Katy Perry Dihujat, Mendesain Sandal 'Berbau' Rasisme
- VIVA/Putri Dwi
VIVA – Banyak seleb Hollywood yang sukses dengan bisnis sampingan di industri fesyen. Sebut saja Kanye West, Justin Bieber, Victoria Beckham, sampai Rihanna. Penyanyi Katy Perry yang punya gaya panggung unik, juga enggak ketinggalan. Ia merilis bisnis alas kaki yang diberi nama Katy Perry.
Sayangnya, koleksi terbaru Katy Perry berupa slip on loafers dapat tanggapan yang tidak baik di pasaran, dikutip dari laman Daily Mail. Koleksi teranyar seri Rue Face Slip On Loafers dan Ora Face Block Heel Sandal yang dijual seharga US$129 atau sekitar Rp1,8 juta menuai banyak kritik. Pasalnya desain selop itu dinilai rasis dan melecehkan masyarakat kulit hitam.
Desain selop berupa siluet wajah dengan mulut berwarna merah di atas material berwarna hitam. Memang, jika dilihat selop itu menyerupai wajah kulit hitam. Â
Langsung saja sandal tersebut dikaitkan dengan aksi Blackface, di mana kaum kulit putih mewarnai hitam muka mereka untuk meniru kaum kulit hitam.
Penyanyi Masika Kalysha langsung menyerang Katy perihal desain ofensif itu. Masika tak sendiri, banyak yang sepakat jika desain tersebut mengundang beragam pretensi.
Sebenarnya, Katy tidak bermaksud berbuat rasis. Selain hitam, selop dengan desain serupa juga dirilis dalam warna krem. Seorang sumber, berkata kepada TMZ bahwa desain sandal tersebut tidak dimaksudkan untuk sesuatu yang ofensif.
Meski begitu, pihak Katy Perry akhirnya mengalah dan tidak mau membuat isu berkepanjangan."Guna menghormati dan tetap peka dengan isu yang berkembang, tim sedang dalam proses menarik sepatu," tulis rilis dari pihak Katy Perry.
Bukan kali ini saja Katy tersandung isu kultur. Beberapa tahun lalu, saat dirinya tampil di ajang America Music Award (AMA) 2013, ia bergaya ala Geisha. Di tahun yang sama, kritik kembali dialamatkan kepadanya lantaran model rambut cornrows dalam video klip This is How We Do.
Katy pun meminta maaf atas segala aksinya yang dinilai rasis dalam wawancara tahun 2017 dengan aktivis Black Lives Matter, DeRay McKesson. Ia mengatakan, dirinya tidak memahami perjuangan budaya lain dan akan terus memperkaya diri dengan pengetahuan kultural.