5 Fakta Menarik Tentang Ulos yang Jarang Diketahui Orang
- VIVA/Rintan Puspitasari
VIVA – Ulos bagi masyarakat Batak adalah bagian dari kehidupan mereka. Ulos memiliki fungsi simbolik yang selalu hadir dalam segala aspek kehidupan masyarakat Batak.
Meski akrab bagi masyarakat Batak, fakta menarik seputar ulos mungkin tak seakrab batik bagi masyarakat umum. Sambil mengenal ulos lebih dekat lewat pameran bertajuk Ulos, Hangoluan & Tondi yang digelar selama 14 hari mulai tanggal 20 September 2018 hingga 7 Oktober 2018 di Museum Tekstil, Jakarta, ada beberapa fakta menarik tentang ulos yang patut diketahui.
Selimut
Jadi ternyata ulos itu adalah selimut. Dalam bahasa Batak, menurut pecinta dan kolektor ulos ternama, Torang Sitorus, ‘ulos’ artinya ‘selimut’.
"Ulos zaman dulu adalah selimut, tapi dia berkembang menjadi suatu kain adat. Siklus hidup Batak bisa dilihat dari jenis ulos yang mereka pakai saat upacara," ujarnya di Museum Tekstil, Jakarta Barat, Rabu, 19 September 2018.
Ulos asli tidak kaku
Selama ini yang diketahui masyarakat awam, ulos adalah kain yang kaku dan sulit untuk dibentuk menjadi model pakaian lainnya. Tapi ternyata, zaman dulu ulos itu sama seperti kain pada umumnya yang lembut saat disentuh atau pun digunakan.
"Itu yang modern yang kaku, yang lama-lama luwes dan lembut. Itu karena benang dan bahan. Jadi kalau yang modern benangnya pakai kanji, jadi mau dicuci berapa kali tetap kaku. Kalau dulu benang katun," kata perwakilan Tobatenun, Kerri Na Basaria.
Menganyam ulos seperti matematika
Teknik yang digunakan untuk menghasilkan kain ulos tidak sembarangan. Perlu waktu berbulan-bulan hanya untuk menyelesaikan satu helai kain ulos.
"Ulos mahakarya dari Toba, dikerjakan seperti menganyam. Kalau daerah lain pakai lidi. Ulos (mirip) matematika, benar-benar dihitung, menganyam sehelai demi helai benang sampai terbentuk motif," kata Torang.
Pewarnaan alam mulai ditinggalkan
Kalau zaman dulu ulos diwarnai dari pewarna alam seperti endapan kulit kayu, akar, getah daun, kini teknik pewarnaan alami tersebut hampir tak ada regenerasinya.
"Pewarnaan alam di Toba sudah mati karena ilmunya hilang. Kita sudah meninggalkan pewarnaan alami 50 hingga 80 tahun, karena paling tua ini ada ibu-ibu usia 70 tahun (mengatakan )terakhir kali menenun dengan pewarna alami adalah ibunya," kata Torang.
Makna tiga warna dasar ulos
Warna dasar ulos, yakni merah, putih dan hitam merujuk pada makna spiritual kehidupan masyarakat Toba. Putih bermakna kesucian, merah bermakna keberanian dan hitam bermakna kharisma serta kepemimpinan.