang sedikit," ujar Palmer.
Dalam pengerjaan kostum yang singkat, dia cukup terbantu dengan adanya teknologi 3D printing karena tidak hanya untuk pemain, tapi juga harus menduplikasi kostum dan atribut para pemain untuk digunakan oleh pemeran pengganti.
"Jika saya punya waktu lebih banyak, kostum buatan saya bisa lebih baik dan mahkota milik tokoh Hathor misalnya, bisa dikerjakan oleh pengrajin perhiasan. Mahkota yang saya buat tidak hanya untuk Hathor tetapi juga untuk pemeran pengganti," tuturnya.
Tidak hanya waktu, dia juga dituntut mampu menafsirkan perintah sang sutradara untuk membuat kostum yang lekat dengan dua kata kunci film tersebut, yaitu Planet Egypt atau planet Mesir. Seluruh departemen seni termasuk dirinya harus bisa membuat kostum yang tidak melenceng dari dua kata tersebut.
Saat memulai pekerjaannya, Palmer mengaku tidak bertemu dan berkomunikasi sang sutradara. Dia hanya membaca naskah dan mengimajinasikan seperti apa kostum yang akan dibuatnya.
"Saya membaca naskah, tidak bertemu dengan sutradara dan tidak ada gambar yang diberikan. Semua berasal dari imajinasi. Saya hanya mengacu pada dua kata itu," ujarnya.
Meskipun film ini cenderung mendapat banyak kritikan terutama dari sisi kebudayaan, Palmer tidak merasa hal tersebut menganggu kariernya. Menurutnya, film ini dibuat untuk menghibur yang sudah dicampur imajinasi, bukan untuk menceritakan kembali sejarah.
"Seluruhnya murni imajinasi dan untuk kostum tetap saya beri sentuhan Mesir tradisional. Meskipun ini fantasi, tetap menyisipkan Mesir kuno di dalamnya," kata dia.
Sekadar informasi, selain bekerja di film Gods of Egypt, Palmer juga bekerja dalam film Dark City dan I, Robot yang dimainkan oleh Will Smith. Palmer juga mengandalakna teknologi mesin pencetak digital dan tiga dimensi dan pemotongan laser dalam membuat karya-karyanya.