Mengenal RFA dan TACE, Metode Atasi Kanker Hati Tanpa Operasi
- Times of India
Jakarta, VIVA – Kanker hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius dan memerlukan perhatian khusus. Di Indonesia, kanker hati berada di posisi kelima yang banyak diderita pasien kanker secara keseluruhan.
Hal tersebut diungkapkan Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Gastroenterologi Hepatolog Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Prof Dr dr Rino Alvani Gani. Scroll untuk info lebih lanjut, yuk!
Prof Rino mengatakan, kanker hati merupakan kanker kelima terbanyak di Indonesia, setelah payudara, paru-paru, serviks, kolorektum. Namun sayangnya, penyakit yang terkait hati, termasuk kanker hati, sulit dideteksi karena seringkali tidak bergejala.
"Susahnya penyakit hati itu tidak terasa dan tidak bergejala, nggak ada rasanya, itu susahnya. Karena itu, harus tahu riwayat keluarga, apakah ada yang berpenyakit hati atau tidak, atau kalau dia sendiri ada penyakit hati atau tidak, itu dicek. Kalau ada, harus monitoring secara berkala. Lalu, kalau pasien tahu dia ada Hepatitis B, jangan santai, sedikitnya enam bulan atau 1 tahun sekali, periksa," kata Prof Rino dalam diskusi media yang diadakan oleh RSPI di kawasan Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juli 2024.
Jika sudah terkena kanker hati, sambung dia, ada beberapa penanganan yang dapat menjadi pilihan pasien. Mulai dari operasi hingga metode non-operasi seperti RFA (Radiofrequency Ablation) dan TACE (Transarterial Chemoembolization). Apa itu?
"Tidak semua pasien kanker hati itu bagus untuk dioperasi. Misalnya, sel kankernya itu lebih dari satu tempat, itu kalau dioperasi sudah sulit. Cara lain, ada transplantasi, tetapi transplantasi hati ini tidak bisa dilakukan pada semua pasien," kata Prof Rino.
Jika pasien kanker hati tidak dapat dilakukan operasi maupun transplantasi hati, maka ada yang namanya metode RFA dan TACE sebagai alternatif. Dia menjelaskan, RFA sendiri merupakan prosedur minimal invasif yang menggunakan gelombang radiofrekuensi untuk menghancurkan sel kanker dengan memanaskan jaringan tumor hingga suhu tinggi.
Dalam prosedur ini, kata dia, dokter akan menyisipkan jarum tipis yang dilengkapi elektroda melalui kulit dan ke dalam tumor hati, biasanya dengan bantuan panduan ultrasound atau CT scan. Gelombang radiofrekuensi ini kemudian dikirimkan melalui elektroda untuk memanaskan dan menghancurkan sel-sel kanker.
Prof Rino mengatakan, prosedur ini tidak memerlukan operasi besar dan membutuhkan waktu pemulihan yang relatif singkat dibandingkan dengan operasi. "Bisa dilakukan untuk kanker yang besarnya kurang dari 5 cm," ujarnya.
Sementara itu, TACE merupakan prosedur yang menggabungkan kemoterapi dan embolisasi untuk mengobati kanker hati. Kemoterapi diberikan langsung ke tumor melalui arteri hati, diikuti dengan penyumbatan aliran darah ke sel kanker. Terkait prosedurnya yakni pasien dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha atau lengan dan menuntunnya ke arteri yang memasok darah ke kanker.
Kemudian, obat kemoterapi disuntikkan langsung ke sel kanker, dan diikuti dengan bahan embolisasi (seperti partikel atau spons) untuk menyumbat aliran darah ke kanker. Berbeda dengan RFA, TACE lebih cocok untuk sel kanker yang ukurannya lebih besar atau tidak dapat dioperasi.
"Kalau dari hirarkinya, kanker hati itu paling bagus operasi atau transplant. Kalau tidak bisa dilakukan, maka pilihan berikutnya, ablasi. Kenapa? Karena lebih menjanjikan dalam membunuh sel-sel kanker. Misal, kalau nggak bisa ablasi, TACE. Ini dilakukan tentu jika kanker masih terbatas di hati. Kalau kanker sudah ada di tempat lain atau menyebar, maka pilihannya diberikan obat, diinfus," jelas Prof Rino.