Gen Z Rebut Panggung Fashion? Gaya Uniknya Bikin Semua Generasi Terpukau!

Fashion
Sumber :
  • ist

VIVA – Generasi di Indonesia sering kali digambarkan dengan stereotip yang memperlebar jarak antar kelompok usia. Dari konflik nilai hingga preferensi gaya hidup, banyak yang menganggap bahwa cara berpikir dan bertindak generasi muda seperti Gen Z tidak dapat diterima oleh generasi yang lebih tua.

Sementara itu, stigma terhadap generasi yang lebih tua sebagai “tidak relevan” juga memperburuk situasi. Ketegangan ini tercermin di tempat kerja, keluarga, hingga budaya pop. Namun, dengan perubahan zaman, terutama meningkatnya kesadaran terhadap keberlanjutan dan nilai-nilai autentisitas.

Gen Z mulai menawarkan pendekatan baru, mereka memilih untuk menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan melalui gaya, kreativitas, dan kolaborasi lintas generasi. Artikel ini akan mengungkap bagaimana Gen Z menjembatani kesenjangan generasi dengan pendekatan unik mereka terhadap gaya dan budaya.

Tak hanya itu, artikel ini juga akan memberikan wawasan tentang bagaimana perspektif ini relevan dengan masyarakat Indonesia dan bagaimana tren lintas generasi ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi konflik antar generasi.

Mengapa Autentisitas Menjadi Kunci untuk Gen Z?

Gen Z dikenal dengan kebutuhan mereka akan autentisitas. Mereka tidak lagi membedakan seseorang berdasarkan usia, melainkan pada nilai dan keaslian yang ditawarkan. Dalam budaya yang semakin global, keinginan untuk terhubung dengan masa lalu menjadi daya tarik utama.

Steven Tiller, CEO dari SeaVees, mencatat bahwa masa-masa penuh ketidakpastian mendorong orang untuk mencari sesuatu yang nyaman dan stabil. Tidak heran jika brand dengan sentuhan vintage seperti Levi’s, JanSport, dan SeaVees mendapat tempat di hati generasi muda. Di Indonesia sendiri, fenomena ini terlihat dengan maraknya pasar barang bekas atau thrift shop yang diisi koleksi klasik.

Bukan hanya pada barang, Gen Z juga tertarik dengan kisah di balik produk yang mereka gunakan. Faktor nostalgia menjadi daya tarik, meski mereka mungkin belum pernah merasakan era tersebut.

Kolaborasi Gaya Lintas Generasi: Sebuah Tren Global yang Masuk Indonesia

Dalam sebuah acara di Silver Lake, Los Angeles, para Gen Z dan influencer muda berkumpul untuk berburu koleksi vintage. Namun, yang menarik adalah kolaborasi lintas generasi yang terjadi di acara tersebut. Seorang Gen X bahkan merasa terkejut ketika obrolannya tentang gaya berpakaian disambut hangat oleh Gen Z yang 20 tahun lebih muda.

Di Indonesia, tren serupa terjadi di platform seperti TikTok dan Instagram. Influencer seperti Heidi Clements (64 tahun) membuktikan bahwa usia tidak lagi menjadi penghalang untuk berbagi inspirasi gaya. Bahkan, sebagian besar pengikut mereka adalah Gen Z yang terinspirasi oleh kepercayaan diri para senior ini.

Lebih dari sekadar gaya, mereka menunjukkan bahwa usia dewasa bisa menjadi sesuatu yang patut dirayakan, bukan ditakuti. Seorang Gen Z bernama Millie Winter menyebutkan, “Gaya para influencer yang lebih tua mengajarkan saya bahwa kreativitas dapat bertahan seumur hidup.”

Bagaimana Mode dan Budaya Populer Menyatukan Generasi?

Fashion dan budaya populer menjadi media utama dalam menjembatani kesenjangan generasi. Di Indonesia, hal ini terlihat dari popularitas tren mode vintage dan retro di kalangan anak muda.

Sebagai contoh:

  • Tas Jansport klasik kembali diminati karena memadukan fungsi dan nostalgia.

  • Pakaian ala tahun 90-an sering dipadukan dengan elemen modern, menciptakan perpaduan unik yang melampaui batas usia.

  • Sepatu sneakers bergaya vintage, seperti yang dijelaskan dalam acara MARKT LA, menjadi simbol koneksi antar generasi.

Selain itu, pasar mode bekas atau thrifting yang menjamur di Indonesia membuktikan bahwa Gen Z menghargai warisan budaya melalui cara yang berkelanjutan. Mereka melihat pakaian vintage sebagai cara untuk mengekspresikan kepribadian sekaligus mendukung gaya hidup ramah lingkungan.

Mengapa Kesenjangan Generasi Tidak Lagi Relevan?

Sebuah survei dari Pew Research Center menunjukkan bahwa generasi muda semakin mengabaikan label generasi tradisional. Mereka lebih fokus pada pengalaman bersama yang melibatkan semua kelompok usia. Konsep “perennials” atau individu yang tetap relevan di segala usia juga semakin populer.

Hal ini relevan dengan masyarakat Indonesia, di mana generasi muda sering kali menjadikan orang tua sebagai panutan dalam membentuk nilai-nilai mereka. Bahkan, kecenderungan Gen Z untuk memanfaatkan teknologi dan media sosial sering digunakan untuk menyoroti nilai-nilai tradisional yang dianggap relevan.

Sebagai contoh, konten seperti memasak makanan tradisional, mengenakan pakaian adat, atau merekam perjalanan ke tempat bersejarah sering menjadi tren yang diminati di media sosial.

Dampak di Dunia Kerja: Menyatukan Nilai Lintas Generasi

Rahasia Tubuh Langsing Orang Korea: Hindari 4 Jenis Makanan Ini Sekarang Juga!

Kesenjangan generasi sering kali menjadi tantangan di tempat kerja. Gen Z, dengan pendekatan mereka yang lebih fleksibel, sering dianggap tidak menghormati nilai-nilai kerja keras yang dianut generasi sebelumnya.

Namun, melalui dialog yang terbuka dan apresiasi terhadap keahlian lintas usia, konflik ini dapat diredakan. Gen Z menghargai mentor yang dapat memberikan wawasan praktis tanpa memaksakan otoritas. Sebaliknya, generasi yang lebih tua mulai memahami bahwa Gen Z membawa inovasi dan ide-ide segar yang relevan untuk era digital.

Biar Tetap Sehat di Musim Hujan, Ikuti 7 Tips Simpel Ini!

Cara Menjadi Pribadi yang Dapat Bergaul dengan Semua Generasi

1. Fokus pada Kolaborasi di Media Sosial

Gaji ke-13 Cair? Yuk, Sulap Jadi Modal Bisnis yang Menguntungkan

Platform seperti TikTok dan Instagram dapat digunakan untuk mendorong interaksi lintas generasi. Kampanye yang melibatkan kelompok usia berbeda untuk mempromosikan nilai-nilai bersama, seperti pelestarian budaya atau keberlanjutan, dapat menjadi langkah awal.

2. Menghargai Tradisi Melalui Gaya Hidup

Mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan tren modern adalah cara lain untuk mendekatkan generasi. Misalnya, menghidupkan kembali mode tradisional dengan sentuhan modern atau mengadakan acara budaya lintas generasi.

3. Mengedepankan Autentisitas

Baik di tempat kerja, keluarga, maupun media sosial, autentisitas adalah kunci. Alih-alih fokus pada perbedaan, generasi muda dan tua dapat berbagi pengalaman yang relevan dan bermakna.

Pada akhirnya, usia hanyalah angka. Seperti yang ditunjukkan oleh Gen Z, autentisitas, kreativitas, dan nilai-nilai yang relevan lebih penting dibandingkan sekadar tahun kelahiran. Di Indonesia, tren lintas generasi ini membuka peluang untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif, di mana setiap individu, tanpa memandang usia, dapat berkontribusi untuk masa depan yang lebih baik.

Dengan menjembatani kesenjangan generasi melalui gaya, kreativitas, dan penghargaan terhadap nilai-nilai bersama, kita dapat menciptakan ruang yang memungkinkan semua kelompok usia untuk berkembang dan saling mendukung. Gen Z telah menunjukkan caranya—dan mungkin, inilah saatnya kita semua mengikuti jejak mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya