Hari Batik Nasional, Para Pengrajin Menjerit Sepi Order

Karya Pengerajin Batik Tulis Celaket (BTC) Kota Malang
Sumber :
  • VIVA/ Lucky Aditya/ Malang

VIVA – Pengerajin Batik Tulis Celaket (BTC) Kota Malang menjerit karena penjualan mereka turun drastis di tengah pandemi COVID-19. Di hari Batik Nasional mereka mencatatkan nol order alias tidak ada penjualan sama sekali. Situasi ini dialami sejak 7 bulan terakhir. 

Hadiri Acara Trophy Tour Piala AFF Pakai Batik, Shin Tae-yong Bilang Fans Indonesia Itu ....

"Januari hingga Maret 0,1 persen saja penjualan itu belum pandemi tapi dampakmya mulai terasa. Di 7 bulan terakhir bahkan 0 persen penjualannya. Karena batik ini kan turunan dari pariwisata, kalau wisata tutup atau lesu otomatis berdampak pada batik," kata Pemilik Batik Tulis Celaket, Hanan Abdul Jalil, Jumat, 2 Oktober 2020. 

Baca Juga: Mengenal 5 Motif Batik Indonesia, Mega Mendung Sampai Papua

Para Calon Menteri Prabowo Kompak Kenakan Batik Cokelat Tua Datang ke Istana

Batik Tulis Celaket berdiri sejak tahun 1997. Daerah Celaket, atau Jalan Jaksa Agung Suprapto, Klojen, Kota Malang merupakan sentra pengerajin batik. Di Batik Tulis Celaket setidaknya ada 20 pengerajin batik yang terlibat dalam produksi. Semuanya merupakan warga Celaket. Dalam kondisi sulit seperti ini, mereka tetap memproduksi batik meski tanpa penjualan. 

"Di kami ada 20 karyawan sejak puluhan tahun, kebanyakan tetangga. Kebetukan Celaket ini sentra batik di Malang. Strategi sementara online, karena pembeli juga tidak ada mereka lebih memilih beli beras ketimbang beli baju. Daya beli masyarakat juga tidak ada," ujar Hanan Jalil. 

Minta Anak Muda Pakai Batik, Sandiaga Uno: Kita Menjaga Kearifan Lokal

Hanan Jalil mengatakan, dalam kondisi pandemi COVID-19 seperti saat ini tidak ada yang perlu disalahkan. Para pengerajin batik hanya meminta perhatian pemerintah agar tidak bangkrut karena penjualan yang terus diangka 0 persen. Perhatian yang diharapkan adalah membuat kebijakan belanja daerah untuk membeli batik karya pengerajin lokal. 

"Memang tidak ada yang bisa disalahkan, tapi kalau bisa pemerintah itu punya kebijakan belanja daerah itu harus dibelanjakan ke daerah. Untuk Kota Malang, misalkan disini ada 5 produsen batik ya beli saja disitu agar ekonomi bergerak. Karena produsen dan toko itu punya karyawan yang dinantikan oleh keluarganya untuk pulang membawa gaji," tutur Hanan Jalil. 

Hanan Jalil mengungkapkan, harapan di Hari Batik Nasional agar bisnis batik tetap eksis adalah bantuan modal usaha. Menurutnya, bantuan yang palinh dibutuhkan pengerajin batik bukanlah bantuan sosial melainkan bantuan pinjaman modal usaha demi menjalankan roda bisnis mereka. 

"Kalau saya yang dibutuhkan bukan bansos, tapi yang diharapkan bantuan baru. Kita ini pinjam tidak minta tapi dengan stimulus misalkan cicilan ringan, dan ada tempo waktu 6 bulan tidak bayar dulu misalnya. Diberi pinjaman dengan janji jangan pecat karyawan," tutur Hanan Jalil. 

Dia mengkisahkan, Batik Tulis Celaket juga pernah merasakan dampak dari krisis moneter pada tahun 1998. Menurutnya, krisis moneter 22 tahun yang lalu tidak separah pandemi COVID-19. Situasi saat ini dianggap lebih sulit karena daya beli masyarakat rendah. 

"Sangat berbeda dengan krismon, saat 1998 itu orang tidak dihantui terkena penyakit. Saat krisis moneter dulu mereka (masyarakat) tetap dan semakin giat bekerja untuk cari uanh. Nah saat ini kan orang banyak yang di rumahkan, tidak boleh bekerja harus di rumah. Kita berharap bisa melaluinya," kata Hanan Jalil. 

Ilustrasi pakaian batik.

Padahal Batik Sudah Diakui UNESCO, Sayangnya Pengrajinnya Terus Berkurang

Batik salah satu bukti nyata perjalanan panjang akan keragaman budaya Indonesia, telah diakui UNESCO sejak 2009. Namun, banyak tantangan yang dihadapi pengrajin batik.

img_title
VIVA.co.id
17 November 2024