Burkini dan Busana Muslim yang Kian Mendunia

Model mengenakan burkini rancangan Aheda Zanetti.
Sumber :
  • REUTERS/Jason Reed

VIVA.co.id – Panggung New Zealand Fashion Week hari itu berbeda dari biasanya. Di bawah sorotan lampu dan musik yang menghentak, seorang model melenggang penuh percaya diri di atas panggung catwalk. Penampilannya menyentak para tamu undangan yang hadir.

Kolaborasi Elegan Safire Scarves dan Atarian Fashion Meriahkan Dwinas Duta Wisata Nasional

Bukan karena parasnya yang rupawan, tetapi busana yang ia kenakan mau tak mau membuat mata para tamu langsung tertuju padanya. Di antara para model lain yang mengenakan pakaian renang bikini, model tersebut memang terlihat mencolok.

Ya, sang model mengenakan burkini, pakaian renang yang tengah menjadi sorotan di dunia saat ini. Burkini tersebut diperagakan sang model sebagai bagian dari koleksi busana rancangan desainer pakaian renang asal Selandia Baru, Carena West. Tak hanya tamu undangan, kehadiran burkini tersebut mendapat ulasan hangat dari media Australia.

Tahun Ini Didominasi Monogram dan Coklat, Gimana Prediksi Tren Fesyen 2025?

“Hal ini merupakan keterbukaan yang sangat baik. Selandia Baru adalah negara yang memiliki daya tarik multi-budaya dan hal tersebut sangat hangat dan menawan," ujar salah seorang editor majalah fesyen Australia, Assia Benmedjdoub, kepada RNZ.

Baru-baru ini, burkini memang ramai diperbincangkan. Pakaian yang menutup seluruh tubuh hingga rambut tersebut mendapat penolakan keras dari lebih 30 pemerintah kota di Prancis. 

Intip Inspirasi Busana Muslim Syari untuk Pria

Pejabat setempat beralasan burkini turut bertanggung jawab atas teror yang semakin meningkat. Selain itu, pakaian renang yang lebih banyak dikenakan oleh wanita Muslim tersebut dianggap memperuncing ketegangan usai serangan bom yang terjadi di Prancis.

Aturan ini lantas menimbulkan pro dan kontra. Puncaknya ketika seorang wanita Muslim yang dianggap mengenakan burkini dipaksa membuka busananya oleh polisi Nice, Prancis. Wanita berusia 34 tahun itu sebetulnya mengenakan legging dan atasan tunik biru muda serta kerudung berwarna senada saat tengah berjemur di pantai.

Namun polisi rupanya bersikukuh bahwa apa yang dikenakan oleh wanita tersebut adalah burkini. Aksi paksa polisi itu rupanya berbuntut panjang setelah peristiwa tersebut berhasil diabadikan kamera milik salah seorang fotografer sebuah kantor berita Prancis.

Dalam waktu singkat, foto sang wanita yang tengah membuka pakaiannya beredar luas. Masyarakat dunia ramai-ramai mengecam. Jumat lalu,  Council of State pun mengeluarkan keputusan untuk menunda larangan burkini. Mereka menemukan bahwa larangan burkini yang diterapkan salah satu kota di Prancis, Villeneuve-Loubet, ilegal dan telah melanggar kebebasan dasar.

Keputusan Council of State ini diperkirakan akan turut menyeret kota lainnya yang juga menerapkan aturan serupa. Jika para wali kota tidak mematuhi keputusan tersebut, seorang pengacara HAM, Patrice Spinosi, mengancam akan membawa kasus ini ke pengadilan.

Di tengah ramainya perbincangan tentang burkini ini, Carena West justru tak ambil pusing. Pada Kamis, 25 Agustus 2016, perancang busana berusia 30 tahun tersebut justru menyertakan burkini dalam salah satu koleksinya. West berpendapat ia tak melihat burkini sebagai bentuk penindasan  agama.

“Mengenakan apa yang ingin Anda pakai adalah pilihan pribadi. Jadi apakah orang mau mengenakannya atau tidak, seharusnya tidak diperdebatkan,” ucap wanita yang lebih banyak merancang bikini ini.

West pun mengungkapkan alasannya merancang burkini. Keselamatan saat di air ternyata merupakan salah satu faktor yang memotivasinya untuk mendesain burkini. Selama ini, ia melihat wanita di Timur Tengah berenang mengenakan burqa dan dikhawatirkan bisa membahayakan keselamatan.

Ditemukan pertama kali di Australia

West bukan satu-satunya desainer yang mendesain burkini. Awalnya jenis pakaian renang ini dirancang oleh Aheda Zanetti, desainer asal Australia.  Zanetti yang telah tinggal di Negeri Kanguru selama lebih dari 40 tahun merancang burkini setelah melihat sang keponakan yang mengenakan hijab kesulitan mencari pakaian yang tepat untuk netball games di sekolahnya.

Ide untuk merancang burkini kemudian terbesit di kepala Zanetti. Pada tahun 2004, Zanetti mendesain burkini untuk pertama kali. Tujuannya, agar wanita Muslim tetap bisa melakukan olahraga air dan aktivitas lainnya sambil tetap mengenakan pakaian tertutup.

“Burkini awalnya dirancang untuk kebebasan, fleksibilitas, dan kepercayaan diri. Burkini dirancang agar bisa berintegrasi ke dalam masyarakat Australia,” kata Zanetti kepada kantor berita Reuters

Desainer Burkini Aheda Zanetti

Desainer Burkini Aheda Zanetti di salah satu toko pakaiannya di Sydney, 23 Agustus 2016. Foto: REUTERS/Jason Reed

Zanetti menilai bahwa banyak pihak salah persepsi dengan burkini. Menurutnya, burkini bisa dikenakan oleh siapa saja, terlepas dari agama yang dianut. “Saya harap mereka memahami bahwa burkini tidak melambangkan apa pun. Siapa saja bisa mengenakannya dan tidak merugikan,” ucap wanita keturunan Lebanon tersebut.

“Mengapa wanita harus dihukum karena mengenakan sesuatu yang merepresentasikan kebebasan, kesehatan, kebugaran, dan kebahagiaan.”

Uniknya, burkini ternyata tak hanya dikenakan wanita Muslim. Sang desainer memperkirakan  40 persen penjualan burkini berasal dari pelanggan wanita non-Muslim. Mereka rata-rata merupakan pasien yang sembuh dari kanker, serta ibu rumah tangga atau wanita yang ingin melindungi kulitnya dari sengatan matahari. 

Pernyataan sang desainer bahwa burkini juga diminati wanita non-Muslim ini bukan hanya omongan belaka. Seorang selebritas sekaligus chef terkenal asal Inggris, Nigella Lawson, pernah tertangkap kamera tengah mengenakan burkini saat berlibur di Australia pada 2011 lalu.

Banyak yang mempertanyakan alasan sang chef mengenakan pakaian renang tersebut. Ada yang menduga bahwa chef cantik ini malu dan ingin menutupi bentuk tubuhnya yang tidak ideal. 

Namun Lawson akhirnya menjelaskan bahwa ia menggunakan burkini karena sang mantan suami Charles Saatchi, tak ingin kulit pasangannya menjadi cokelat karena terkena matahari.

Busana Muslim Naik Daun

Belakangan diketahui Lawson membeli burkini seharga £79,99 itu dari perusahaan pakaian renang Muslim berbasis di Inggris, Modestly Active.  Desainer Modestly Active,  Kausar Sacranie, yang pertama kali memulai bisnis ini pada 2007 menuturkan, Nigella Lawson telah mengubah pandangan banyak orang terhadap burkini. 

Menurut dia, burkini memperlihatkan kepada masyarakat bahwa terdapat produk yang mampu melindungi tubuh dari sinar UV. Pihak Modestly Active menuturkan, mulanya mereka kesulitan menjual pakaian renang jenis burkini, namun penjualan justru melonjak tajam hingga 300-400 persen dalam beberapa tahun terakhir.

Kausar memperkirakan 30 persen pelanggannya bukan beragama Muslim. Ia juga menjelaskan burkini tak hanya diperuntukkan bagi wanita yang ingin menutup seluruh tubuhnya, melainkan untuk wanita yang ingin menutup tubuhnya sedikit dan tak ingin susah payah mencukur bulu kaki saat ke pantai.

Pamor burkini kian meroket. Salah satu momen yang tak bisa dilupakan Kausar adalah ketika The Sun memuat foto gadis muda mengenakan burkini rancangannya di pantai Brighton. “Seperti yang bisa Anda bayangkan, banyak non-Muslim menghubungi saya setelahnya. Saya sangat gembira,” ujar Kausar.

Selain burkini, sesungguhnya busana Muslim mulai naik daun dalam beberapa tahun belakangan. Merek-merek fesyen ternama dunia bahkan tak luput merilis busana Muslim. Sebut saja Dolce & Gabbana, dan Uniqlo yang berkolaborasi dengan Hana Tajima. Sementara pada tahun 2015, label fasyen H&M merilis video iklan yang memperlihatkan wanita berhijab.

Ada juga DKNY yang meluncurkan koleksi khusus untuk bulan Ramadan pada tahun 2014 lalu. Kemudian Dolce & Gabbana diketahui merilis abaya dan hijab dalam beberapa model pada awal tahun ini. Meski demikian, belum diketahui kapan abaya tersebut resmi diluncurkan, harga, serta lokasi penjualan. Namun yang jelas, busana-busana tersebut memperoleh respons positif dari para pencinta fesyen.

Abaya Dolce & Gabbana

Koleksi Abaya rancangan Dolce & Gabbana. Foto: Dok. Dolce & Gabbana

Banyaknya desainer dan label fesyen dunia yang berlomba-lomba mengusung busana Muslim sesungguhnya tak terlalu mengherankan. Hal ini jika menilik pangsa pasar busana Muslim yang sangat besar. Berdasarkan data Thomson Reuters, konsumen Muslim mengeluarkan uang hingga US$266 miliar untuk membeli pakaian dan alas kaki pada tahun 2013. 

Sementara berdasarkan State of the Global Islamic Economy Report 2015-2016, konsumen Muslim mengeluarkan US$230 miliar untuk membeli pakaian. Angka ini diperkirakan tumbuh hingga US$327 miliar pada tahun 2019. Terlepas dari pro kontra soal busana Muslim, pasar ini yang jelas akan terus berkembang dan menjadi pasar yang menggiurkan bagi label fesyen dunia. (Berbagai sumber)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya