Hati-Hati, 5 Respons Positif Ini Bisa Jadi Toxic Positivity dan Bikin Tidak Nyaman!

Toxic Positivity
Sumber :
  • IstockPhoto

VIVA – Kita semua pasti pernah mendengar kata-kata motivasi seperti, “Jangan menyerah!” atau “Semua akan baik-baik saja.” Kalimat seperti ini memang terlihat positif dan baik, tapi tahukah kamu bahwa respons positif seperti itu bisa jadi toxic positivity? Ya, tidak semua yang terdengar positif sebenarnya membantu. Justru, respons seperti ini malah bisa bikin orang merasa semakin tidak nyaman dan menambah tekanan batin.

Bully? No Way! 10 Sikap Elegan Menghadapi Kebencian Tanpa Alasan

Toxic positivity adalah kondisi di mana seseorang terus menerus memberikan respons atau pandangan positif, bahkan dalam situasi yang sulit dan kompleks, tanpa benar-benar memahami atau menghargai perasaan orang lain. Yuk, kenali 5 contoh respons positif yang sering dikira baik tapi ternyata bisa merusak!

1. "Kamu Harus Selalu Bersyukur, Banyak yang Lebih Parah!"

BRAVE Dorong Kesadaran Anti Bullying di Universitas Esa Unggul Bekasi

Pada pandangan pertama, menyuruh orang untuk bersyukur mungkin terlihat bijaksana. Memang, bersyukur adalah hal baik yang bisa membantu kita merasa lebih tenang. Tapi, masalahnya muncul ketika nasihat ini diberikan dalam situasi di mana orang sebenarnya butuh didengar, bukan dibandingkan dengan orang lain yang “lebih parah.”

Respons ini seringkali malah bikin orang merasa bersalah atas perasaan mereka sendiri. Misalnya, seseorang yang sedang menghadapi masalah besar bisa merasa bahwa masalahnya dianggap remeh dan tidak penting. Padahal, mereka sedang butuh dukungan, bukan justifikasi kenapa mereka harus merasa lebih baik.

10 Kebiasaan Bantu Turunkan Berat Badan Tanpa Diet

Kenapa Ini Bisa Berbahaya?

Mengatakan “Kamu harus bersyukur” tanpa memahami situasi dapat mengesankan bahwa perasaan orang tersebut tidak valid. Ini dapat menghalangi proses penyembuhan dan penerimaan emosi, karena mereka merasa harus menekan perasaan negatif agar sesuai dengan harapan orang lain.

2. "Stay Positive, Jangan Fokus ke Hal Buruknya!"

Di tengah masa sulit, mendengar “Stay positive!” mungkin membuat kita merasa dihakimi. Memang benar, berpikir positif bisa memberi dorongan semangat, tetapi ada kalanya seseorang butuh memproses perasaan negatifnya juga. Ketika kita selalu dipaksa untuk “stay positive” dan tidak membahas masalah, ini justru membuat orang merasa terisolasi.

Kenapa Ini Bisa Mengganggu?

Sikap ini bisa membuat orang merasa bahwa perasaan negatif mereka tidak seharusnya ada. Padahal, semua emosi, baik itu bahagia atau sedih, adalah bagian dari pengalaman hidup yang wajar. Terlalu fokus pada positivity bisa bikin seseorang terjebak dalam perasaan yang tak terselesaikan, bahkan memperpanjang masa-masa sulit yang dialami.

3. "Semua Akan Baik-Baik Saja, Kamu Harus Percaya!"

Mungkin ini adalah respons yang paling umum dan sering kita dengar. Frasa “Semua akan baik-baik saja” terdengar menghibur, tapi dalam situasi tertentu, kalimat ini bisa jadi penghambat seseorang untuk mengekspresikan perasaannya.

Orang yang sedang mengalami kesulitan biasanya butuh didengarkan dan dipahami, bukan langsung diberi harapan yang belum tentu sesuai. Meskipun niatnya baik, kalimat ini bisa mengesankan bahwa perasaan atau kekhawatiran mereka tidak valid atau sepele.

Mengapa Respons Ini Kurang Tepat?

Memberi harapan tanpa dasar hanya akan menambah beban pikiran. Orang yang sedang cemas bisa merasa tidak dimengerti dan akhirnya menahan perasaan negatif mereka sendiri. Pada akhirnya, ini malah mempersulit proses mereka untuk benar-benar merasa lebih baik.

4. "Lihat Sisi Baiknya, Pasti Ada Hikmahnya!"

Ini adalah contoh lain dari toxic positivity yang sering kita dengar. Ketika seseorang sedang sedih atau kecewa, mendengar “Lihat sisi baiknya!” malah bisa membuat perasaan mereka semakin buruk. Pernyataan ini mengabaikan emosi yang sebenarnya sedang dirasakan dan hanya menekankan pada sisi positif, padahal kadang emosi negatif juga butuh ruang.

Dampak dari Respons Ini

Orang yang menerima respons ini bisa merasa tertekan untuk “melihat sisi baik” dalam situasi yang menyakitkan, padahal emosi yang mereka rasakan sepenuhnya wajar. Menghadapi perasaan negatif adalah bagian penting dari penyembuhan dan introspeksi, yang seringkali terabaikan jika hanya disuruh fokus pada sisi baik.

5. "Kamu Terlalu Banyak Mengeluh, Coba Fokus ke Hal-Hal Positif Aja!"

Menyuruh seseorang untuk berhenti mengeluh mungkin terdengar seperti saran yang membangun. Tapi kenyataannya, kadang orang perlu mengeluarkan perasaan negatif mereka agar bisa merasa lebih lega. Mengatakan ini pada seseorang yang sedang berada dalam kondisi tertekan bisa membuat mereka merasa terisolasi dan tidak punya tempat untuk berbagi.

Kenapa Ini Tidak Baik?

Orang yang mendengar kalimat ini bisa merasa bahwa mereka terlalu “bermasalah” hanya karena mengungkapkan perasaan mereka. Padahal, curhat atau berbagi cerita adalah salah satu cara untuk mengatasi emosi. Jika orang selalu disuruh untuk “fokus pada hal positif,” mereka akan cenderung menahan masalahnya sendiri dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dukungan emosional yang mungkin mereka butuhkan.

Bagaimana Seharusnya Kita Menyikapi Emosi Orang Lain?

Menghadapi teman atau keluarga yang sedang dalam masa sulit membutuhkan empati dan pemahaman yang dalam. Berikut beberapa cara yang bisa kita terapkan agar lebih bijaksana dalam memberi dukungan:

1.Dengarkan dengan Tulus: Kadang, orang hanya butuh didengarkan tanpa interupsi atau saran. Biarkan mereka mengungkapkan perasaannya tanpa merasa dihakimi.

2.Validasi Perasaan: Beri respons seperti, “Aku ngerti kok, pasti berat buat kamu,” untuk menunjukkan bahwa kamu benar-benar peduli dan menghargai perasaan mereka.

3.Berikan Dukungan yang Realistis: Daripada mengatakan “semua akan baik-baik saja,” coba katakan “Aku ada di sini buat kamu,” yang bisa memberi kesan lebih menenangkan dan tulus.

4.Jangan Paksa untuk Selalu Positif: Izinkan mereka merasakan kesedihan atau kekecewaan. Semua emosi memiliki tempat dan fungsi, termasuk emosi negatif yang bisa membantu mereka lebih memahami diri sendiri.

5.Tanyakan Apa yang Mereka Butuhkan: Daripada memberikan nasihat yang belum tentu mereka butuhkan, tanyakan langsung bagaimana kamu bisa membantu. Ini menunjukkan bahwa kamu peduli dengan cara yang sesuai untuk mereka.

Kenapa Toxic Positivity Bisa Berbahaya?

Toxic positivity dapat memicu perasaan isolasi, membuat seseorang merasa sendirian dengan emosinya. Saat kita tidak membiarkan diri atau orang lain merasakan emosi negatif, proses penyembuhan bisa jadi tertunda. Emosi negatif seperti kesedihan, marah, atau kecewa sebenarnya adalah bagian dari mekanisme untuk menghadapi tekanan.

Jika kita selalu berpura-pura bahagia, lama kelamaan perasaan tersebut akan menumpuk dan menjadi beban. Oleh karena itu, hindari memberikan respons-respons di atas yang malah bisa memperburuk keadaan orang lain.

Toxic positivity adalah fenomena di mana niat baik untuk memberikan dukungan berubah menjadi respons yang malah membuat seseorang merasa tertekan. Meskipun kata-kata seperti “Kamu harus bersyukur” atau “Stay positive” terdengar positif, dalam situasi tertentu, ini justru dapat merusak suasana hati dan menghambat seseorang untuk mengekspresikan emosinya secara sehat.

Jadi, daripada memberi respons yang terlihat positif tetapi kurang empati, lebih baik fokus pada mendengarkan dan memahami apa yang orang lain butuhkan. Dengan begitu, kita bisa memberikan dukungan yang lebih berarti tanpa memaksa mereka untuk “selalu bahagia.”

Ilustrasi kesepian

Kenapa Semakin Tua, Semakin Sukses, Semakin Kesepian dan Seperti Monster?

Hal ini dibenarkan oleh spesialis kejiwaan, dokter Elvine Gunawan, Sp.KJ saat berbincang dengan Helmy Yahya dalam podcastnya belum lama ini.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024