Lagi Tren, Jam Tangan Jadi Investasi Mahal

Ilustrasi jam tangan
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Banyak hal yang bisa dilakukan untuk berinvestasi. Umumnya, kebanyakan orang akan membeli tanah atau pun rumah untuk dijadikan investasi. Namun kini, tak sedikit pula, orang yang melakukan investasi dengan membeli barang fesyen mewah.

Sejumlah seleb pun telah melakukan investasi dengan membeli tas-tas branded berharga selangit. Bahkan ada juga yang memilih untuk berinvestasi dengan menyimpan jam tangan mewah. Nah, jika Anda membeli sebuah barang mewah, mulai dari sekarang, berpikirlah melihatnya sebagai bentuk “investasi”.

Namun, menjadikan barang mewah untuk investasi, Anda perlu sedikit lebih cermat. Karena tidak semua benda mahal, khususnya yang digadang-gadang memiliki teknologi terkini, layak disebut investasi.

Menurut Knight Frank Luxury Investment Index 2018 lewat rilis yang diterima VIVA.co.id,  pergerakan kelas menengah ke kelas atas secara global menunjukkan tren yang terus meningkat. Hal ini ternyata menyebabkan permintaan terhadap barang-barang mewah dan koleksi juga ikut naik, seperti barang seni, jam tangan, sampai wine.

Salah satu benda mewah yang banyak dilirik oleh kolektor adalah jam tangan. Sejak tahun 2014, tren mengoleksi jam tangan mewah mulai marak di kalangan kelas menengah atas di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia.

Koleksi jam tangan mewah bagi kalangan masyarakat atas (high networth) kerap dianggap sebagai bagian dari fashion dan status sosial. Tidak sedikit yang kemudian menyebut koleksi jam tangan dari beragam merek ternama dengan model unik sebagai bentuk investasi.  

Pandangan masyarakat high networth tentang nilai investasi pada jam tangan diakui oleh Ari Adil, Co-Founder & Chairman Jagartha Advisors--perusahaan penasihat investasi yang independen, dapat dianggap sebagai pilihan investasi yang tepat namun perlu juga dicermati oleh setiap pemiliknya.

Menurut Ari tidak semua jam tangan meski dibeli dengan harga mahal, bisa memberikan keuntungan yang tinggi di kemudian hari.

Jam tangan Guess

Hadiri Pertemuan dengan Menko Airlangga, Sekjen OECD: Keanggotaan Indonesia pada OECD Mendukung Visi Indonesia Emas 2045

Mengacu pada tren beberapa tahun ke belakang, produksi jam tangan mewah kian dibatasi secara global. Beberapa faktor seperti perubahan minat konsumen ke jam tangan pintar (smartwatch), situasi politik Tiongkok dengan kebijakan pemberantasan korupsinya menyebabkan penurunan produksi yang signifikan. Namun, ada pula pembatasan produksi model yang sengaja dilakukan untuk membangun nilai eksklusif.

Faktor ketiga ini dianggap Ari sebagai peluang bagi kolektor jam tangan untuk berburu produk yang bisa memiliki nilai tinggi di masa depan. Semakin terbatas produk di pasaran, semakin tinggi pula nilainya di mata para kolektor. Terlebih untuk jam tangan yang dianggap vintage, discontinued atau dari edisi khusus.

Manfaatkan Investasi Hasil Kunjungan Kerja ke Berbagai Negara, Pemerintah Kejar Pembangunan KEK dan PSN

“Ada beberapa model dari brand jam terkenal jumlahnya sangat terbatas di pasaran sehingga menyebabkan harga di pasar jam tangan second bisa sangat tinggi. Tetapi, jangan sembarang membeli lalu tertipu brand palsu atau model jam yang sebetulnya biasa saja dan tidak memiliki nilai investasi,” kata Ari.

Selain dari sisi kelangkaan, faktor lain seperti model, mesin dan nilai emosional dari si pemilik terdahulu dipandang Ari sebagai faktor tambahan yang membuat sebuah jam tangan memiliki nilai jual tinggi.

Siapkan Investasi Rp 267 Triliun hingga 2029, MIND ID Kerek Target Pendapatan Tahunan

“Jam tangan yang pernah dimiliki oleh selebriti, public figure atau atlet olahraga terkenal biasanya semakin banyak diburu kolektor dan bisa dibanderol dengan harga jual kembali yang tinggi,” tambahnya.

Luxury Goods sebagai “Currency”

Mengoleksi jam tangan mewah dengan tujuan untuk berinvestasi memerlukan pertimbangan yang cermat. Melalui riset pasar, Anda bisa mengetahui demand dan supply sebuah model tertentu untuk menjadi dasar apakah menjual jam tangan mewah di pasar second bisa menghasilkan nilai jual yang lebih tinggi.

Karena itu, Ari selalu mengingatkan untuk memandang luxury goods seperti jam mewah sebagai currency atau mata uang yang bisa dilikuidasi kapan saja. Konsep mata uang pada jam tangan mewah dimaksudkan agar investor tidak salah sangka dalam memproyeksikan peningkatan nilai finansial pada koleksinya. “Jam tangan mewah adalah salah satu barang yang punya monetisasi baik, karena pasarnya di Indonesia sudah terbentuk di kalangan yang juga paham tentang value sebuah barang mewah,” kata Ari.

Sederhananya, ketika Anda menyimpan deposito berjangka selama kurun waktu tertentu, nilai deposito Anda akan bertambah pada saat deposito Anda jatuh tempo. Di sisi lain, apabila Anda punya jam tangan mewah yang bisa dijual kembali dengan nilai melebihi harga beli yang Anda keluarkan, Anda tidak perlu menunggu masa “jatuh tempo” untuk mendapatkan keuntungan.

Jam tangan mahal.

Bicara tentang sisi investasi, Ari juga menyarankan para kolektor untuk memperhatikan pergerakan nilai tukar Rupiah. Mengingat jam tangan mewah merupakan barang impor yang harga jualnya di Indonesia menggunakan mata uang Rupiah, maka harga jam mewah baru dan second menjadi terpengaruh apabila Rupiah terdepresiasi maupun terapresiasi. “Membeli jam tangan baru atau menjual jam tangan mewah second di Indonesia dapat menjadi peluang yang menarik apabila dilakukan pada saat kondisi mata uang Rupiah yang tepat”, saran Ari.

Ari juga menambahkan, meski masyarakat kelas atas Indonesia sudah sangat familiar dengan kepemilikan luxury goods, sedapat mungkin luxury goods ini tidak menjadi satu-satunya portofolio untuk tujuan berinvestasi.

“Risiko kerusakan barang jika berada di tangan yang tidak tepat justru akan merusak nilainya. Sehingga, sangat penting bagi investor untuk mengerti risiko dari kegiatan investasi yang melibatkan barang-barang berharga yang tidak menghasilkan pendapatan tetap. Jika Anda sudah memiliki mindset memiliki jam mewah sebagai currency atau mata uang, maka tidak ada salahnya Anda mengoleksi jam tangan guna mendiversifikasi portofolio investasi Anda,” tutup Ari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya