Punya Anak Dapat Uang Rp167 Juta dari Pemerintah, Mau?
- bbc
Selama bertahun-tahun negara seperti Finlandia, Korea Selatan, dan Iran bereksperimen untuk meyakinkan perempuan agar punya lebih banyak anak. Kebanyakan melibatkan uang tunai. Namun negara-negara tersebut mendapati bahwa cara seperti ini kurang berhasil.
Tergantung dari negara asal Anda, tapi sepertinya dunia ini menghadapi krisis bayi. Dalam sepekan terakhir, dua kejadian memperlihatkan bahwa beberapa negara besar benar-benar khawatir angka kelahiran di negara mereka tidak cukup banyak.
Pada Rabu (15/01), Presiden Vladimir Putin mengumumkan rangkaian rencana guna meyakinkan para perempuan Rusia untuk mengandung dan melahirkan anak. Putin mengatakan seorang perempuan akan mendapat 466.000 rubel (Rp103 juta) untuk melahirkan satu anak dan Rp34 juta untuk anak kedua.
Di hari yang sama, pemerintah China merilis data statistik yang menyebut jumlah kelahiran anak pada 2019 adalah yang terendah dalam 60 tahun terakhir.
Negara-negara ini khawatir karena rakyat mereka semakin tua, sedangkan anak yang lahir semakin sedikit. Mereka risau karena jumlah orang yang bekerja di masa depan tidak cukup banyak untuk bisa mendanai anggaran yang menopang kaum pensiunan.
Bonus untuk bayi
China dan Rusia tidak sendirian menghadapi masalah ini. Angka kelahiran di berbagai belahan dunia terus menurun. Tapi mengapa begitu sulit meyakinkan orang untuk punya anak?
Pemerintah Rusia mengenalkan skema bonus untuk kelahiran bayi pada 2007. Para orang tua diberikan insentif uang tunai bagi kelahiran anak kedua dan ketiga. Namun, imbasnya tidak tampak. Angka kelahiran terus merosot.
Pemerintah China berharap ada kenaikan angka kelahiran bayi secara pesat pada 2015, tatkala "kebijakan satu anak` nan kontroversial dicabut. Memang ada sedikit kenaikan angka kelahiran pada tahun tersebut, tapi hanya sebatas itu.
Pelajaran dari Asia