Motif Baru Batik Khas Brebes, Cantik dan Sarat Makna
- VIVA/ Isra Berlian
VIVA – Indonesia memiliki potensi produk kerajinan yang begitu besar. Namun, beberapa produk tersebut masih bersifat tradisional dan belum memenuhi kebutuhan gaya hidup modern. Bisa dikatakan belum berkembang dan tidak mengalami diversifikasi produk.
Melihat kenyataan itu, Badan Ekonomi Kreatif mencetuskan program Inovatif dan Kreatif Melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON).
Salah satunya adalah kolaborasi antara Sylvie Arizkiany Salim dan pengrajin asal Desa Bentar, Kecamatan Salem Brebes, Jawa Tengah. Pada tahun 2016 lalu, Sylvie dan tim melakukan penelitian dan pengembangan di Desa Bentar untuk menciptakan motif batik yang bisa dijadikan ciri khas dari Brebes khususnya Desa Salem yang ke depannya bisa dipatenkan.
Sylvie yang bercerita kepada VIVA mengutarakan bahwa untuk melakukan hal tersebut dia dan timnya mengalami berbagai kendala terutama dalam hal mengerjakan pola desain yang telah diciptakannya dan diberikan nama batik Salam Salem.
"Memang tidak mudah mencari pengrajin yang mau mengerjakan desain baru. Mau yang sudah biasa mereka kerjakan, gampang sudah hafal," jelas dia saat ditemui di Graha Niaga Thamrin, Jakarta.
Sylvie melanjutkan, untuk desain dari tim IKKON, desain khusus dan makna filosofinya yang harus dijaga.
"Aku tanya ke beberapa pengrajin kalau mau buat desain seperti ini bisa atau enggak, ada yang belum apa-apa bilangnya susah," kata dia.
Dia melanjutkan, bahkan ada salah seorang yang pada menit-menit terakhir menjelang show menyerah dan mengembalikan kertas desainnya itu kepada dia.
Dia pun kemudian kembali ke desa yang jaraknya tiga jam dari Kota Brebes untuk mencari pengrajin yang bisa membantunya. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Tarkinah.
"Tidak mudah memang akhirnya kita ketemu Bu Tarkinah kita tanya dia yang mau mencoba dan dia selalu mau mencoba buat kita jadi optimis," jelas dia.
Lebih Produktif
Sylvie menyebut motif yang diciptakannya ini terinspirasi dari masyarakat Desa Salem yang guyub, rukun hingga keindahan alam yang ada di sekitar Salem untuk kemudian dituangkan dalam motif.
Hingga akhirnya munculah dengan gambar atau visual daun yang menggambarkan alamnya. Kemudian ada gambar tangan yang hendak bersalaman dari bawah dan dari atas, dan itu terlihat secara visual sekilas seperti huruf S atau identik dengan kata Salem padahal itu adalah tangan yang hendak bersalaman.
"Desain ini diimplementasikan ke kain motif, dibuat dari yang penuh sampai makin jarang dari bawah ke atas. Menggambarkan masyarakat salem yang guyub tapi mandiri dan ingin menjadi pribadi yang berhasil," terang dia.
Di sisi lain, sang pengrajin Tarkinah mengaku dengan adanya kolaborasi ini, ia jadi lebih produktif. Bayangkan saja, dulunya ia hanya membuat 20 helai kain batik. Kini ia membuat 40 helai kain yang otomatis menambah penghasilannya hingga dua kali lipat.
Dalam membuat batik Salem tersebut, Tarkinah menggunakan pewarna alami seperti kulit mahoni, daun mangga, daun jambu, daun jati, kulit jengkol. Meski warnanya tidak terlalu menyolok, namun motif batik Salem memiliki kesan klasik dan mempunyai penggemar tersendiri. Dia menjual kain batik berukuran 1,15 x 2,20 meter dengan harga Rp350 ribu.