Merdi Sihombing Ciptakan Koleksi Tenun Ramah Lingkungan
- VIVA.co.id/Linda Haibuan
VIVA.co.id – Industri fesyen Indonesia kian terlibat dalam mendukung program pembangunan ramah lingkungan. Ini pula yang melatarbelakangi desainer kenamaan Merdi Sihombing yang meluncurkan koleksi terbaru berbahan ramah lingkungan .
Bekerja sama dengan HIVOS, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Non Timber Forest Product Exchange Programme (NTFP EP), serta didukung oleh Uni Eropa, Merdi Sihombing memperkuat komitmennya terhadap konsep sustainable fashion (fesyen yang berkelanjutan). Tidak hanya itu, dia juga bermitra dengan para penenun perempuan yang berasal dari sembilan provinsi di Indonesia.
Bisa dikatakan, ini merupakan kali pertama seorang perancang busana Indonesia secara tunggal menciptakan koleksi fesyen ramah lingkungan menurut standar tekstil internasional. Koleksi terbaru Merdi ini diproses dengan menggunakan cara-cara yang berkelanjutan, yakni menggunakan zat warna alami, bubuk pewarna ramah lingkungan, ekstrak cairan, dan serat organik.
“Tekstil tenun tangan banyak diproduksi di berbagai pulau di Indonesia, dan lazim digunakan sebagai peralatan rumah, dekorasi, aksesoris fesyen, dan pakaian. Tekstil-tekstil ini bernilai budaya tinggi,” ujar Merdi Sihombing dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Minggu 28 Agustus 2016.
Merdi menambahkan bahwa aneka koleksi tenun tangan tradisional ini sangat baik dan tidak berbahaya untuk lingkungan hidup. Ini juga layak dipromosikan sebagai produk fesyen berkualitas dan bernilai jual yang kompetitif.
“Koleksi ramah lingkungan ini merupakan langkah besar terhadap apa yang selalu ingin saya raih bersama dengan para penenun; membuktikan bahwa aneka tekstil tenun tangan tradisional yang tidak berbahaya untuk lingkungan hidup layak dipromosikan sebagai produk fesyen berkualitas serta bernilai jual yang kompetitif," ungkap Merdi.
Sekretaris Eksekutif Nasional Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, Mia Ariyana mengatakan bahwa industri fesyen ramah lingkungan saat ini masih didominasi oleh pengusaha kecil di daerah-daerah miskin. Para penenun kebanyakan adalah perempuan miskin yang merupakan anggota kelompok etnik di daerah, yang melestarikan pengetahuan tradisionalnya pada teknik produksi yang berkelanjutan. (asp)