Kebijakan Datangkan Dokter Asing Tuai Pro-Kontra, Ini Kata Dokter Indonesia

Ketua Umum PB IDI DR Dr Moh Adib Khumaidi, SpOT
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Pernyataan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin terkait ingin mendatangkan dokter asing ke Indonesia, menuai pro dan kontra. Dia sempat mengungkapkan, bahwa Indonesia saat ini kekurangan dokter, terutama untuk dokter spesialis di beberapa wilayah.

Perkuat Agenda Pembangunan Prabowo-Gibran, IBC Serahkan Rekomendasi Paket Kebijakan

Terkait polemik ini, sejumlah dokter di Indonesia angkat bicara. Seperti apa? Yuk simak info lebih lengkapnya!

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) DR Dr Moh Adib Khumaidi, SpOT, mengatakan, perlu ada regulasi yang jelas terkait kebijakan itu. Regulasi tersebut juga mencakup persyaratan yang dikenakan pada calon dokter asing yang ingin praktik atau bekerja di Indonesia.

Menkes Tegaskan Serius Dorong Kasus Bullying Mahasiswi PPDS Undip Diproses Hukum

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin

Photo :
  • VIVA/Andrew Tito (Jakarta)

"Semua negara membuat domestik regulation. Nah, Indonesia juga harus ada. Ini juga untuk melindungi warga negaranya agar dilayani oleh dokter yang standar kompetensinya memang jelas," kata dr Adib dalam Media Briefing secara daring pada Selasa, 9 Juli 2024.

Government Plans to Add 1,600 Doses of Mpox Vaccine

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Klaster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional Dr Iqbal Mochtar, SpOk. Dia menjelaskan, mendatangkan dokter asing bukanlah program baru di dunia kesehatan, dan telah dilakukan juga di beberapa negara maju.

Namun, syarat yang diberikan oleh suatu negara kepada dokter asing, perlu ada dan ketat. Mulai dari pengujian atau evaluasi kompetensi hingga kemampuan bahasa.

Misalnya, negara maju seperti Jerman dan Amerika Serikat, yang termasuk memiliki syarat tinggi untuk kemampuan bahasa terhadap dokter asing. 

"Di Jerman katakanlah level kemampuan bahasanya C2, itu sangat susah dicapai kecuali orang sudah menggunakan bahasa itu secara bertahun-tahun. Kalau di Amerika bahasa Inggris diterapkan dengan tes IELTS harus di atas 7 bahkan beberapa di antaranya 7,5 itu juga tidak mudah," kata dr Iqbal. 

Dokter yang bekerja di rumah sakit Qatar ini juga menyampaikan bahwa tidak ada dokter Indonesia yang anti terhadap dokter asing. 

"Tidak ada dokter Indonesia yang anti terhadap dokter asing, dalam artian, saling bermusuhan atau berkomperisi, tidak ada. Tetapi kami ingin mengingatkan kepada pemerintah agar hati-hati membuat program ini, karena banyak hal yang perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Dia mengimbau, pembuatan regulasi terkait hal tersebut perlu dilakukan dengan duduk bersama para stakeholder terkait, seperti ikatan profesi, dan lainnya. "Kita duduk bersama, apakah program ini memang tepat dilakukan? Apa perlu ditunda? Atau apakah ada alternatif lain," ungkapnya.

Ucapan serupa juga datang dari Ketua Divisi Standar Pendidikan Konsil Kedokteran Indonesia 2014 -2019 Prof DR Dr Sukman Tulus Putra, SpA(K). "Setiap negara itu punya regulasi, jadi regulasi itu penting juga untuk melindungi rakyatnya. Kita tidak anti, kita tidak menolak, tapi harus jelas kompetensinya seperti apa," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya