Imlek Identik dengan Nuansa Merah, Begini Penjelasannya
- VIVA/ Ngadri/ Kalimanta Barat
VIVA – Tahun Baru menurut kalender China dirayakan pada, Sabtu 25 Januari 2020. Perayaan yang dikenal masyarakat Indonesia sebagai Imlek itu, dilaksanakan di berbagai wilayah.
Guna menyambutnya, bisa dilakukan dengan mengunjungi vihara untuk berdoa, serta memohon kebaikan bagi kehidupan diri sendiri, serta keluarga di tahun yang baru. Imlek juga identik dengan ornamen warna merah.
Warna merah kerap terlihat mulai dari lentera di rumah, hiasan naga, amplop atau angpai, hingga pakaian yang dikenakan saat merayakan pergantian tahun.
Lantas, mengapa warna merah begitu populer di China terutama saat perayaan Tahun Baru? Melansir dari Reader's Digest, sabtu 25 Januari 2020, Warna merah ternyata memiliki makna yang kuat bagi masyarakat Tiongkok.
Baca juga: Asal Muasal Warna Merah Amplop Angpau di Tahun Baru Imlek
Mitologi Tionghoa mengenal sebuah makhluk buas bernama Nian, yang wujudnya menyerupai Banteng dengan kepala Singa. Nian akan keluar pada tahun baru Imlek, untuk memakan tanaman di ladang, ternak, bahkan menggangu anak-anak.
Nian memiliki ketakukan pada api, kebisingan, dan warna merah. Maka dari itu, perayaan imlek identik dengan ornamen merah, tarian singa atau barongsai yang ramai, serta api lentera yang dipasang di rumah-rumah warga.
"Biasanya lentera merah digantung di luar pintu untuk menangkal nasib buruk. Juga kertas gunting merah digunakan sebagai hiasan untuk digantung di dinding," jelas Karen Katz, penulis buku bergambar 2012 My First Chinese New Year.
Warna merah juga menjadi simbol pengharapan baru, bahwa segala kesedihan dan kegelapan akan sirna digantikan dengan kebahagiaan. Selain memiliki makna kebahagiaan, warna merah juga dianggap sebagai simbol dari kebaikan hati, kebenaran, dan ketulusan hati.
Di sisi lain, penggunaan warna merah untuk amplop atau angpao yang diberikan oleh orang yang telah menikah kepada anggota keluarga mereka yang belum menikah, termasuk anak-anak. Pemberian angpao dimaksudkan untuk menangkal roh jahat.
Hingga kini, tradisi itu masih dilakukan oleh warga keturunan tiongkok, termasuk di Indonesia.