Makin Banyak Artis Endorse, BPOM Ingatkan Hati-hati Pilih Produk
- VIVA/Diza Liane Sahputri
VIVA – Berkembangnya teknologi informasi memudahkan orang dalam mengakses informasi. Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi juga dimanfaatkan sebagai media promosi produk-produk seperti kecantikan.
Belakangan ini tidak sedikit dari para penjual obat tersebut, yang mengendorse beauty influencer hingga artis kenamaan dalam mempromosikan produk mereka. Namun sayangnya tidak sedikit dari produk tersebut yang ternyata mengandung bahan berbahaya.
Terkait dengan maraknya endorser dari kalangan selebritis dan influencer, kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito memberikan imbauan agar para peng-endorse harus jeli dalam mempromosikan produk yang akan diiklankannya.
"Kami imbau para vlogger, blogger para artis juga harus lihat. Mereka harus hati-hati lihat produk apakah teregistrasi dan tidak ada kandungan berbahaya," kata dia saat ditemui di Balai Kartini Jakarta, Senin 13 Agustus 2018.
Dia melanjutkan para pembeli juga harus tetap mengecek produk yang akan dibelinya apakah mengandung bahan berbahaya atau tidak. Mengingat peredaran informasi melalui online yang begitu luas.
"Tetap setiap konsumsi produk dan penjualan harus ada notifikasi atau registrasi dari BPOM. Itu artinya, sudah terjamin di aspek keamanan, mutu dan manfaat kandungannya. Baca di situ nomor registrasi yang benar dari BPOM," jelas Penny.
Barcode
Pihak BPOM, lanjut dia juga tengah mempersiapkan scan barcode di setiap produk pangan, obat maupun kosmetik yang nantinya akan memudahkan masyarakat untuk mengidentifikasi palsu atau tidaknya produk, berbahaya atau tidaknya produk.
"Ke depan akan terapkan informasi edukasi dua dimensi barcode di dalam setiap produk. Nanti (masyarakat) bisa terlindungi, untuk scan bisa kelihatan kedaluarsa, nomor registrasi aspek legalitas," jelas dia.
Di sisi lain, untuk peredaran produk kosmetik, obat yang palsu atau berbahaya, pihaknya melalui deputi penindakan yakni unit kerja khusus cyber crime setiap harinya melakukan pengawasan dan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup penjual kosmetik atau obat palsu serta mengandung bahan berbahaya.
"Toko online banyak mati satu tumbuh sepuluh, kita malahan konsumen kalau enggak ada demand tentunya tidak disuplai. Maka dari itu selain pengawasan produk, kita juga bangun konsumen yang cerdas kalau para remaja tahu (dampak bahayanya) dan enggak beli. Mereka yang teredukasi bisa menjadi corong untuk sampaikan bahayanya kepada masyarakat," papar dia.
Dia pun menjelaskan bahwa BPOM akan menindak siapapun yang memproduksi, mendistribusikan dan menjual kosmetik atau obat tanpa izin edar. Mereka yang melakukan hal tersebut, akan diancam hukuman penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp15 miliar, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan.