Festival Indonesia Moskow 2019, Ferry Sunarto Pamerkan Tenun Masalli
- Dokuemntasi Ferry Sunarto
VIVA – Karya desainer Indonesia semakin mendunia. Salah satu desainer yang semakin berani memamerkan karya busana rancangannya di dunia internasional ialah Ferry Sunarto.
Memasuki tahun ke-4 pagelaran show tunggalnya di Moskow, Rusia, desainer Ferry Sunarto kembali membawa eksplorasi kain tradisional yang dituangkan dalam kecantikan kebaya modern. Fashion show tunggal yang menjadi bagian dari Festival Indonesia Moskow 2019 ini diselenggarakan di pinggir danau yang berada di jantung taman Krasnaya Presnya, 4 Agustus 2019.
Lewat rilis yang diterima VIVA diinformasikan bahwa acara tersebut dihadiri tamu undangan mulai dari pejabat setempat hingga Fashion People, yang terdiri atas pemilik butik dan para entrepreneur. Acara dibuka dengan sambutan dari Duta Besar Republik Indonesia untuk Rusia dan Belarus, M. Wahid Supriyadi.
Kontribusi Ferry Sunarto yang dipercaya menjadi koordinator fashion show terhadap Festival Indonesia Moskow ini diapresiasi dengan sangat baik oleh M. Wahid.
Cuaca yang sempat mendung, tidak menghalangi para model berlenggak-lenggok menyeberangi jembatan di atas danau untuk menampilkan 30 koleksi bertajuk De’Posuo. Delapan koleksi pertama didominasi warna vanilla, butter yellow, dan oranye muda. Bekerja sama dengan UKM binaan Bank Indonesia, sebagai bentuk dedikasinya selama 4 tahun menjadi koordinator fashion show yang membantu UMKM dan incubator designer dalam menampilkan karya-karyanya.
Ferry Sunarto memadukan kain tenun “Massali” dari Sulawesi Tenggara dengan organdi, tile, dan shantung. Potongan dress selutut dengan detail tenun Sulawesi Tenggara di pinggang ditambah detail ruffles pada bahu dilanjutkan dengan jumpsuit serta dress tenun yang dibalut dengan kebaya sebagai outer-nya.
Seluruh model tampil dengan aksesori kepala rancangan Rinaldy A. Yunardi yang disematkan pada kepangan rambut.
Model-model selanjutnya berpose dalam busana warna cerah seperti mint green dan dusty pink hingga koleksi terakhir ditutup dengan gaun berwarna lavender setumit berbahan tile yang di-layer dengan celana pensil berwarna sama serta veil sebagai pelengkapnya.
Koleksi ini menginterpretasikan transisi kedewasaan seorang remaja menjadi wanita dewasa yang masih kental dalam adat istiadat masyarakat Sulawesi Tenggara yang disebut De’Posuo. Tradisi memingit anak gadis yang beranjak dewasa selama 8 hari 8 malam demi menjaga kesucian gadis tersebut.
Pada malam ke-8, dilakukan ritual dengan tarian-tarian yang diiringi oleh tabuhan gendang dan dihadiri oleh pemuka adat. Mereka percaya, jika ada salah satu gendang yang pecah, pertanda bahwa gadis itu tidak suci lagi.
Berangkat dari tradisi inilah, Ferry Sunarto mengembangkan idenya dan dituangkan dalam koleksi pret-a-porter yang lebih ringan dan cheerful lalu ditutup dengan koleksi couture yang chic dan sophisticated.
Bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, kain Sulawesi Tenggara pun dipilih untuk memperkenalkan budaya Indonesia melalui industri fashion untuk menjadi napas baru yang dapat diterima di pasar Eropa timur khususnya Rusia.